PENDAHULUAN
Keanekaragaman flora (biodiversity)
berarti keanekaragaman senyawa kimia (chemodiversity) yang kemungkinan
terkandung di dalamnya. Hal ini memacu dilakukannya penelitian dan penelusuran
senyawa kimia terutama metabolit sekunder yang terkandung dalam
tumbuh-tumbuhan, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
seperti teknik pemisahan, metode analisis, dan uji farmakologi. Senyawa hasil
isolasi atau senyawa semi sintetik yang diperoleh dari tumbuhan sebagai obat
atau bahan baku obat (Hariana, 2004; Anonim, 2006).
Salah satu tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah tanaman pepaya (Carica papaya L.).
Secara tradisional biji pepaya dapat dimanfaatkan sebagai obat cacing gelang,
gangguan pencernaan,
diare, penyakit kulit, kontrasepsi pria, bahan baku obat masuk angin dan
sebagai sumber untuk mendapatkan minyak dengan kandungan asam-asam lemak
tertentu. Minyak biji pepaya yang berwarna kuning diketahui mengandung 71,60 %
asam oleat, 15,13 % asam palmitat, 7,68 % asam linoleat, 3,60% asam stearat,
dan asam-asam lemak lain dalam jumlah relatif sedikit atau terbatas. Selain
mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain
seperti golongan fenol, alkaloid, dan saponin (Warisno, 2003).
Biji pepaya juga mempunyai
aktivitas farmakologi daya antiseptik terhadap bakteri penyebab diare, yaitu Escherichia
coli dan Vibrio cholera (Anonim, 2006; Warisno, 2003). Hasil
uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol biji pepaya diketahui mengandung
senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan
saponin. Secara kualitatif, berdasarkan terbentuknya endapan atau intensitas
warna yang dihasilkan dengan pereaksi uji fitokimia, diketahui bahwa kandungan
senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan komponen utama biji
pepaya. Uji fitokimia triterpenoid lebih lanjut terhadap ekstrak kental n-heksana
menggunakan pereaksi Liebermann–Burchard juga menunjukkan adanya senyawa
golongan triterpenoid. Hal ini memberi indikasi bahwa pada biji pepaya
terkandung senyawa golongan triterpenoid bebas. Berdasarkan pemanfaatan secara
tradisional biji pepaya yang salah satunya sebagai obat diare dan berdasarkan
aktivitas fisiologis dari senyawa golongan triterpenoid bebas sebagai antibakteri,
maka perlu dilakukan penelitian untuk mengisolasi senyawa golongan triterpenoid
bebas pada ekstrak kental n-heksana biji pepaya dan menguji isolat triterpenoid
yang diperoleh terhadap bakteri penyebab diare, yaitu Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus.
TINJAUAN PUSTAKA
TERPENOID
Terpenoid merupakan
komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan
nabati dengan penyulingan yang disebut minyak atsiri. Minyak atsiri yang
berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara
sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari senyawa
terpenoid yaitu 8:5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa
senyawa tersebut adalah golongan terpenoid.
Minyak
atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan campuran senyawa organik
yang kadang kala terdiri dari lebih besar dari 25 senyawa atau komponen yang
berlainan. Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang hanya
mengandung karbon, dan hidrogen atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak
bersifat aromatik yang secara umum disebut terpenoid.
Fraksi
yang paling mudah menguap biasanya terdiri dari golongan terpenoid yang
mengandung 10 atom karbon. Fraksi yang mempunyai titik didih lebih tinggi terdiri
dari terpenoid yang mengandung 15 atom karbon.
Sebagian
besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih
unit C-5 yang disebut isopren. Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren
atau unit C-5 penyusun senyawa tersebut.
Senyawa umum biosintesa terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1. Pembentukan isoprene aktif
berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan senyawa dan ekor dua unit isopren akan membentuk
mono-, seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.
3. Pengabungan ekor dan ekor dari unit C15 atau C20 menghasilkan
terpenoid atau steroid.
Senyawa terpenoid dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
Monoterpenoid
Monoterpeoid
merupakan senyawa essence dan
memiliki dan memiliki bau yang spesifik yang dibangun oleh 2 unti isopren atau
dengan jumlah atom karbon 10. Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah
diisolasi dari tumbuhan tingkat tinggi, binatang laut, serangga, dan jenis
vertebrata dan struktur senyawanya telah diketahui.
Struktur
dari senyawa monoterpenoid yang telah dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis
kerangka yang berbeda, sedangkan prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai
penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit isoprene. Struktur monoterpenoid dapat
berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik. Senyawa monoterpenoid banyak
dimanfaatkan sebagai antiseptik,
ekspektoran, spasmolotik, dan sedatif.
Disamping itu monoterpenoid yang sudah banyak dikenal banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pemberi aroma makanan dan parfum dan ini banyak
digunakan komersial dalam perdagangan.
Dari
segi biogenetik, perubahan geraniol nerol dan linaol dari salah satu menjadi
yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini
yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjadi
reaksi-reaksi sekunder, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsen, oksidasi
menghasilkan sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal.
Peubahan
GPP in vivo menjadi senyawa-senyawa monoterpen siklik dari segi biogenetic
disebabkan reaksi siklisasi yang diikuti oleh reaksi-reaksi sekunder. Senyawa
seperti monoterpenoid mempunyai kerangka karbon yang banyak variasinya. Oleh
karena itu penetapan struktur merupakan hal yang penting. Jenis kerangka karbon
monoterpenoid antara lain dapat ditetapkan oleh reaksi dehidrogenasi menjadi
senyawa aromatik. Penetapan struktur selanjutnya adalah melalui penetapan gugus
fungsi dari senyawa yang bersangkutan.
Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid
merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3 unit isoprene yang terdiri
dari kerangka unit asiklik atau bisiklik dengan kerangka naphtalen. Senyawa
terpenoid mempunyai boiaktifitas yang cukup besar, diantaranya sebagai
antifeedant, hormone, antimikroba, antibiotic dan toksin sebagai regulator
pertumbuhan tanaman dan pemanis.
Senyawa-senyawa
seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil pirofosfat dan trans farnesil
piropospat melaului reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lain. Kedua isomer
farnesil piropospat ini dihasilkan dari melalui mekanisme yang sama seperti
isomerisasi abtara geranil dan nerol.
Diterpenoid
Diterpenoid merupakan senyawa yang
mempunyai 20 atom karbon yang dibangun oleh 4 unti isoprene. Senyawa ini
mempunyai bioaktifitas yang cukup luas yaitu sebagai hormone pertumbuhan
tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga,
inhibitor tumor, senyawa pemanis, abtifouling dan anti karsinogenik. Senyawa
diterpenoid dapat membentuk asiklik, bisiklik, trisiklik, dan tetrasiklik. Tata
nama yang digunakan merupakan tata nama trivial.
Triterpenoid
Lebih dari 4000 jenis triterpenoid,
telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang sudah dikenal
dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dar sekualen. Tritepenoid
terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik 5 atau
berupa 4 siklik 6 yang mempunyai fungsi siklik pada siklik tertentu.
Struktur
terpenoid yang bermacam ragam timbul akibat dari reaksi sekunder berikutnya
seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi dan siklisasi atas geranil,
farnesil, dan geranil-geranil pirofosfat.
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka
karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan
dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini
berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau
asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanwarna, berbentuk kristal, seringkali
bertitik leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tak
ada kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi
Lieberman-Burchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang
dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru.
Triterpenoid dapat dipilih menjadi
sekurang-kurangnya empat golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid,
saponin, dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya
triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Banyak
triterpena dikenal dalam tumbuhan dan secara berkala senyawa baru ditemukan dan
cirikan. Sampai saat ini hanya beberapa saja yang diketahui tersebar luas.
Senyawa tersebut ialah triterpena pentasiklik α-amirin dan β-amirin serta asam
turunannya yaitu asam ursolat dan asam oleanolat. Senyawa ini dan senyawa
sekerabatnya terutama terdapat dalam lapisan malam daun dan dalam buah, seperti
apel dan pear, dan mungkin mereka berfungsi sebagai pelindung untuk menolak
serangga dan dan serangan mikroba. Triterpena terdapat juga dalam damar, kulit
batang, dan getah seperti : Euphorbia, Hevea, dan lain-lain (Harborne, 1987).
SINTESIS TERPENOID
Terpenoid
merupakan bentuk senyawa dengan struktur yang besar dalam produk alami yang
diturunkan dan unit isoprene (C5)yang bergandengan dalam model kepala ke ekor,
sedangkan unit isoprene diturunkan dari metabolism asam asetat oleh jalur asam
mevalonat (MVA). Adapun reaaksinya adalah sebagai berikut:
Gambar
1 Jalur Asetat dalam Pembentukkan IPP yang Merupakan Batu Bata Pembentukkan
Terpenoid Via Asam Mevalonat (http://nadjeeb.wordpress.com).
Secara umum biosintesa dari
terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam
mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk
mono-, seskui-, di-. sester-, dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid.
Mekanisme dari
tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan
oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat.
Senyawa yang dihasilkan ini dengan
asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon
bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalinat, reaksi-reaksi berikutnya
adalah fosforialsi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasimenghasilkan isopentenil (IPP) yang selanjutnya
berisomerisasi menjadi dimetil alil piropospat (DMAPP) oleh enzim isomeriasi.
IPP sebagai unti isoprene aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP
dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isoprene untuk
menghasilkan terpenoid.
Penggabungan ini terjadi karena
serangan electron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang
kekurangan electron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan
geranil.pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.
Penggabungan selanjutnya antara satu
unti IPP dan GPP dengan menaisme yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat
(FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. Senyawa
diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal dari
kondensasi antara satu unti IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama. Mekanisme
biosintesa senyawa terpenoid adalah sebagai berikut:
Gambar 2 Mekanisme Biosintesa Senyawa
Terpenoid (http://nadjeeb.wordpress.com)
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI
TERPENOID
Ekstraksi senyawa terpenoid
dilakukan dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan maserasi. Sekletasi
dilakukan dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering yang akan diuji
dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-hexana
dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas
bakteri. Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol. Ekstrak methanol
dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M.hasil hidrolisis
diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana.
Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu
disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji
fitokimia dan uji aktivitas bakteri. Uji aaktivitas bakteri dilakukan dengan
pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis.
Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2mL Meller-Hinton broth kemudian
diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C.suspensi baketri
homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media
Mueller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril.
Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya
yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C.
dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap baketri.
Uji
fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard.
Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan
asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk
membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil
didalam kloroform setelah. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan
senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil
adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji
terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam
asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk.
MATERI DAN METODE
Bahan
Biji pepaya yang digunakan dalam
penelitian ini adalah biji pepaya yang berwarna putih yang diambil di daerah
Kupang-NTT. Bahan kimia yang digunakan seperti metanol (teknis dan p.a),
kloroform p.a, n-heksana (p.a dan teknis), asam sulfat pekat, asam
asetat anhidrat, kalium bromida (KBr), silika gel GF254, silika gel 60,
etilasetat p.a, eter p.a, etanol (p.a dan teknis), dan akuades.
Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah
berbagai alat gelas, seperangkat alat kromatografi (KLT dan kolom), lampu ulta
violet 254 nm dan 366 nm, spektrofotometer ultra violet -tampak, serta
spektrofotometer inframerah.
Cara Kerja
Biji pepaya yang berwarna putih
dicelupkan ke dalam etanol panas kemudian dikeringkan dan dihaluskan. Sebanyak
500 g serbuk kering biji pepaya diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan
pelarut n-heksana. Ekstrak yang didapat diuapkan dengan rotary vacuum
evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana. Ekstrak
kental tersebut diuji fitokimia dengan pereaksi Liebermann-Burchard untuk
menentukan ada tidaknya triterpenoid. Ekstrak kental positif triterpenoid
dipisahkan dengan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan pemisahan dengan
kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan pemilihan eluen dengan teknik
KLT. Hasil pemisahan kromatografi kolom (silika gel 60, n-heksana : eter
: etilasetat : etanol (2:3:3:2)) yang sama digabungkan dan dikelompokkan
menjadi kelompok fraksi. Masing-masing kelompok fraksi tersebut diuji untuk
triterpenoid. Fraksi yang positif mengandung triterpenoid dengan noda tunggal
dilanjutkan dengan uji kemurnian secara KLT dengan beberapa campuran eluen.
Bila tetap menghasilkan satu noda maka fraksi tersebut dapat dikatakan sebagai
isolat relatif murni secara KLT. Isolat relatif murni ini kemudian dianalisis
dengan Spektrofotometer Ultra violettampak dan Inframerah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat yang diperoleh sebanyak 50
mg dari sekitar 500 g sampel serbuk kering biji papaya. Pemisahan 21,66 g
ekstrak kental nheksana menggunakan kromatografi kolom (silika gel 60, n-heksana
: eter : etilasetat : etanol (2:3:3:2)) menghasilkan 127 eluat, yang kemudian
difraksinasi denagn KLT menghasilkan 3 kelompok fraksi. Ketiga kelompok fraksi
tersebut diuji untuk triterpenoid dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Hasil
uji triterpenoid ketiga kelompok fraksi tersebut dipaparkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji triterpenoid
Fraksi |
Berat (g) |
|
Pereaksi LB |
|
0,10 1,22 0,05 |
|
Coklat Merah ungu Merah ungu |
Fraksi yang dilanjutkan untuk
analisis lebih lanjut adalah fraksi F3. Uji kemurnian dengan analisis KLT
menggunakan beberapa fase gerak menghasilkan isolat relatif murni dengan satu
noda pada berbagai polaritas eluen yang digunakan. Hasil analisis dengan
spektrofotometri inframerah menunjukkan adanya serapan tajam pada daerah
bilangan gelombang 2923,8 cm-1 dan 2852,2 cm-1 yang diduga serapan
dari gugus C-H alifatik stretching. Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan
pada daerah bilangan gelombang 1464,4 cm-1 dan 1206,5 cm-1 yang
merupakan serapan dari -CH2 dan –CH3 bending. Pita serapan yang tajam pada
daerah bilangan gelombang 1710,4 cm-1 dengan intensitas kuat
mengidentifikasikan gugus karbonil (C=O) (Sastrohamidjojo, 1985). Identifikasi
dengan spektrofotometri ultra violet -tampak menunjukkan serapan maksimum pada
panjang gelombang 228,5 nm yang kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya
transisi elektrón n-0 * dari kromofor C=O. Hal ini didukung hasil
analisis spektrofotometri inframerah yang menunjukkan isolat mempunyai gugus
fungsi C=O pada panjang gelombang 1710,4 nm. Serapan ultra violet yang landai
pada panjang gelombang 287,7 nm kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya
transisi elektronik n -J * dari ikatan rangkap C=O (Sastrohamidjojo,
1985).
Hasil uji aktivitas antibakteri
menunjukkan bahwa isolat triterpenoid (F3) dengan konsentrasi 1000 ppm memiliki
potensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter daerah hambat sebesar 10
mm untuk bakteri E. coli dan 7 mm untuk bakteri S. aureus.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa isolat dari biji pepaya kemungkinan merupakan senyawa
golongan triterpenoid aldehida dengan karakteristik gugus fungsi: –CH2,
–CH3, dan C=O. Isolat triterpenoid mempunyai potensi sebagai
antibakteri pada konsentrasi 1000 ppm.
Saran
Perlu dilakukan uji aktivitas
lain untuk mengetahui keaktifan dari isolat triterpenoid.
DAFTAR PUSTAKA
Harborne
JB. 1987. Metode Fitokimia.
Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung : Penerbit ITB. Terjemahan dari :
Phytochemical methods.
IW.G Gunawan, dkk. 2008.
Isolasi dan Identifikasi Senyawa Terpenoid yang Aktif Antibakteri pada Herba
Meniran (Phyllanthus niruri Linn). ISSN 1907-9850
Sukadan I.M, dkk. 2008. Aktivitas
Antibakteri Golongan Triterpenoid dari Biji Pepaya (Carisa papaya L). ISSN
1907-9850.
Komentar
Posting Komentar