Langsung ke konten utama

Sistem Saraf

 

 BAB I

PEDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Setiap  manusia memiliki sistem saraf yang bekerja pada tubuhnya. Sistem saraf adalah sistem yang terdiri dari otak, sumsum tulang belakang, dan jaringan kompleks neuron. Sistem ini bertanggung jawab untuk mengirim, menerima, dan menafsirkan informasi dari semua bagian tubuh. Sistem saraf memonitor dan mengkoordinasikan fungsi organ internal dan merespon perubahan dalam lingkungan eksternal. Sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.

Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang mewakili persarafan motorik dari otot polos, otot jantung dan sel-sel kelenjar. Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa organ tubuh, seperti jantung, pembuluh darah, ginjal dan pupil mata, lambung dan usus. Sistem ini dapat dipacu (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh senyawa obat. 

Sistem ini terdiri dari dua komponen fisiologis dan anatomis yang berbeda, yang saling bertentangan yaitu sistem simpatik dan parasimpatik. Sistem saraf simpatik mekanisme kerjanya menggunkan suatu zat kimia adrenalin sehingga disebut saraf adrenergik. Senyawa yang dapat memicu disebut senyawa parasimpatomimetik atau kolinergik sedangkan senyawa yang menghambat disebut senyawa parasimpatomimetik atau antikolinergik sedangkan yang dapat memacu saraf adrenergik disebut senyawa simpatomimetik.

B. Maksud dan Tujuan

1.  Maksud percobaan

Adapun  maksud dari percobaan ini adalah mengetahui dan memahami cara kerja obat  yang bekerja pada sistem saraf otonom dan efek yang ditimbulkan.

2.  Tujuan percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara kerja obat  yang bekerja pada sistem saraf otonom dan efek yang ditimbulkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Teori Umum

1.  Sistem  Saraf 

Sistem  saraf  merupakan  salah  satu  sistem  koordinasi  yang  bertugas  menyampaikan rangsangan  dari  reseptor  untuk  dideteksi  dan  direspon  oleh  tubuh.  Sistem  saraf memungkinkan  makhluk  hidup  tanggap  dengan  cepat  terhadap  perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam.Untuk  menanggapi  rangsangan,  ada  tiga  komponen  yang  harus  dimiliki  oleh  sistem saraf, yaitu sebagai berikut : (Nur Aisyah Iis, 2013).

 

                                                                                                          

 

 

 

 

 

1.  Reseptor,  adalah  alat  penerima  rangsangan  atau  impuls.  Pada  tubuh  kita  yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.

2.  Penghantar  impuls,  dilakukan  oleh  saraf  itu  sendiri.  Saraf  tersusun  dari  berkas serabut  penghubung  (akson).  Pada  serabut  penghubung  terdapat  sel-sel  khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.

3.  Efektor, adalah  bagian  yang  menanggapi  rangsangan  yang  telah  diantarkan  oleh penghantar  impuls.  Efektor  yang  paling  penting  pada  manusia  adalah  otot  dan kelenjar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.  Fungsi  saraf

Fungsi  saraf adalah sebagai berikut: (Nur Aisyah Iis, 2013).

a.     Menerima  rangsangan (oleh indera).

b.     Meneruskan impuls saraf ke  sistem saraf pusat  (oleh saraf    sensorik).

c.      Mengolah rangsangan untuk menentukan tanggapan (oleh sistem saraf  pusat).

d.     Meneruskan rangsangan dari sistem saraf pusat ke efektor (oleh saraf motorik).

SEL SARAF

1.  Neuron

Sistem  saraf  terdiri  atas  sel-sel  saraf  yang  disebut  neuron.  Neuron  bergabung membentuk  suatu  jaringan  untuk  mengantarkan  impuls  (rangsangan).  Satu  sel  saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson (Nur Aisyah Iis, 2013).

a)    Badan sel

Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari denrit dan meneruskannya ke akson. Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom,  badan  golgi,  lisosom,  dan  badan  nisel.  Badan  nisel  merupakan kumpulan retikulum  endoplasma  tempat transportasi sintesis  protein.

b)    Dendrit

Dendrit  adalah  serabut  sel  saraf  pendek  dan  bercabang-cabang.  Dendrit merupakan  perluasan  dari  badan  sel.  Dendrit  berfungsi  untuk  menerima  dan mengantarkan  rangsangan ke  badan sel.

c)    Akson

Akson  disebut  neurit.  Neurit  adalah  serabut  sel  saraf  panjang  yang  merupakan perjuluran  sitoplasma  badan  sel.  Di  dalam  neurit  terdapat  benang-benang  halus yang  disebut  neurofibril.  Neurofibril  dibungkus  oleh  beberapa  lapis  selaput mielin  yang  banyak  mengandung  zat  lemak  dan  berfungsi  untuk  mempercepat jalannya  rangsangan.  Selaput  mielin  tersebut  dibungkus  oleh  sel-sel  sachwann yang  akan  membentuk  suatu  jaringan  yang  dapat  menyediakan  makanan  untuk neurit  dan  membantu  pembentukan  neurit.  Lapisan  mielin  sebelah  luar  disebut neurilemma  yang  melindungi  akson  dari  kerusakan.  Bagian  neurit  ada  yang tidak  dibungkus  oleh  lapisan  mielin.  Bagian  ini  disebut  dengan  nodus  ranvier dan berfungsi  mempercepat jalannya  rangsangan.

Ada  tiga  macam  sel  saraf  yang  dikelompokkan  berdasarkan  struktur  dan fungsinya,  yaitu: (Nur Aisyah Iis, 2013).

1)  Sel  saraf  sensorik,  adalah  sel  saraf  yang  berfungsi  menerima  rangsangan dari reseptor  yaitu alat indera

2)   Sel  saraf  motorik,  adalah  sel  saraf  yang  berfungsi  mengantarkan rangsangan  ke  efektor  yaitu  otot  dan  kelenjar.  Rangsangan  yang  diantarkan berasal  atau  diterima  dari  otak  dan  sumsum  tulang  belakang. Perbedaan  struktur  dan  fungsi  dari  ketiga  jenis  sel  saraf  tersebut  lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah Tabel Perbedaan sel saraf sensorik, penghubung,  dan motorik.

3)  Sel  saraf  penghubung  adalah  sel  saraf  yang  berfungsi  menghubungkan  sel saraf  satu  dengan  sel  saraf  lainnya.  Sel  saraf  ini  banyak  ditemukan  di  otak dan  sumsum  tulang  belakang.  Sel  saraf  yang  dihubungkan  adalah  sel  saraf sensorik  dan  sel  saraf  motorik.Saraf  yang  satu  dengan  saraf  lainnya  saling berhubungan.  Hubungan  antara  saraf  tersebut  disebut  sinapsis.  Sinapsis  ini terletak  antara  dendrit  dan  neurit.  Bentuk  sinapsis  seperti  benjolan  dengan kantung-kantung  yang  berisi  zat  kimia  seperti  asetilkolin  (Ach)  dan  enzim kolinesterase.    Zat-zat  tersebut  berperan  dalam  mentransfer  impuls  pada sinapsis.

2.  Impuls

Impuls  adalah  rangsangan  atau  pesan  yang  diterima  oleh  reseptor  dari  lingkungan luar,  kemudian  dibawa  oleh  neuron.  Impuls  dapat  juga  dikatakan  sebagai serangkaian  pulsa  elektrik  yang  menjalari  serabut  saraf                          (Nur Aisyah Iis, 2013).

Contoh  rangsangan  adalah sebagai berikut : (Nur Aisyah Iis, 2013).

1)  Perubahan dari dingin menjadi panas.

2)  Perubahan dari tidak ada  tekanan pada  kulit menjadi ada  tekanan.

3)  Berbagai macam aroma  yang tercium  oleh hidung

4)  Suatu benda  yang menarik perhatian.

5)  Suara  bising.

6)  Rasa  asam, manis, asin dan pahit  pada  makanan.

Impuls  yang  diterima  oleh  reseptor  dan  disampaikan  ke  efektor  akan  menyebabkan terjadinya  gerakan  atau  perubahan  pada  efektor.

Gerakan  tersebut  adalah  sebagai berikut (Nur Aisyah Iis, 2013).

Sistem saraf Perifer

Susunan  saraf  tepi  terdiri  atas  serabut  saraf  otak  dan  serabut  saraf  sumsum tulang  belakang  (spinal).  Serabut  saraf  sumsum  dari  otak,  keluar  dari  otak sedangkan  serabut  saraf  sumsum  tulang  belakang  keluar  dari  sela-sela  ruas  tulang belakang.  Tiap  pasang  serabut  saraf  otak  akan  menuju  ke  alat  tubuh  atau  otot, misalnya  ke  hidung,  mata,  telinga,  dan  sebagainya.  Sistem  saraf  tepi  terdiri  atas serabut saraf  sensorik dan motorik  yang membawa  impuls saraf menuju ke  dan dari sistem  saraf  pusat. 

 

 

 

Sistem  saraf  tepi  dibagi  menjadi  dua,  berdasarkan  cara  kerjanya, yaitu sebagai berikut :

1)  Sistem Saraf Sadar

Sistem  saraf  sadar  bekerja  atas  dasar  kesadaran  dan  kemauan  kita. Ketika  Anda  makan,  menulis,  berbicara,  maka  saraf  inilah  yang mengkoordinirnya.  Saraf  ini  mene-ruskan  impuls  dari  reseptor  ke  sistem saraf  pusat,  dan  meneruskan  impuls  dari  sistem  saraf  pusat  ke  semua  otot kerangka  tubuh.  Sistem  saraf  sadar  terdiri  atas  12  pasang  saraf  kranial,  yang keluar  dari  otak  dan  31  pasang  saraf  spinal  yang  keluar  dari  sumsum  tulang belakang  31  pasang  saraf  spinal .Saraf  olfaktori,  saraf  optik,  dan  saraf  auditori.  Saraf-saraf  ini merupakan saraf sensori.

a.    Saraf  okulomotori,  troklear,  abdusen,  spinal,  hipoglosal.  Kelima  saraf tersebut merupakan saraf  motorik.

b.    Saraf  trigeminal,  fasial,  glossofaringeal,  dan  vagus.  Keempat  saraf tersebut  merupakan  saraf  gabungan  dari  saraf  sensorik  dan  motorik. Agar lebih memahami  tentang jenis-jenis saraf kranial.

2)  Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)

Sistem  saraf  ini  bekerja  tanpa  disadari,  secara  otomatis,  dan  tidak  di bawah  kehendak  saraf  pusat.  Contoh  gerakan  tersebut  misalnya  denyut jantung,  perubahan  pupil  mata,  gerak  alat  pencernaan,  pengeluaran keringat,  dan  lain-lain.  Kerja  saraf  otonom  ternyata  sedikit  banyak dipengaruhi  oleh  hipotalamus  di  otak.  Coba  Anda  ingat  kembali  fungsi hipotalamus  yang  sudah  dijelaskan  di  depan.  Apabila  hipotalamus dirangsang,  maka  akan  berpengaruh  terhadap  gerak  otonom  seperti  contoh yang  telah  diambil,  antara  lain  mempercepat  denyut  jantung,  melebarkan pupil  mata,  dan  menghambat  kerja  saluran  pencernaan.Sistem  saraf  otonom ini  dibedakan menjadi dua.

a)    Sistem  Saraf  Simpatik

Saraf  ini  terletak  di  depan  ruas  tulang  belakang.  Fungsi  saraf ini  terutama  untuk  memacu  kerja  organ  tubuh,  walaupun  ada beberapa  yang  malah  menghambat  kerja  organ  tubuh.  Fungsi memacu,  antara  lain  mempercepat  detak  jantung,  memperbesar pupil  mata,  memperbesar  bronkus.  Adapun  fungsi  yang menghambat,  antara  lain  memperlambat  kerja  alat  pencernaan, menghambat ereksi, dan  menghambat kontraksi kantung seni.

b)    Sistem Saraf Parasimpatik

Saraf  ini  memiliki  fungsi  kerja  yang  berlawanan  jika dibandingkan  dengan  saraf  simpatik.  Saraf  parasimpatik  memiliki fungsi,  antara  lain  menghambat  detak  jantung,  memperkecil  pupil mata,  memperkecil  bronkus,  mempercepat  kerja  alat  pencernaan, merangsang  ereksi, dan  mepercepat kontraksi kantung seni. Karena cara  kerja  kedua  saraf  itu  berlawanan,  makamengakibatkan keadaan yang normal.

Epinefrin  (Adrenalin)

Epinefrin  merupakan  neurotransmiter  sistem  saraf,  tergolong  katekolamin. Epinefrin  sebagian  besar dihasilkan  oleh  serabut  postganglionik  simpatis, perannya  pada  divisi  simpatis    Sistem  Saraf  Otonom. Epinefrin  yang  tergolong katekolamin, merupakan  gugus  amin  yang  berikatan  dengan  kelompok 3,4 – dihydroxybenzene  dan  mempunyai  ikatan  metil  pada  rantai nitrogen amin,  bersifat simpatomimetik (Mycek,  M.  J, 2000).

Epinefrin  yang  berperan  dominan  pada  saraf  simpatis, dilepaskan  dalam jumlah  relatif  lebih  besar  ketika  tubuh  memberikan  respon  terhadap  stimulus ”fight  or  flight”. Istilah  ini  dipakai  untuk  menggambarkan  ketika  tubuh mengalami  perubahan  dalam  keadaan   stres,  keadaan  bersifat  gawat, seperti trauma, ketakutan, hipoglikemi, kedinginan  dan  olahraga.1Istilah lain  yang  dipakai adalah  ergotropik  yaitu  suatu  keadaan  di  mana  tubuh  memerlukan  energi  yang bersifat mendadak dan tercukupi (Katzung  BG, 2004).

Sumber  Epinefrin

Epinefrin  dihasilkan  oleh  sebagian  besar  saraf  simpatis  postganglionik, sehingga  seringkali  saraf  ini  juga  disebut  saraf  adrenergik.  Selain  oleh  serabut simpatis  postganglionik,  epinefrin  juga  dikeluarkan  oleh  kelenjar  medulla  adrenal dan  berfungsi  sebagai  hormon.  Sel-sel  medula  adrenal  secara  embriologis merupakan  analog  terhadap    saraf  simpatis  postganglionik,  sehingga  mampu membuat  dan  melepaskan    epinefrin  dan  norepinefrin (Katzung  BG, 2004).

Di  dalam medulla adrenal, norepinefrin  dimetilasi  menjadi  epinefrin,  kemudian  epinefrin dan  norepinefrin tersebut   disimpan  dalam  sel-sel  kromafin.  Ketika  medulla  adrenal terstimulasi, maka  epinefrin  keluar  sebanyak  85%  dan  norepinefrin  sebanyak 15% (Hoffman  BB  and  Taylor  P, 2005).

Hal  yang  juga  penting  untuk  diperhatikan  bahwa  epinefrin  juga  dilepaskan bersama  dengan  co-transmiter  lain  dalam  jumlah kecil,  diantaranya  ATP, dopamine β hydroxylase dan senyawa  peptide (Craig  CR, 2004). 

 Di  susunan  saraf  pusat  neuron  noradrenergik  terdapat  di  pons  dan  formatio retikularis.  Serabut  saraf  ini  mempersarafi  korteks  serebri,  subkortikal  dan spinomedularis.  Norepinefrin  ditemukan  dalam  jumlah  banyak  di  dalam hipotalamus  dan  area  sistem  limbik.  Katekolamin  endogen  di  area  otak  dikonversi menjadi epinefrin     (Craig  CR, 2004). 

Pembuatan,  Penyimpanan  dan  Pelepasan  Epinefrin

Tirosin  merupakan  salah  satu  asam  amino  esensial  yang  dapat  masuk  ke dalam  sitoplasma  akson  serabut  simpatis  postganglionik  mekemudiani  sodiumdependent  carrier,  kemudian  dihidroksilasi  oleh  enzim  tirosin  hidroksilase, sehingga  menghasilkan  dihidroksifenilalanin  (DOPA) (Mycek,  M.  J, 2000).

Perubahan  ini  dapat dihambat  oleh  analog  tirosin  yaitumetyrosine.  DOPA  terdekarboksilasi  sehingga dihasilkan Dopamin (Hoffman  BB  and  Taylor  P, 2005).

Dopamin  yang  terbentuk,  masuk  ke  dalam  vesikel  mekemudiani  amine transporter  system  yang  terdapat  pada  dinding  vesikel.  Protein  carrier  ini  dapat dihambat  oleh  reserpin  alkaloid.  Selanjutnya,  di  dalam  vesikel,  dopamin dihidroksilasi  oleh  enzim   dopamine-β-hydroxylase  menjadi   norepinefrin. Norepinefrin  yang  terbentuk  disimpan  dalam  vesikel  sampai  terjadi  stimulasi. Tidak  semua  norepinefrin  disimpan  dalam  vesikel,  beberapa  diantaranya  terdapat pada sitoplasma.

Catatan : mekanisme  dan  tempat kerja obat  adrenergik

1.  Reserpin: meng-inhibisi  up take  dopamine  ke  dalam vesikel

2.  Guanetidin  dan  bretylium :  meng-inhibisi  pelepasan NE

3.  Imipramin dan kokain: menginhibisi perpindahan NE dari reseptor.

Pelepasan  transmiter  tergantung  dari  kadar  ion  kalsium  ekstraseluler. Pelepasan  akan  terjadi  ketika  potensial  aksi  mencapai  terminal  akson  dan menyebabkan  terjadinya  influks  ion  Ca2+.  Peningkatan  kadar  ion  Ca2+  intraseluler menyebabkan  tidak  stabilnya  vesikel,  ion-ion  ini  berinteraksi  dengan  protein  pada membran  vesikel.  Akibatnya  terjadi  fusi  antar  membran  vesikel  dengan  membran terminal  akson.  Dijelaskan  sebagai  berikut,  telah  terjadi  interaksi  antara  VAMPs (vesicle-associated  membrane  proteins)  dengan  synaptotagmindansynaptobrevin dan  beberapa  protein  dari  membran  terminal  akson-  SNAPs  (synaptosomeassociated  proteins),  SNAP-25  dansyntaxin.  Adanya  fusi  tersebut,  menyebabkan vesikel  mengeluarkan  transmiter  dan  co-transmiter  ATP,  dopamine-β-hydroxylase dan  senyawa  peptida  dalam  jumlah  kecil  ke  dalam  sinaps.  Proses  pelepasan  ini dapat dihambat oleh guanethidine   (Mycek,  M.  J, 2000).

Regulasi Epinefrin

a.    Epinefrin  (Adrenalin)

Regulasi  ini  berupa  negative  feedback  mekemudiani  ikatan  NE  dengan  reseptor   2 yang  terdapat  pada  saraf  noradrenergic  terminal.  Reseptor  ini  teraktivasi  dengan NE  dan  molekul  yang  mirip  dengan  NE,  aktivasinya  menghentikan  pelepasan  NE lebi   h  lanjut.  Di  lain  pihak  reseptor    presinaptik  memfasilitasi  pelepasan  NE. Reseptor ini disebut autoreseptor (Hoffman  BB  and  Taylor  P, 2005).

b.     Regulasi  pascasinaptik   

Regulasi pascasinaptik berlangsung  dengan dua  mekanisme:

1.     Aktivitas reseptor primer Aktivitas  ini  berupa  up  atau  down-regulation:  termasuk  perubahan  jumlah  dan desensitisasi (perubahan  efisiensi) reseptor.

Mekanisme  ini  merupakan  respon  terhadap  penurunan  atau  peningkatan aktivitas reseptor.

2.     Regulasi temporer berkaitan dengan kejadian tertentu

Regulasi  ini  melibatkan  modalitas  reseptor-transmiter  primer  yang  setiap tahapnya  diinduksi  oleh  transmiter  yang  sama  ataupun  yang  berbeda  pada reseptor paska sinaptik yang berbeda        (Mycek,  M.  J, 2000).

Penghentian Kerja Epinefrin

Norepinefrin  dapat  berhenti  memberikan  efeknya  dengan  beberapa  cara, diantaranya:

a.  Berdifusi keluar  dari  ruang  sinaps,  kemudian  memasuki  sirkulasi darah.

b.  Dimetabolisme  oleh enzim catechol-O-methyl  transferase (COMT), yang berhubungan dengan sel membran postsynaptic di ruang sinaps.

c.   Diambil  oleh  sistem  re-uptake,  kembali  memasuki  neuron.  Proses pengambilan  ini  melibatkan  Na+-K+activated  ATPase,  yang  dapat  dihambat oleh  cocaine  dan  antidepresan  trisiklik  sepertiimipramine.  Ketika  norepinefrin kembali  memasuki  sitoplasma,  norepinefrin  dapat  dipindahkan  ke  dalam vesikel  adrenergik  melalui  protein  carrier  ataupun  dimetabolisme  di  dalam mitokondria  oleh  enzim  monoamine  oxidase  (MAO)(Gambar  2.4) Metabolitnya  dibuang  melalui  urine  dalam  bentuk  metanefrin,  normetanefrin dan  vanillylmandelic  acid  (VMA).  Sehingga,  seringkali    perkiraan  perubahan katekolamin dapat diukur dari urine 24 jam              (Hoffman  BB  and  Taylor  P, 2005).

Modifikasi Farmakologik  pada Fungsi  Otonom   

Obat  adrenergik  adalah  obat  yang  mempengaruhi  sistem  adrenergik, termasuk  simpatomimetik  yang  efeknya  menyerupai  aksi  system  simpatis  dan simpatolitik yang efeknya menghambat atau menekan aksi sistem simpatis (Katzung  BG, 2004).

Mekanisme  kerja  obat simpatomimetik (Agonis adrenergik) : (Craig  CR, 2004). 

1.  Memfasilitasi pelepasan  neurotransmitter (  amfetamin)

2.  Menghambat re-uptake  (reserpin)

3.  Agonis reseptor (fenilefrin)

Mekanisme  kerja  obat simpatolitik (Antagonis adrenergik):

1.    Menghambat sintesa  neurotransmitter (carbidopa)

2.    Mengganggu penyimpanan di dalam vesikel (guanetidin)

3.    Antagonis reseptor (femtolamin)

 

 

 

 

 

 

Efek Farmakologi Agonis Adrenergik

Efinefrin

Epinefrin  mampu  berikatan  dengan  reseptor  α  (α1  ,  α2)  dan  reseptor  β  (β1, β2) dengan baik (Mycek,  M.  J, 2004).

a)    Efek Kardiovaskular

Epinefrin mempunyai  kemampuan  meningkatkan  kekuatan kontraktilitas  otot  jantung  (inotropik  positif  (+) dan  juga meningkatkan  frekuensi  denyut  jantung  (kronotropik  +),  sesuai dengan  efek  stimulasinya  terhadap  reseptor  β1.  Akibatnya,  cardiac output  pun  meningkat.  Efek  ini  mengakibatkan  permintaan  miokard terhadap oksigen semakin meningkat.

Selain  itu,  epinefrin  juga  mampu  mengakibatkan  vasokontriksi arteriola  yang  terdapat  di  kulit,  membran  mukosa  dan  viscera.  Efek α1   mampu  menyebabkan  dilatasi  pembuluh  darah  di  sekitar  otot skelet.  Efek-efek  ini  berakumulasi  dan  menyebabkan  peningkatan tekanan sistolik dan juga penurunan diastolik

b)    Efek Respiratori

Epinefrin  menyebabkan  bronkhodilatasi  dengan  berikatan  langsung dengan reseptor β2. Efek ini mampu  menanggulangi bronkhokonstriksi  akibat  stimulasi  histamin  (alergi),  maupun  dalam kasus  syok  anafilaktik.  Selain  itu,  efek  epinefrin  mampu menanggulangi  keadaan  dyspneu  pada  serangan  asma  akut  dan meningkatkan volume  tidal pernafasan

c)    Hiperglikemia

Epinefrin  mempunyai  efek  hiperglikemik  yang  cukup  signifikan, diakibatkan  kemampuannya  untuk  berikatan  dengan  reseptor  β2 sehingga  meningkatkan  glikogenolisis  dalam  hepar,  meningkatkan pelepasan  glukagon  dan  menurunkan  pelepasan  insulin  (efek  α2). Efek ini dimediatori oleh mekanisme siklik AMP.

d)    Lipolisis

Epinefrin  mampu  menginisiasi  lipolisis  pada  jaringan  adiposa,  akibat ikatannya  pada  reseptor  β1.  Setelah  berikatan  dengan  reseptor tersebut,  epinefrin  mampu  mengaktivasi  adenylil  siklase  untuk meningkatkan  siklik  AMP,  sehingga  kadar  siklik  AMP  yang  tinggi mampu  menstimulasi  lipase  yang  bekerja  untuk  menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Farmakokinetik

Epinefrin  seperti  halnya  katekolamin  yang  lain  dimetabolisme  oleh  enzim COMT  dan  MAO,  sehingga  jalur  pemberian  per  oral  sangat  tidak  efektif.  Jalur pemberian  lain  dapat  diberikan  melalui  intravena,  inhalasi,  subkutan  atau  secara topikal.  Metabolit  akhir  yang  berupa  metanefrin  dan  asam  vanilil  mandelik  dapat ditemukan dalam urine (Mycek,  M.  J, 2004).

Indikasi

 Efeknya  yang  cukup  kuat,  mampu  menanggulangi  keadaan  dyspneu  akibat bronkhospasme  dan  juga  merupakan  obat  pilihan  untuk  kasus  syok  anafilaktik. Dalam  oftalmologi,  epinefrin  seringkali  digunakan    secara  topikal  sebagai  terapi glaukoma.  Obat  ini  mampu  mengurangi  produksi  aquaeous  humor  dengan  cara pengkonstriksian  pembuluh  darah  badan  siliaris.  Sehingga,  tekanan  intraokular pun  akan  berkurang.  Di  samping  itu,  epinefrin  juga  digunakan  dalam  pemberian obat  lokal  anestetik  untuk  memperpanjang  (duration  of  action)  DOA  efek anestetik obat tersebut (Mycek,  M.  J, 2004).

Efek Samping

Gangguan SSP seperti tegang, gelisah, ketakutan, sakit kepala dan tremor. Selain itu, epinefrin juga mampu mengakibatkan cardiac arythmia, edema paru dan juga perdarahan akibat meningkatnya tekanan darah (Mycek,  M.  J, 2004).

B. Klasifikasi Hewan Uji

Mencit (Mus Musculus)

Kingdom               : Animalia

Filum                     : Chordata

Subfilum               : Vertebrata

Kelas                     : Mamalia

Ordo                       : Rodentia

Familia                  : Muridae

Genus                   : Mus

Spesies                 : Mus musculus

C. Uraian Bahan

1.    Atropin  sulfat ( Ditjen POM, 1979 hal : 98)

Nama resmi                : ATROPINI SULFAS

Nama lain                   : Atropina sulfat

RM/BM                        : C23H462O6.H2SO4.H20 / 694,85

Pemerian                  : Hablur tidak berwarna atau serbuk putih, tidak berbau, sangat beracun.

 Kelarutan                  : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam lebih  kurang 3 bagian etanol (90 %) P, sukar larut dalam kloroform P, praktis tidak larut dalam eter P dan dalam benzen P.

Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.

Khasiat                         : Parasimpatolitikum

Dosis maksimum        : Sekali 1 mg, sehari 3 mg.

 

 

 

2.    Aqua Pro Injectione (Ditjen POM, 1979 hal : 97)

Nama resmi                :  AQUA PRO INJECTIONE

Nama lain                   : Air untuk Injeksi

Pemerian                  : Keasaman-kebasaan, Amonium, Besi, Tembaga, Timbul, Kalsium, Klorida, Nitrat, Sulfat, Zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada Aqua destillata.

 Penyimpanan           : Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam wadah tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.

Kegunaan                   : Sebagai pelarut.

3.    Efinefrin ( Ditjen POM, 1979 hal : 238)

Nama resmi                : EPINEPHRINUM

Nama lain                   : Epinefrina, Adrenalina

RM/BM                        : C9H13NO3 / 183,21

Pemerian                   : Serbuk hablur renik, putih atau putih gading.

Kelarutan              :  Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam  etanol (95%) P dan dalam eter P, mudah larut dalam larutan asam mineral. Dalam natrium hidroksida P dan dalam kalium hidroksida P, tetapi tidak larut dalam larutan amonis dan dalam alkali karbonat. Tidak stabil dalam alkali atau netral, berubah menjadi merah  jika kena udara.

Penyimpanan     : Dalam wadah tertutup rapat berisi nitrogen, terlindung dari cahaya.

Khasiat                       : Simpatomimetik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

A.  Alat dan Bahan

Adapun alat yang  digunakan yaitu hanskun, kanula, lap kasar, lap halus, spoit, dan stopwatch.

Adapan bahan yang digunakan yaitu efineprin.

B. Prosedur kerja

1.    Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

2.    Disiapkan 4 ekor hewan coba (mencit)

3.    Dilakukan perhitungan dosis

4.    a. Mencit 1 : Epinefrin secara oral sebanyak 0,5 ml

b. Mencit 2 : Atropin sulfat secara oral sebanyak 0,5 ml

c. Mencit 3 : Epinefrin secara oral sebanyak 0,5 ml

d. Mencit 4:  Atropin sulfat secara oral sebanyak 0,5 ml

5.    Dilakukan pengamatan pada setiap mencit

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A.   Tabel hasil pengamatan

Tabel hasil pengamatan obat epinefrin

Efek

0’

30’

60’

90’

Ket

Midriasis

 

 

 

 

 

Miosis

 

 

 

 

 

Vasokontriksi

 

+++

+++

+++

 

Vasodilatasi

 

 

 

 

 

Bronkokontriksi

 

 

 

 

 

Bronkodilatasi

 

 

 

 

 

Diare

 

 

+

 

 

Urinasi

 

 

++

 

 

Saliva

 

 

 

 

 

Tremor

 

+++

+

 

 

Grooming

 

+++

++

+++

 

Straub

 

+

+

+

 

Keterangan :

+++ : banyak sekali

++    : banyak

+      : ada

 

B. Perhitungan dan pengenceran

1.    Perhitungan dosis

Jadi     =

2.    Pengenceran

Pengenceran Epinefrin (dosis 1 ml)

            1ml         4 ml

 

                            0,4          5 ml

                        (0,1)

        0,5              5 ml

                              (0,01)

    0,5 (IP)

                                                                (0,001)

 

 

 

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam percobaan ini bahan yang digunakan adalah obat epinefrin yang diberikan secara oral terhadap hewan uji mencit . Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 9 0 menit diperoleh data  menimbulkan berbagai efek dari obat-obat tersebut seperti grooming (mengusap-usap wajah dan mulut), ada diare, tremor, vasokontriksi yang dapat dilihat dari pucatnya telinga hewan coba mencit, dan ada urinasi.

            Jika dilihat dari efek yang ditimbulkan vasokontriksi telah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa efek farmakologi epinefrin  pada efek kardiovaskular ini mempunyai kemampuan meningkatkan kekuatan kontraktilitas otot jantung dan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung. Selain itu, epinefrin juga mampu mengakibatkan vasokontriksi arteriola yang terdapat di kulit, membran mukosa dan viscera             (Mycek, M.J. Harve y, R.A and Champe, P.C. 2000). Sedangkan efek tremor dan adanya urinasi   terjadi karena efek samping yang dihasilkan dari obat epinefrin tersebut hal ini telah sesuai dengan literatur bahwa efek samping dari epinefrin adalah tremor dan pengeluaran urin berkurang, nyeri kepala dan k etakutan (Mycek, M.J. Harvey, R.A and Champe, P.C. 2004). Untuk efek adanya diare yang terjadi sekali saja merupakan efek farmakonidamik yang ditimbulkan dari obat-obat simpatik sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa efek farmakodinamik yang dihasilkan adalah feses kurang dan hal tersebut kurang diamati dan memang diare terjadi hanya satu kali saja. Begitu pula dengan efek grooming dan pucatnya telinga hewan coba mencit karena vasokontriksi, efek tersebut merupakan salah satu efek farmakodinamik dari obat-obat simpatik bahwa efek farmakodinamik pada mencit/tikus salah satunya adalah grooming (mengusap-usap muka) (Dipiro, T J., Talbert, L R., Yee, G C., Matzke, GR Wells., BG Posoy.,LM., 2008).

               

           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan  mekanisme kerja dari obat epinefrin sebagai obat simpatomimetik (Agonis adrenergik) yaitu :

1)  Memfasilitasi pelepasan  neurotransmitter (amfetamin)

2)  Menghambat re-uptake  (reserpin)

3)  Agonis reseptor (fenilefrin)

Dan efek obat epinefrin yang ditimbulkan yaitu vasokontriksi, ada diare,grooming, tremor, telinga hewan coba menjadi pucat, dan ada urinasi. Efek yang ditimbulkan tersebut merupakan suatu efek obat simpatik itu sendiri baik efek farmakodinamik dan efek samping.

B. Saran

Sebaiknya alat dan bahan serta perangkat lab yang dapat menunjang kegiatan praktikum di tingkatkan lagi dan dilengkapi lagi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Craig  CR,  Introduction  to  Central  Nervous  System  Pharmacology,  in  Modern Pharmacology  with  Clinical  Application  6th  ed.  2004.  Lippincott  Williams  & Wilkins, Philadelphia, pp. 281-288.

 

Dipiro, T J., Talbert, L R., Yee, G C., Matzke, GR Wells., BG Posoy.,LM., 2008. Pharmacotherapy, A Pathofhysiologic Approach, seventh edition, Mc Grow Hill Companies : USA.

 

Dirjen POM, 1979. Farmakope Indoesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta.

 

Hoffman  BB,  Adrenoceptor-Activating  and  Other  Sympatomimetic  Drugs  in Basic  and  Clinical  Pharmacology,  9th  ed.  2004.  McGraw-Hill,  San  Francisco, pp.122-159.

 

Hoffman  BB  and  Taylor  P,  Neurotransmission  The  Autonomic  and  Somatic Motor  Nervous  System  in  Goodman  and  Gilman’s  The  Pharmacological  Basis of  Therapeutics, 10th  ed.  2005.  McGraw-Hill, USA, pp. 115-149.

 

Katzung  BG,  Autonomic  Drugs,  in  Basic  and  Clinical  Pharmacology,  9th ed.2004.  McGraw-Hill, San Francisco, pp. 75-93.

 

Mycek,  M.  J.  Harvey,  R.A.  and  Champe,P.C.  Lippincott’S  Illustrated Reviews:  Pharmacology  2nd  edition.  2000.  Lippincott  Williams  &  Wilkins, Philadelphia, pp. 27-34, 55-79

 

Mycek,  M.  J.  Harvey,  R.A.  and  Champe,P.C.  Farmakologi Ulasa Bergambar.  2001.  Lippincott  Williams  &  Wilkins, Philadelphia, pp. penerjemah Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika.

 

Mycek,  M.  J.  Harvey,  R.A.  and  Champe,P.C.  Lippincott’S  Illustrated Reviews:  Pharmacology  2nd  edition.  2004. 

 

Nur Aisyah Iis, Nursyamsiyah Santi, 2013. Sistem Saraf Pada Manusia.. Sekolah Tinggi Farmasi Bandung: Bandung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

Perlakuan :  pengamatan efek yang ditimbulkan dari obat epinefrin

Perlakuan :  Pemberian obat Epinefrin pada hewan uji Mencit

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uraian Bahan Laporan Analisis Farmasi

B.   Uraian Bahan 1.   Aquadest ( FI . III ; 96) Nama resmi           :   AQUA DESTILLATA Nama lain             :   Air suling R M /B M                   :   H 2 O / 18.02 Pemerian   ....... : .. Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,   tidak   mempunyai rasa Kelarutan               :   Larut dengan semua jenis larutan Penyimpanan      :   Dalam wadah tertutup baik Kegunaan                         :   Sebagai pelarut 2.   H Cl ( FI. III ; 53 ) Nama resmi             : ACI...

Uraian Sampel Aquadest ( Ditjen POM, 1995)

  B. Uraian Sampel 1.     Aquadest ( D itjen POM , 1995) Nama resmi                            : AQUADESTILLATA Nama lain                               : air suling RM/BM                                    : H 2 O / 18,02 R B                                           : H – O - H   Pemeria n      ...

Ayat-ayat Al-Qur’an mengenai ilmu kimia/farmasi

  BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di dalam Al-Qur’an terdapat kandungan yang merujuk pada fenomena-fenomena alamiah yang dapat dijumpai manusia dalam kehidupan sehari-hari. Al-Quran merupakan Kalamullah (Perkataan/Firman Allah S.w.t) yang bagi kita ummat muslim sudah tidak ada keraguan padanya. Al-Quran banyak sekali menyimpan rahasia dan seiring dengan perkembangan zaman, berjalanya waktu maka semakin membuktikan kebenaran Kitab Allah S.w.t. Di dalam Al-Quran tentunya sangat menganjurkan kita untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan nya dengan sebaik-baiknya. Terkhusus kali ini kita akan memperluas khasanah pengetuhuan kita tentang ilmu kimia atau farmasi serta pentingnya memelihara kebersihan bagi seorang muslim, yang tentunya semakin membuktikan keben a ran dan InsyaAllah akan men am bah keimanan kita akan kitabullah Al-quran al kariim. B.      Rumusan Masalah 1.       Apa itu ilmu kimia/...