BAB
I
PEDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap manusia
memiliki sistem saraf yang bekerja pada tubuhnya. Sistem saraf adalah sistem
yang terdiri dari otak, sumsum tulang belakang, dan jaringan kompleks neuron.
Sistem ini bertanggung jawab untuk mengirim, menerima, dan menafsirkan
informasi dari semua bagian tubuh. Sistem saraf memonitor dan mengkoordinasikan
fungsi organ internal dan merespon perubahan dalam lingkungan eksternal. Sistem
saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.
Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang
mewakili persarafan motorik dari otot polos, otot jantung dan sel-sel kelenjar.
Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh
kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa organ
tubuh, seperti jantung, pembuluh darah, ginjal dan pupil mata, lambung dan
usus. Sistem ini dapat dipacu (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh senyawa
obat.
Sistem ini terdiri dari dua komponen fisiologis dan
anatomis yang berbeda, yang saling bertentangan yaitu sistem simpatik dan
parasimpatik. Sistem saraf simpatik mekanisme kerjanya menggunkan suatu zat
kimia adrenalin sehingga disebut saraf adrenergik. Senyawa yang dapat memicu
disebut senyawa parasimpatomimetik atau kolinergik sedangkan senyawa yang menghambat
disebut senyawa parasimpatomimetik atau antikolinergik sedangkan yang dapat
memacu saraf adrenergik disebut senyawa simpatomimetik.
B.
Maksud dan Tujuan
1.
Maksud percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini
adalah mengetahui dan memahami cara kerja obat yang bekerja pada sistem saraf otonom dan efek
yang ditimbulkan.
2.
Tujuan percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara
kerja obat yang bekerja pada sistem
saraf otonom dan efek yang ditimbulkan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Teori Umum
1.
Sistem Saraf
Sistem saraf
merupakan salah satu
sistem koordinasi yang
bertugas menyampaikan
rangsangan dari reseptor
untuk dideteksi dan
direspon oleh tubuh.
Sistem saraf memungkinkan makhluk
hidup tanggap dengan
cepat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungan luar maupun dalam.Untuk
menanggapi rangsangan, ada
tiga komponen yang
harus dimiliki oleh
sistem saraf, yaitu
sebagai berikut : (Nur Aisyah Iis, 2013).
1. Reseptor, adalah
alat penerima rangsangan
atau impuls. Pada
tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ
indera.
2. Penghantar impuls,
dilakukan oleh saraf
itu sendiri. Saraf
tersusun dari berkas serabut penghubung
(akson). Pada serabut
penghubung terdapat sel-sel
khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
3.
2.
Fungsi saraf
Fungsi
saraf adalah sebagai berikut: (Nur Aisyah Iis, 2013).
a. Menerima rangsangan (oleh indera).
b. Meneruskan
impuls saraf ke sistem saraf pusat (oleh saraf
sensorik).
c. Mengolah rangsangan untuk menentukan tanggapan (oleh
sistem saraf pusat).
d. Meneruskan
rangsangan dari sistem saraf pusat ke efektor (oleh saraf motorik).
SEL
SARAF
1.
Neuron
Sistem
saraf terdiri atas
sel-sel saraf yang
disebut neuron. Neuron
bergabung membentuk suatu jaringan
untuk mengantarkan impuls
(rangsangan). Satu sel
saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson (Nur Aisyah Iis, 2013).
a) Badan sel
Badan
sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel
berfungsi untuk menerima rangsangan dari denrit dan meneruskannya ke akson.
Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom, badan
golgi, lisosom, dan
badan nisel. Badan
nisel merupakan kumpulan
retikulum endoplasma tempat transportasi sintesis protein.
b) Dendrit
Dendrit
adalah serabut sel
saraf pendek dan
bercabang-cabang. Dendrit
merupakan perluasan dari
badan sel. Dendrit
berfungsi untuk menerima
dan mengantarkan rangsangan
ke badan sel.
c) Akson
Akson
disebut neurit. Neurit
adalah serabut sel
saraf panjang yang
merupakan perjuluran
sitoplasma badan sel.
Di dalam neurit
terdapat benang-benang halus yang
disebut neurofibril. Neurofibril
dibungkus oleh beberapa
lapis selaput mielin yang
banyak mengandung zat
lemak dan berfungsi
untuk mempercepat jalannya rangsangan.
Selaput mielin tersebut
dibungkus oleh sel-sel
sachwann yang akan membentuk
suatu jaringan yang
dapat menyediakan makanan
untuk neurit dan membantu
pembentukan neurit. Lapisan
mielin sebelah luar
disebut neurilemma yang melindungi
akson dari kerusakan.
Bagian neurit ada
yang tidak dibungkus oleh
lapisan mielin. Bagian
ini disebut dengan
nodus ranvier dan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan.
Ada tiga
macam sel saraf
yang dikelompokkan berdasarkan
struktur dan fungsinya, yaitu: (Nur Aisyah Iis, 2013).
1) Sel saraf
sensorik,
adalah sel saraf
yang berfungsi menerima
rangsangan dari reseptor yaitu
alat indera
2) Sel
saraf motorik, adalah
sel saraf yang
berfungsi mengantarkan
rangsangan ke efektor
yaitu otot dan
kelenjar. Rangsangan yang
diantarkan berasal atau diterima
dari otak dan
sumsum tulang belakang. Perbedaan struktur
dan fungsi dari
ketiga jenis sel
saraf tersebut lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel di
bawah Tabel Perbedaan sel saraf sensorik, penghubung, dan motorik.
3) Sel saraf
penghubung
adalah sel saraf
yang berfungsi menghubungkan
sel saraf satu dengan
sel saraf lainnya.
Sel saraf ini
banyak ditemukan di
otak dan sumsum tulang
belakang. Sel saraf
yang dihubungkan adalah
sel saraf sensorik dan
sel saraf motorik.Saraf
yang satu dengan
saraf lainnya saling berhubungan. Hubungan
antara saraf tersebut
disebut sinapsis. Sinapsis
ini terletak antara dendrit
dan neurit. Bentuk
sinapsis seperti benjolan
dengan kantung-kantung yang berisi
zat kimia seperti
asetilkolin (Ach) dan
enzim kolinesterase. Zat-zat
tersebut berperan dalam
mentransfer impuls pada sinapsis.
2.
Impuls
Impuls
adalah rangsangan atau
pesan yang diterima
oleh reseptor dari
lingkungan luar, kemudian dibawa
oleh neuron. Impuls
dapat juga dikatakan
sebagai serangkaian pulsa elektrik
yang menjalari serabut
saraf (Nur Aisyah Iis, 2013).
Contoh
rangsangan adalah sebagai berikut : (Nur Aisyah Iis, 2013).
1) Perubahan
dari dingin menjadi panas.
2) Perubahan
dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.
3) Berbagai
macam aroma yang tercium oleh hidung
4) Suatu
benda yang menarik perhatian.
5) Suara bising.
6) Rasa asam, manis, asin dan pahit pada
makanan.
Impuls yang diterima
oleh reseptor dan
disampaikan ke efektor
akan menyebabkan terjadinya gerakan
atau perubahan pada
efektor.
Gerakan tersebut
adalah sebagai berikut (Nur Aisyah Iis, 2013).
Sistem
saraf Perifer
Susunan saraf tepi
terdiri atas serabut
saraf otak dan
serabut saraf sumsum tulang
belakang (spinal). Serabut
saraf sumsum dari
otak, keluar dari
otak sedangkan serabut saraf
sumsum tulang belakang
keluar dari sela-sela
ruas tulang belakang. Tiap
pasang serabut saraf
otak akan menuju
ke alat tubuh
atau otot, misalnya ke
hidung, mata, telinga,
dan sebagainya. Sistem
saraf tepi terdiri
atas serabut saraf sensorik dan
motorik yang membawa impuls saraf menuju ke dan dari sistem saraf
pusat.
Sistem
saraf tepi dibagi
menjadi dua, berdasarkan
cara kerjanya, yaitu sebagai
berikut :
1) Sistem
Saraf Sadar
Sistem
saraf sadar bekerja
atas dasar kesadaran
dan kemauan kita. Ketika
Anda makan, menulis,
berbicara, maka saraf
inilah yang
mengkoordinirnya. Saraf ini
mene-ruskan impuls dari
reseptor ke sistem saraf
pusat, dan meneruskan
impuls dari sistem
saraf pusat ke
semua otot kerangka tubuh.
Sistem saraf sadar
terdiri atas 12
pasang saraf kranial,
yang keluar dari otak
dan 31 pasang
saraf spinal yang
keluar dari sumsum
tulang belakang 31 pasang
saraf spinal .Saraf
olfaktori, saraf optik,
dan saraf auditori.
Saraf-saraf ini merupakan saraf sensori.
a. Saraf okulomotori,
troklear, abdusen, spinal,
hipoglosal. Kelima saraf tersebut merupakan saraf motorik.
b. Saraf trigeminal,
fasial, glossofaringeal, dan
vagus. Keempat saraf tersebut merupakan
saraf gabungan dari
saraf sensorik dan
motorik. Agar lebih memahami
tentang jenis-jenis saraf kranial.
2) Sistem
Saraf Tak Sadar (Otonom)
Sistem saraf
ini bekerja tanpa
disadari, secara otomatis,
dan tidak di bawah
kehendak saraf pusat.
Contoh gerakan tersebut
misalnya denyut jantung, perubahan
pupil mata, gerak
alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan
lain-lain. Kerja saraf
otonom ternyata sedikit
banyak dipengaruhi oleh hipotalamus
di otak. Coba
Anda ingat kembali
fungsi hipotalamus yang sudah
dijelaskan di depan.
Apabila hipotalamus dirangsang,
maka akan berpengaruh
terhadap gerak otonom
seperti contoh yang telah
diambil, antara lain
mempercepat denyut jantung,
melebarkan pupil mata, dan
menghambat kerja saluran
pencernaan.Sistem saraf otonom ini
dibedakan menjadi dua.
a) Sistem
Saraf
Simpatik
Saraf
ini terletak di
depan ruas tulang
belakang. Fungsi saraf ini
terutama untuk memacu
kerja organ tubuh,
walaupun ada beberapa yang
malah menghambat kerja
organ tubuh. Fungsi memacu, antara
lain mempercepat detak
jantung, memperbesar pupil mata,
memperbesar bronkus. Adapun
fungsi yang menghambat, antara
lain memperlambat kerja
alat pencernaan, menghambat
ereksi, dan menghambat kontraksi kantung
seni.
b) Sistem
Saraf Parasimpatik
Saraf
ini memiliki fungsi
kerja yang berlawanan
jika dibandingkan dengan saraf
simpatik. Saraf parasimpatik
memiliki fungsi, antara lain
menghambat detak jantung,
memperkecil pupil mata, memperkecil
bronkus, mempercepat kerja
alat pencernaan, merangsang ereksi, dan
mepercepat kontraksi kantung seni. Karena cara kerja
kedua saraf itu
berlawanan, makamengakibatkan
keadaan yang normal.
Epinefrin
(Adrenalin)
Epinefrin merupakan
neurotransmiter sistem saraf,
tergolong katekolamin.
Epinefrin sebagian besar dihasilkan oleh
serabut postganglionik simpatis, perannya pada
divisi simpatis Sistem
Saraf Otonom. Epinefrin yang
tergolong katekolamin, merupakan
gugus amin yang
berikatan dengan kelompok 3,4 – dihydroxybenzene dan
mempunyai ikatan metil
pada rantai nitrogen amin, bersifat simpatomimetik (Mycek, M. J, 2000).
Epinefrin yang
berperan dominan pada
saraf simpatis, dilepaskan dalam jumlah
relatif lebih besar
ketika tubuh memberikan
respon terhadap stimulus ”fight or
flight”. Istilah ini dipakai
untuk menggambarkan ketika
tubuh mengalami perubahan dalam
keadaan stres, keadaan
bersifat gawat, seperti trauma,
ketakutan, hipoglikemi, kedinginan dan olahraga.1Istilah lain yang
dipakai adalah ergotropik yaitu
suatu keadaan di
mana tubuh memerlukan
energi yang bersifat mendadak dan
tercukupi (Katzung BG, 2004).
Sumber Epinefrin
Epinefrin dihasilkan
oleh sebagian besar
saraf simpatis postganglionik, sehingga seringkali
saraf ini juga
disebut saraf adrenergik.
Selain oleh serabut simpatis postganglionik, epinefrin
juga dikeluarkan oleh
kelenjar medulla adrenal dan
berfungsi sebagai hormon.
Sel-sel medula adrenal
secara embriologis merupakan analog
terhadap saraf simpatis
postganglionik, sehingga mampu membuat
dan melepaskan epinefrin
dan norepinefrin (Katzung BG, 2004).
Di dalam medulla adrenal, norepinefrin dimetilasi
menjadi epinefrin, kemudian
epinefrin dan norepinefrin tersebut disimpan dalam
sel-sel kromafin. Ketika
medulla adrenal terstimulasi, maka epinefrin
keluar sebanyak 85%
dan norepinefrin sebanyak 15% (Hoffman BB
and Taylor P, 2005).
Hal yang
juga penting untuk
diperhatikan bahwa epinefrin
juga dilepaskan bersama dengan
co-transmiter lain dalam
jumlah kecil, diantaranya ATP, dopamine – β – hydroxylase dan
senyawa peptide (Craig CR, 2004).
Di
susunan saraf pusat
neuron noradrenergik terdapat
di pons dan
formatio retikularis.
Serabut saraf ini
mempersarafi korteks serebri,
subkortikal dan
spinomedularis. Norepinefrin ditemukan
dalam jumlah banyak
di dalam hipotalamus dan
area sistem limbik.
Katekolamin endogen di
area otak dikonversi menjadi epinefrin (Craig CR, 2004).
Pembuatan,
Penyimpanan dan Pelepasan
Epinefrin
Tirosin merupakan
salah satu asam
amino esensial yang
dapat masuk ke dalam
sitoplasma akson serabut
simpatis postganglionik mekemudiani
sodiumdependent carrier, kemudian
dihidroksilasi oleh enzim
tirosin hidroksilase,
sehingga menghasilkan dihidroksifenilalanin (DOPA) (Mycek, M. J, 2000).
Perubahan ini
dapat dihambat oleh analog
tirosin yaitumetyrosine. DOPA
terdekarboksilasi sehingga
dihasilkan Dopamin (Hoffman BB
and Taylor P, 2005).
Dopamin yang
terbentuk, masuk ke
dalam vesikel mekemudiani
amine transporter system yang
terdapat pada dinding
vesikel. Protein carrier
ini dapat dihambat oleh
reserpin alkaloid. Selanjutnya,
di dalam vesikel,
dopamin dihidroksilasi oleh enzim
dopamine-β-hydroxylase
menjadi norepinefrin.
Norepinefrin yang terbentuk
disimpan dalam vesikel
sampai terjadi stimulasi. Tidak semua
norepinefrin disimpan dalam
vesikel, beberapa diantaranya
terdapat pada sitoplasma.
Catatan :
mekanisme dan tempat kerja obat adrenergik
1. Reserpin: meng-inhibisi up take
dopamine ke dalam vesikel
2. Guanetidin dan
bretylium : meng-inhibisi pelepasan NE
3. Imipramin dan kokain:
menginhibisi perpindahan NE dari reseptor.
Pelepasan transmiter
tergantung dari kadar
ion kalsium ekstraseluler. Pelepasan akan
terjadi ketika potensial
aksi mencapai terminal
akson dan menyebabkan terjadinya
influks ion Ca2+.
Peningkatan kadar ion
Ca2+ intraseluler
menyebabkan tidak stabilnya
vesikel, ion-ion ini
berinteraksi dengan protein
pada membran vesikel. Akibatnya
terjadi fusi antar
membran vesikel dengan
membran terminal akson. Dijelaskan
sebagai berikut, telah
terjadi interaksi antara
VAMPs (vesicle-associated
membrane proteins) dengan
synaptotagmindansynaptobrevin dan
beberapa protein dari
membran terminal akson-
SNAPs (synaptosomeassociated proteins),
SNAP-25 dansyntaxin. Adanya
fusi tersebut, menyebabkan vesikel mengeluarkan
transmiter dan co-transmiter
ATP, dopamine-β-hydroxylase
dan senyawa peptida
dalam jumlah kecil
ke dalam sinaps.
Proses pelepasan ini dapat dihambat oleh guanethidine (Mycek, M. J, 2000).
Regulasi Epinefrin
a.
Epinefrin (Adrenalin)
Regulasi ini
berupa negative feedback
mekemudiani ikatan NE
dengan reseptor 2 yang
terdapat pada saraf
noradrenergic terminal. Reseptor
ini teraktivasi dengan NE
dan molekul yang
mirip dengan NE,
aktivasinya menghentikan pelepasan
NE lebi h lanjut. Di
lain pihak reseptor
presinaptik memfasilitasi
pelepasan NE. Reseptor ini
disebut autoreseptor (Hoffman BB
and Taylor P, 2005).
b.
Regulasi
pascasinaptik
Regulasi
pascasinaptik berlangsung dengan
dua mekanisme:
1. Aktivitas reseptor primer
Aktivitas ini berupa
up atau down-regulation: termasuk
perubahan jumlah dan desensitisasi (perubahan efisiensi) reseptor.
Mekanisme ini merupakan
respon terhadap penurunan
atau peningkatan aktivitas
reseptor.
2. Regulasi temporer berkaitan
dengan kejadian tertentu
Regulasi ini
melibatkan modalitas reseptor-transmiter primer
yang setiap tahapnya diinduksi
oleh transmiter yang
sama ataupun yang
berbeda pada reseptor paska
sinaptik yang berbeda (Mycek, M. J, 2000).
Penghentian Kerja Epinefrin
Norepinefrin dapat
berhenti memberikan efeknya
dengan beberapa cara, diantaranya:
a. Berdifusi keluar dari
ruang sinaps, kemudian
memasuki sirkulasi darah.
b. Dimetabolisme oleh enzim catechol-O-methyl transferase (COMT), yang
berhubungan dengan sel membran postsynaptic di ruang sinaps.
c. Diambil oleh
sistem re-uptake, kembali
memasuki neuron. Proses pengambilan ini
melibatkan Na+-K+activated ATPase,
yang dapat dihambat oleh
cocaine dan antidepresan
trisiklik sepertiimipramine. Ketika
norepinefrin kembali memasuki sitoplasma,
norepinefrin dapat dipindahkan
ke dalam vesikel adrenergik
melalui protein carrier
ataupun dimetabolisme di
dalam mitokondria oleh enzim
monoamine oxidase (MAO)(Gambar
2.4) Metabolitnya dibuang melalui
urine dalam bentuk
metanefrin, normetanefrin dan vanillylmandelic acid
(VMA). Sehingga, seringkali
perkiraan perubahan katekolamin
dapat diukur dari urine 24 jam (Hoffman BB and
Taylor P, 2005).
Modifikasi Farmakologik
pada Fungsi Otonom
Obat adrenergik
adalah obat yang
mempengaruhi sistem adrenergik, termasuk simpatomimetik yang
efeknya menyerupai aksi
system simpatis dan simpatolitik yang efeknya menghambat atau
menekan aksi sistem simpatis (Katzung BG, 2004).
Mekanisme kerja
obat simpatomimetik (Agonis adrenergik) : (Craig CR, 2004).
1. Memfasilitasi pelepasan neurotransmitter ( amfetamin)
2. Menghambat re-uptake (reserpin)
3. Agonis reseptor (fenilefrin)
Mekanisme kerja
obat simpatolitik (Antagonis adrenergik):
1. Menghambat sintesa neurotransmitter (carbidopa)
2. Mengganggu penyimpanan di dalam
vesikel (guanetidin)
3. Antagonis reseptor
(femtolamin)
Efek Farmakologi
Agonis Adrenergik
Efinefrin
Epinefrin mampu
berikatan dengan reseptor
α (α1 ,
α2) dan reseptor
β (β1, β2) dengan baik (Mycek, M. J, 2004).
a) Efek Kardiovaskular
Epinefrin
mempunyai kemampuan meningkatkan
kekuatan kontraktilitas otot jantung
(inotropik positif (+) dan
juga meningkatkan frekuensi denyut
jantung (kronotropik +),
sesuai dengan efek stimulasinya
terhadap reseptor β1.
Akibatnya, cardiac output pun
meningkat. Efek ini
mengakibatkan permintaan miokard terhadap oksigen semakin meningkat.
Selain itu,
epinefrin juga mampu
mengakibatkan vasokontriksi
arteriola yang terdapat
di kulit, membran
mukosa dan viscera.
Efek α1 mampu menyebabkan
dilatasi pembuluh darah
di sekitar otot skelet.
Efek-efek ini berakumulasi
dan menyebabkan peningkatan tekanan sistolik dan juga
penurunan diastolik
b) Efek Respiratori
Epinefrin menyebabkan
bronkhodilatasi dengan berikatan
langsung dengan reseptor β2. Efek ini mampu menanggulangi bronkhokonstriksi akibat
stimulasi histamin (alergi),
maupun dalam kasus syok
anafilaktik. Selain itu,
efek epinefrin mampu menanggulangi keadaan
dyspneu pada serangan
asma akut dan meningkatkan volume tidal pernafasan
c) Hiperglikemia
Epinefrin mempunyai
efek hiperglikemik yang
cukup signifikan,
diakibatkan kemampuannya untuk
berikatan dengan reseptor
β2 sehingga meningkatkan glikogenolisis dalam
hepar, meningkatkan
pelepasan glukagon dan
menurunkan pelepasan insulin
(efek α2). Efek ini dimediatori
oleh mekanisme siklik AMP.
d) Lipolisis
Epinefrin mampu
menginisiasi lipolisis pada
jaringan adiposa, akibat ikatannya pada
reseptor β1. Setelah berikatan
dengan reseptor tersebut, epinefrin
mampu mengaktivasi adenylil
siklase untuk meningkatkan siklik
AMP, sehingga kadar
siklik AMP yang
tinggi mampu menstimulasi lipase
yang bekerja untuk
menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Farmakokinetik
Epinefrin seperti
halnya katekolamin yang
lain dimetabolisme oleh
enzim COMT dan MAO,
sehingga jalur pemberian
per oral sangat
tidak efektif. Jalur pemberian lain
dapat diberikan melalui
intravena, inhalasi, subkutan
atau secara topikal. Metabolit
akhir yang berupa
metanefrin dan asam
vanilil mandelik dapat ditemukan dalam urine (Mycek, M. J, 2004).
Indikasi
Efeknya
yang cukup kuat,
mampu menanggulangi keadaan
dyspneu akibat bronkhospasme dan
juga merupakan obat
pilihan untuk kasus
syok anafilaktik. Dalam oftalmologi,
epinefrin seringkali digunakan
secara topikal sebagai
terapi glaukoma. Obat ini
mampu mengurangi produksi
aquaeous humor dengan
cara pengkonstriksian
pembuluh darah badan
siliaris. Sehingga, tekanan
intraokular pun akan berkurang.
Di samping itu,
epinefrin juga digunakan
dalam pemberian obat lokal
anestetik untuk memperpanjang
(duration of action)
DOA efek anestetik obat tersebut (Mycek, M. J, 2004).
Efek Samping
Gangguan SSP seperti tegang,
gelisah, ketakutan, sakit kepala dan tremor. Selain itu, epinefrin juga mampu
mengakibatkan cardiac arythmia, edema paru dan juga perdarahan akibat meningkatnya
tekanan darah (Mycek, M. J, 2004).
B.
Klasifikasi Hewan Uji
Mencit (Mus Musculus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Familia : Muridae
Genus : Mus
Spesies :
Mus musculus
C.
Uraian Bahan
1.
Atropin sulfat ( Ditjen POM, 1979 hal : 98)
Nama resmi :
ATROPINI SULFAS
Nama lain :
Atropina sulfat
RM/BM :
C23H46N2O6.H2SO4.H20
/ 694,85
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk
putih, tidak berbau, sangat beracun.
Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan
dalam lebih kurang 3 bagian etanol (90
%) P, sukar larut dalam kloroform P, praktis tidak larut dalam eter P dan dalam
benzen P.
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Khasiat : Parasimpatolitikum
Dosis
maksimum : Sekali 1 mg, sehari 3
mg.
2.
Aqua Pro Injectione (Ditjen POM,
1979 hal : 97)
Nama resmi : AQUA PRO INJECTIONE
Nama lain : Air untuk Injeksi
Pemerian :
Keasaman-kebasaan, Amonium, Besi, Tembaga, Timbul, Kalsium, Klorida, Nitrat,
Sulfat, Zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada Aqua destillata.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap. Jika
disimpan dalam wadah tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari
setelah pembuatan.
Kegunaan
: Sebagai pelarut.
3.
Efinefrin ( Ditjen POM, 1979 hal :
238)
Nama resmi : EPINEPHRINUM
Nama lain : Epinefrina, Adrenalina
RM/BM : C9H13NO3
/ 183,21
Pemerian
: Serbuk hablur renik, putih atau putih
gading.
Kelarutan
:
Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol (95%) P dan dalam eter P, mudah larut
dalam larutan asam mineral. Dalam natrium hidroksida P dan dalam kalium hidroksida
P, tetapi tidak larut dalam larutan amonis dan dalam alkali karbonat. Tidak
stabil dalam alkali atau netral, berubah menjadi merah jika kena udara.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat berisi nitrogen, terlindung dari cahaya.
Khasiat :
Simpatomimetik
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
A.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan yaitu hanskun, kanula, lap kasar,
lap halus, spoit, dan stopwatch.
Adapan bahan yang
digunakan yaitu efineprin.
B.
Prosedur kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
yang digunakan
2. Disiapkan 4 ekor hewan
coba (mencit)
3. Dilakukan perhitungan
dosis
4. a. Mencit 1 : Epinefrin
secara oral sebanyak 0,5 ml
b. Mencit 2 : Atropin
sulfat secara oral sebanyak 0,5 ml
c. Mencit 3 : Epinefrin
secara oral sebanyak 0,5 ml
d. Mencit 4: Atropin sulfat secara oral sebanyak 0,5 ml
5. Dilakukan pengamatan
pada setiap mencit
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A.
Tabel hasil pengamatan
Tabel hasil pengamatan obat
epinefrin
Efek |
0’ |
30’ |
60’ |
90’ |
Ket |
Midriasis |
|
|
|
|
|
Miosis |
|
|
|
|
|
Vasokontriksi |
|
+++ |
+++ |
+++ |
|
Vasodilatasi |
|
|
|
|
|
Bronkokontriksi |
|
|
|
|
|
Bronkodilatasi |
|
|
|
|
|
Diare |
|
|
+ |
|
|
Urinasi |
|
|
++ |
|
|
Saliva |
|
|
|
|
|
Tremor |
|
+++ |
+ |
|
|
Grooming |
|
+++ |
++ |
+++ |
|
Straub |
|
+ |
+ |
+ |
|
Keterangan :
+++ : banyak sekali
++ : banyak
+ : ada
B.
Perhitungan dan pengenceran
1. Perhitungan dosis
Jadi =
2. Pengenceran
Pengenceran Epinefrin (dosis 1 ml)
(0,1)
(0,01)
0,5 (IP)
(0,001)
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini bahan yang digunakan adalah obat epinefrin yang
diberikan secara oral terhadap hewan uji mencit . Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan selama 9 0 menit diperoleh data
menimbulkan berbagai efek dari obat-obat tersebut seperti grooming (mengusap-usap
wajah dan mulut), ada diare, tremor, vasokontriksi yang dapat dilihat dari
pucatnya telinga hewan coba mencit, dan ada urinasi.
Jika
dilihat dari efek yang ditimbulkan vasokontriksi telah sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa efek farmakologi epinefrin pada efek kardiovaskular ini mempunyai
kemampuan meningkatkan kekuatan kontraktilitas otot jantung dan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung. Selain itu, epinefrin juga mampu
mengakibatkan vasokontriksi arteriola yang terdapat di kulit, membran mukosa
dan viscera (Mycek, M.J.
Harve y, R.A and Champe, P.C. 2000). Sedangkan efek tremor dan adanya urinasi terjadi
karena efek samping yang dihasilkan dari obat epinefrin tersebut hal ini telah
sesuai dengan literatur bahwa efek samping dari epinefrin adalah tremor dan
pengeluaran urin berkurang, nyeri kepala dan k etakutan (Mycek, M.J. Harvey,
R.A and Champe, P.C. 2004). Untuk efek adanya diare yang terjadi sekali saja
merupakan efek farmakonidamik yang ditimbulkan dari obat-obat simpatik sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa efek farmakodinamik yang dihasilkan
adalah feses kurang dan hal tersebut kurang diamati dan memang diare terjadi
hanya satu kali saja. Begitu pula dengan efek grooming dan pucatnya telinga
hewan coba mencit karena vasokontriksi, efek tersebut merupakan salah satu efek
farmakodinamik dari obat-obat simpatik bahwa efek farmakodinamik pada
mencit/tikus salah satunya adalah grooming (mengusap-usap muka) (Dipiro, T J.,
Talbert, L R., Yee, G C., Matzke, GR Wells., BG Posoy.,LM., 2008).
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan mekanisme kerja dari obat epinefrin sebagai
obat simpatomimetik (Agonis adrenergik) yaitu :
1) Memfasilitasi pelepasan neurotransmitter (amfetamin)
2) Menghambat re-uptake (reserpin)
3) Agonis reseptor (fenilefrin)
Dan efek obat epinefrin yang ditimbulkan yaitu
vasokontriksi, ada diare,grooming, tremor, telinga hewan coba menjadi pucat, dan
ada urinasi. Efek yang ditimbulkan tersebut merupakan suatu efek obat simpatik
itu sendiri baik efek farmakodinamik dan efek samping.
B.
Saran
Sebaiknya alat dan bahan serta perangkat lab yang dapat menunjang kegiatan
praktikum di tingkatkan lagi dan dilengkapi lagi
DAFTAR PUSTAKA
Craig
CR, Introduction to
Central Nervous System
Pharmacology, in Modern Pharmacology with
Clinical Application 6th
ed. 2004. Lippincott
Williams & Wilkins,
Philadelphia, pp. 281-288.
Dipiro, T J., Talbert, L R., Yee, G C., Matzke, GR Wells.,
BG Posoy.,LM., 2008. Pharmacotherapy, A Pathofhysiologic Approach, seventh
edition, Mc Grow Hill Companies : USA.
Dirjen POM, 1979.
Farmakope Indoesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta.
Hoffman
BB, Adrenoceptor-Activating and
Other Sympatomimetic Drugs
in Basic and Clinical
Pharmacology, 9th ed.
2004. McGraw-Hill, San
Francisco, pp.122-159.
Hoffman
BB and Taylor
P, Neurotransmission The
Autonomic and Somatic Motor
Nervous System in
Goodman and Gilman’s
The Pharmacological Basis of
Therapeutics, 10th ed. 2005.
McGraw-Hill, USA, pp. 115-149.
Katzung
BG, Autonomic Drugs,
in Basic and
Clinical Pharmacology, 9th ed.2004.
McGraw-Hill, San Francisco, pp. 75-93.
Mycek,
M. J. Harvey,
R.A. and Champe,P.C.
Lippincott’S Illustrated
Reviews: Pharmacology 2nd
edition. 2000. Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia, pp. 27-34, 55-79
Mycek,
M. J. Harvey,
R.A. and Champe,P.C.
Farmakologi Ulasa
Bergambar. 2001.
Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia, pp. penerjemah Azwar Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika.
Mycek,
M. J. Harvey,
R.A. and Champe,P.C.
Lippincott’S Illustrated
Reviews: Pharmacology 2nd
edition. 2004.
Nur Aisyah Iis,
Nursyamsiyah Santi, 2013. Sistem Saraf Pada Manusia.. Sekolah Tinggi Farmasi
Bandung: Bandung.
LAMPIRAN
Perlakuan : pengamatan efek yang ditimbulkan
dari obat epinefrin Perlakuan : Pemberian obat Epinefrin pada
hewan uji Mencit
Komentar
Posting Komentar