Langsung ke konten utama

“PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK”

 

Dosen pengampu       :  Nur Alim,S.Si., M.Si., Apt.

 

MAKALAH FARMAKOTERAPI

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Description: Description: 20161026091424

 

 

 

 

 

 

OLEH :

KELOMPOK VI

1.      MUHAJIR                           15031014079

2.      NURFITRIANA                 15031014077

3.      AYU WARDAH                 15031014099

4.      SARINA RINJANI             15031014088

5.      RISMA RAMADHANI      15031014075

6.      FIA OKTAVIANI              15031014086

 

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAM  ALAM

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

MAKASSAR

2017

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah  tentang Penyakit paru obstruktif kronik”.

 Makalah ilmiah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

              Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

              Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Penyakit paru obstruktif kronik”  ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

 

 

 

                Makassar, 29 November 2017

                                                                                               

                                                                                          Penulis

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
  2. Rumusan Masalah
  3. Tujuan

BAB II  PEMBAHASAN

A.    Anatomi fisiologi penyakit paru

B.     Definisi penyakit paru obstruktif kronik

C.     Gejala penyakit paru obstruktif kronik

D.    Penyebab penyakit paru obstruktif kronik

E.     Patofisiologi hipertensi

F.      Faktor Resiko

G.    Algoritma hipertensi    

H.    Penggolongan obat hipertensi

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan

B.     Saran

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang  

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di negara dengan pendapatan tinggi sampai rendah. Menurut World Health Organization (WHO), PPOK menempati urutan ke-4 dan ke-5 bersama HIV/AIDS sebagai penyebab kematian utama di negara maju dan berkembang. Di tahun 2004, terhitung 64 juta orang menderita PPOK di seluruh dunia dan di tahun 2005, 3 juta orang meninggal karena PPOK. Di Amerika Serikat, PPOK menyebabkan masalah kesehatan berat dan beban ekonomi bahkan diperkiran pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ke-3 terbanyak pada pria maupun wanita. Diperkirakan juga di Amerika Serikat terdapat 16 juta penduduk terdiagnosa PPOK dan ada 14 juta penduduk atau lebih yang belum terdiagnosa.

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia  (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan  Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).5Untuk Indonesia, penelitian COPD Working Group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalens  PPOK Indonesia sebesar 5,6%.

Standard baku emas (gold standard) pada PPOK adalah dengan melakukan tes fungsi paru dengan pemeriksaan spirometri. Spirometri tidak hanya berfungsi sebagai alat diagnostik tetapi juga prognostik untuk melihat perbaikan fungsi paru setelah pemberian terapi. Normalnya, pada pasien PPOK terjadi hambatan aliran udara sehingga rasio FEV1/FVC akan mengalami penurunan. Hambatan aliran udara terjadi akibat dari peningkatan sekresi mucus. Semakin rendah rasio FEV1/FVC menandakan semakin tinggi derajat berat PPOK.

 

 

 

B.  Rumusan Masalah

1.         Apa defenisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik ?

2.         Bagaimana anatomi dan fisiologi Penyakit Paru?

3.         Apa saja gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronik ?

4.         Bagaimana patofisologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik?

5.         Apa saja faktor resiko Penyakit Paru Obstruktif Kronik?

6.         Tuliskan algoritma Penyakit Paru Obstruktif Kronik ?

7.         Penggolongan obat Penyakit Paru Obstruktif Kronik?

C.  Tujuan

        1.          Untuk mengetahui defenisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik

        2.          Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi Penyakit Paru

        3.          Untuk mengetahui gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronik

        4.          Untuk mengetahui patofisologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik

        5.          Untuk mengetahui  faktor resiko Penyakit Paru Obstruktif Kronik

        6.          Untuk mengetahui algoritma Penyakit Paru Obstruktif Kronik

        7.          Untuk mengetahui penggolongan obat Penyakit Paru Obstruktif Kronik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya.

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.  

B.     Anatomi dan Fisiologi Paru

Anatomi Paru

Paru-paru adalah organ penting dari respirasi, jumlahnya ada dua, terletak di samping kanan dan kiri mediastinum, dan terpisah satu sama lain oleh jantung dan organ lainnya dalam mediastinum. Paru-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk pertukaran udara (Faiz & Moffat, 2003). Karakteristik paru-paru yaitu berpori, tekstur kenyal ringan; mengapung di air, dan sangat elastis. Permukaan paru-paru halus, bersinar, dan membentuk beberapa daerah polihedral, yang menunjukkan lobulus organ: masing-masing daerah dibatasi oleh garis-garis yang lebih ringan (fisura). Paru kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi tiga lobus: atas, tengah, dan bawah. Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus (Gray, 2008).

 

Gambar 2.1. Anatomi paru

Sumber : Sobotta: Atlas Anatomi Manusia (2013)

Setiap paru memiliki bentuk kerucut yang terdiri dari bagian puncak (apeks), dasar (basis), tiga perbatasan, dan dua permukaan. Puncak (apeks pulmonis) memiliki permukaan halus dan tumpul. Puncak apeks menonjol ke atas dalam leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Dasar (basis pulmonis) memiliki permukaan luas, konkaf, dan terletak di atas diafragma, yang memisahkan paru-paru kanan dari lobus kanan hati, dan paru-paru kiri dari lobus kiri hati, lambung, dan limpa. Karena diafragma sebelah kanan lebih tinggi daripada di sisi kiri, kecekungan dasar paru kanan lebih dalam dari yang di sebelah kiri. Basis pulmonalis paru turun selama inspirasi dan naik selama ekspirasi (Snell, 2012).

Permukaan mediastinal adalah permukaan medial yang cekung. Pada permukaan mediastinal terdapat dari hilus pulmonis, yaitu suatu cekungan dimana bronkus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radiks pulmonalis masuk dan keluar paru. Ligamentum pulmonal adalah lipatan ganda yang menghubungkan kedua lapisan pleura pada hilus paru. Ruang diafragma (base) tergantung dengan permukaan cembung diafragma dimana di sebelah kanan lebih cekung karena adanya hati (Snell, 2012).

Fisiologi Paru

a.      Mekanisme Bernapas.

Perubahan ritme kapasitas volume rongga dada dipengaruhi oleh kinerja otototot pernapasan. Pada pernapasan normal, saat inprirasi, otot interkostal eksternal berkontraksi, tulang kosta dan sternum akan tertarik ke atas, karena tulang kosta pertama tidak bergerak. Diameter anterior-posterior dari rongga dada bagian atas akan membesar dan memperbesar diameter transversal rongga dada bagian bawah. Pada saat inspirasi, diafragma berkontraksi sehingga turun, akibatnya kapasitas rongga dada meningkat (Faiz & Moffat, 2003). Akibatnya, tekanan antar permukaan pleura (dalam keadaan normal negatif) menjadi lebih negatif: -2.5 menjadi -6 mmHg, lalu jaringan elastis pada paru akan meregang, dan paru akan mengembang memenuhi kapasitas rongga dada. Pada saat ini tekanan udara di alveolus adalah -1,5 mmHg (lebih rendah dari tekanan atmosfir). Udara akan masuk ke dalam alveolus akibat perbedaan tekanan tersebut.

Sebaliknya, pada saat ekspirasi dalam pernapasan normal, otot interkostal eksternal akan relaksasi. Tulang kosta dan sternum akan turun. Lebar dan dalamnya dada akan berkurang. Diafragma akan relaksasi, melengkung naik, panjang rongga dada akan berkurang. Kapasitas rongga dada akan berkurang. Tekanan antar permukaan pleura menjadi kurang negatif: dari -6 menjadi -2 mmHg. Jaringan elastis paru akan kembali ke keadaan semula. Tekanan udara pada alveolus saat ini adalah +1,5 mmHg (lebih tinggi dari tekanan udara). Udara akan terdorong keluar alveolus.

Gambar 2.2. Aktifitas otot pernafasan saat inspirasi dan ekspirasi

Sumber : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (2011)

 

Pada keadaan pernafasan paksa, tepatnya saat inspirasi, otot cuping hidung dan otot glotis akan berkontraksi untuk membantu masuknya udara ke dalam paru-paru. Otot pada leher akan berkontraksi, tulang kosta pertama akan bergerak ke atas (dan sternum bergerak naik dan ke depan). Pada saat ekspirasi pada pernapasan paksa, otot interkostal internal berkontraksi, sehingga tulang kosta akan menurun lebih dari pernafasan normal. Otot abdominal juga berkontraksi untuk membantu naiknya diafragma (Sherwood, 2011).

b.   Volume dan Kapasitas Paru

Volume tidal: volume udara yang masuk dan keluar selama pernapasan normal. Volume tidal pada manusia umumnya kurang lebih 500 ml.

Volume cadangan inspirasi (Inspiratory Reserve Volume ,IRV): volume udara tambahan yang dapat secara maksimal dihirup di atas volume alun napas istirahat. IRV dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma, otot interkostal eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rerata = 3000 ml.

Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity, IC): volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (IC = IRV + TV). Nilai rerata = 3500 ml.

Volume cadangan ekspirasi (Expiratory Reserve Volume, ERV): volume udara tambahan yang dapat secara aktif dikeluarkan dengan mengkontraksikan secara maksimal otot-otot ekspirasi melebihi udara secara normal dihembuskan secara pasif pada akhir volume alun napas istirahat. Nilai rerata = 1000 ml.

Volume residual (Residual Volume, RV): volume udara minimal yang tertinggal di paru bahkan setelah ekspirasi maksimal. Nilai rerata = 1200 ml.

Kapasitas residual fungsional (Functional Residual Capacity, FRC): volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal (FRC = ERV + RV). Nilai rerata = 2200 ml.

Kapasitas vital (Forced Vital Capacity, FVC) volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). Kapasitas ini menggambarkan nilai kapasitas fungsional paru. Nilai rerata = 4500 ml.

Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (forced expiratory volume in one second, FEV1): volume udara yang dapat dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan VC. Normalnya FEV1 adalah sekitar 80% dari VC. Rasio antara FVC dengan FEV1 sangat berguna untuk menentukan tingkat penyakit jalan napas (Sherwood, 2011).

 

Gambar 2.3. Variasi volume paru pada laki-laki dewasa sehat

Sumber : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (2011)

C.  Gejala Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah sebagai berikut.

a.       Batuk kronik 

Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.

b.      Berdahak kronik

Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk. Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.

c.       Sesak napas

Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah  mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan  ukuran sesak napas sesuai skala sesak

Tabel 2. Skala Sesak

Skala Sesak

Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas

0

Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

1

Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat

2

Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

3

Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit

4

Sesak bila mandi atau berpakaian

 

Selain gejala klinis, dalam anamnesis pasien juga perlu ditanyakan riwayat pasien dan keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor resiko yang terlibat. Merokok merupakan faktor resiko utama untuk PPOK. Lebih dari 80% kematian pada penyakit ini berkaitan dnegan merokok dan orang yang merokok memiliki resiko yang lebih tinggi (12-13 kali) dari yang tidak  merokok. Resiko untuk perokok aktif sekitar 25%.

Akan tetapi, faktor resiko lain juga berperan dalam peningkatan kasus PPOK. Faktor resiko lain dapat antara lain paparan asap rokok pada perokok pasif, paparan kronis polutan lingkungan atau pekerjaan, penyakit pernapasan ketika masa kanak-kanak, riwayat PPOK pada keluarga dan defisiensi α1- antitripsin.

Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.23

D.  Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yangdiakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar salurannafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit.

Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang.Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebasmempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru.

Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkanterjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akanmenyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrienB4,tumuor necrosis factor (TNF),monocyte chemotactic peptide(MCP)-1 danreactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akanmerusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar danhipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8,selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapatkeseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofagdan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksidadengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl).

Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yangmenuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap rokok.

 

 

 

 

 

E.  Faktor Resiko

1.    Genetik

Genetik sebagai faktor risiko yang pernah di ditemukan adalah defisiensi berat antitripsin alfa-1, yang merupakan inhibitor dari sirkulasi serin protease. Walaupun defisiensi antitripsin alfa-1 relevan hanya pada sedikit populasi di dunia, itu cukup menggambarkan interaksi antara genetik dan paparan lingkungan dapat menyebabkan PPOK.

Risiko genetik terhadap keterbatasan bernafas telah di observasi pada saudara atau orang terdekat penderita PPOK berat yang juga merokok, dengan sugesti dimana genetik dan faktor lingkungan secara bersamaan dapat mempengaruhi terjadinya PPOK. Gen tunggal seperti gen yang memberi kode matriks metalloproteinase 12 (MMP12) berhubungan dengan menurunnya fungsi paru (GOLD, 2014).

bahan kimia, dan asap dari bahan kimia, tidak begitu dipermasalahkan sebagai faktor risiko PPOK. Eisner dkk (2010) sudah menemukan cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa adanya hubungan antara paparan lingkungan kerja dan peningkatan keparahan PPOK. Hubungan yang konsisten antara paparan lingkungan kerja dan PPOK tersebut sudah diobservasi dengan penelitian epidemiologi multipel berkualitas tinggi.

2.    Polusi udara

Polusi udara di daerah kota dengan level tinggi sangat menyakitkan bagi pasien PPOK. Penelitian cohort longitudinal menunjukkan bukti kuat tentang hubungan polusi udara dan penurunan pertumbuhan fungsi paru di usia anak-anak dan remaja. Hubungan tersebut diobservasi dengan ditemukannya karbon hitam di makrofag pada saluran pernafasan dan penurunan fungsi paru yang progresif. Hal ini menunjukkan hal yang masuk akal secara biologi bagaimana peran polusi udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru (GOLD, 2014).

3.      Asma

Asma tidak digolongkan sebagai PPOK karena bersifat reversibel (Ward, Ward, Leach & Wiener, 2007). Ada hubungan antara asma kronik dengan obstruksi jalan napas dan percepatan penurunan fungsi paru. Karena obstruksi jalan napas dapat menyebabkan PPOK, dapat disimpulkan bahwa asma, dengan atau tanpa faktor risiko tambahan, dapat menjadi predisposisi terjadinya PPOK (GOLD, 2014).

 

 

F.   Algoritma Pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Algoritme penanganan PPOK  

 

             

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

G. Obat - obatan

1.    Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan  inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).


Macam - macam bronkodilator :

a.       Golongan antikolinergik  

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

b.      Golongan agonis beta - 2

c.       Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya  digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.

Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

a.       Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena  keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

b.      Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk  mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

C.     Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

D.     Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :  

a.    Lini I :         amoksisilin makrolid

b.    Lini II :        amoksisilin dan asam klavulanat

c.    sefalosporin                                   

d.    kuinolon

e.    makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit :     dapat dipilih

a.    Amoksilin dan klavulanat

b.    Sefalosporin generasi II & III injeksi

c.    Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas

d.    Aminoglikose per injeksi

e.    Kuinolon per injeksi

f.     Sefalosporin generasi IV per injeksi

             

E.      Antioksidan


Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.  Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin  

F.      Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan  eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

G.     Antitusif

  Diberikan dengan hati - hati

Gejala

Golongan Obat

Obat & Kemasan

Dosis

Tanpa gejala

  

Tanpa obat

  

Gejala intermiten

( pada waktu aktiviti )

Agonis ß2  

Inhalasi kerja cepat

Bila perlu

Gejala terus menerus

Antikolinergik

Ipratropium bromida 20 µgr

2 - 4 semprot 3 - 4 x/hari

  

Inhalasi Agonis ß2 kerja cepat

Fenoterol

100µgr/semprot

2 - 4 semprot

3 - 4 x/hari

  

  

salbutamol 100µgr/semprot

2 - 4 semprot

3 - 4 x/hari

  

  

Terbutalin

0,5µgr/semprot

2 - 4 semprot

3 - 4 x/hari

  

  

Prokaterol

10µgr/semprot

2 - 4 semprot

3 x/hari

  

Kombinasi terapi  

Ipratropium bromid

2 - 4 semprot

 

 

20µgr+salbutamol

100µgr persemprot

3 - 4 x/hari

Pasien memakai Inhalasi agonis ß2 kerja

Inhalasi Agonis ß2 kerja lambat ( tidak dipakai untuk eksaserbasi )

Formoterol 6µgr, 12µgr/semprot

1 - 2 semprot 2 x/hari tidak melebihi 2 x/hari

Atau

  

  

  

timbul gejala pada waktu malam atau pagi hari

  

salmeterol 25µgr/semprot

1 - 2 semprot 2 x/hari tidak melebihi 2 x/hari

  

Teofilin  

Teofilin lepas lambat Teofilin/ aminofilin 150 mg x 3 - 4x/hari

400 - 800mg/hari

3 - 4 x/hari

  

Anti oksidan

N asetil sistein

600mg/hr

Pasien tetap mempunyai gejala dan atau terbatas

dalam aktiviti harian meskipun mendapat pengobatan bronkodilator maksimal

Kortikosteroid oral (uji kortikosteroid )

Prednison

Metil prednisolon

30 - 40mg/hr selama 2mg

Uji kortikosteroid

memberikan respons

positif

Inhalasi 

Kortikosteroid

Beklometason 50µgr, 250µgr/semprot

1 - 2 semprot

2 - 4 x/hari

  

  

Budesonid 100µgr,

250µgr,

400µgr/semprot

200 - 400µgr

2x/hari maks

2400µgr/hari  

Sebaiknya pemberian kortikosteroid inhalasi dicoba bila mungkin untuk memperkecil efek samping

  

Flutikason

125µgr/semprot

125 - 250µgr

2x/hari maks

1000µgr/hari

             

Terapi Oksigen

      Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.

     Manfaat oksigen

-          Mengurangi sesak

-         


Memperbaiki aktiviti

-          Mengurangi hipertensi pulmonal

-          Mengurangi vasokonstriksi

-          Mengurangi hematokrit

-          Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

-          Meningkatkan kualiti hidup

      Indikasi

-          Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

-          Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru           lain

      Macam terapi oksigen :

-          Pemberian oksigen jangka panjang

-          Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

-          Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

-          Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

      Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

-          Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )

-          Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

-          Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

      Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.

Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.


Alat bantu pemberian oksigen

-          Nasal kanul

-          Sungkup venturi

-          Sungkup rebreathing

-          Sungkup nonrebreathing

      Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible, yang disebabkan proses inflamasi pada paru.7Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola  penyakit infeksi yang menurun sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan polusi udara.8 Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK. Perokok dilaporkan memiliki risiko 45% lebih tinggi terkena PPOK dibandingkan dengan  yang tidak merokok. Walaupun begitu merokok bukan penyebab utama dari PPOK, banyak factor risiko lain yang mempengaruhi PPOK.

B.   Saran

Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang hipertensi sehingga kita dapat mengetahui hal apa yang akan dilakukan jika mendapatkan kasus seperti yang telah dijelaskan diatas, sehingga tidak menimbulkan presepsi yang berbeda dari seharusnya.

Dalam penulisan kami mungkin masih terdapat kesalahan, jika pembaca menemukan kesalahan mohon diberikan masukan dan saran agar makalah ini lebih baik lagi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Laura Iee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC

Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh Sugarto L. Jakarta : EGC

 

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) Pedoman diagnosis &  Penatalaksanaan Di Indonesia.

 

World Healt Organization. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Diase (GOLD). Global Strategy for The Diangnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Update 2014 Geneva : WHO Press; 2014.

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uraian Bahan Laporan Analisis Farmasi

B.   Uraian Bahan 1.   Aquadest ( FI . III ; 96) Nama resmi           :   AQUA DESTILLATA Nama lain             :   Air suling R M /B M                   :   H 2 O / 18.02 Pemerian   ....... : .. Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,   tidak   mempunyai rasa Kelarutan               :   Larut dengan semua jenis larutan Penyimpanan      :   Dalam wadah tertutup baik Kegunaan                         :   Sebagai pelarut 2.   H Cl ( FI. III ; 53 ) Nama resmi             : ACI...

Uraian Sampel Aquadest ( Ditjen POM, 1995)

  B. Uraian Sampel 1.     Aquadest ( D itjen POM , 1995) Nama resmi                            : AQUADESTILLATA Nama lain                               : air suling RM/BM                                    : H 2 O / 18,02 R B                                           : H – O - H   Pemeria n      ...

Ayat-ayat Al-Qur’an mengenai ilmu kimia/farmasi

  BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di dalam Al-Qur’an terdapat kandungan yang merujuk pada fenomena-fenomena alamiah yang dapat dijumpai manusia dalam kehidupan sehari-hari. Al-Quran merupakan Kalamullah (Perkataan/Firman Allah S.w.t) yang bagi kita ummat muslim sudah tidak ada keraguan padanya. Al-Quran banyak sekali menyimpan rahasia dan seiring dengan perkembangan zaman, berjalanya waktu maka semakin membuktikan kebenaran Kitab Allah S.w.t. Di dalam Al-Quran tentunya sangat menganjurkan kita untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan nya dengan sebaik-baiknya. Terkhusus kali ini kita akan memperluas khasanah pengetuhuan kita tentang ilmu kimia atau farmasi serta pentingnya memelihara kebersihan bagi seorang muslim, yang tentunya semakin membuktikan keben a ran dan InsyaAllah akan men am bah keimanan kita akan kitabullah Al-quran al kariim. B.      Rumusan Masalah 1.       Apa itu ilmu kimia/...