1.
Pengertian Syariat Islam
Syari’at, bisa disebut syir’ah, artinya secara bahasa
adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk minum.
Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air
mengalir atau datang pada syari’ah. Kemudian kata tersebut digunakan untuk
pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia.
Kata “syara’a” berarti memakai syari’at. Juga kata
“syara’a” atau “istara’a” berarti membentuk syari’at atau hukum. Dalam hal ini
Allah berfirman, “Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi Muhammad
dan umat-umat sebelumnya) Kami jadikan peraturan (syari’at) dan jalan yang
terang.” [QS. Al-Maidah (5): 48]
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu
syari’at (peraturan) tentang urusan itu (agama), maka ikutilah syari’at itu dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui.” [QS. Al-Maidah (5): 18].
“Allah telah mensyari’atkan (mengatur) bagi kamu
tentang agama sebagaimana apa yang telah diwariskan kepada Nuh.” [QS. Asy-Syuuraa (42): 13].
Sedangkan arti syari’at menurut istilah adalah hukum-hukum
(peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk
manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan
petunjuk ke jalan yang lurus.
Jika ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi frase Syari’at
Islam (asy-syari’atul islaamiyatu), istilah bentukan ini berarti syari’at Islam
adalah hukum-hukum peraturan-peraturan) yang diturunkan Allah swt. untuk umat
manusia melalui Nabi Muhammad saw. baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi
yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan.
Terkadang syari’ah Islam juga dimaksudkan untuk
pengertian Fiqh Islam. Jadi, maknanya umum, tetapi maksudnya untuk suatu
pengertian khusus. Ithlaaqul ‘aammi wa yuraadubihil khaashsh (disebut
umum padahal dimaksudkan khusus).
2. Tujuan Syariat Islam
Menurut buku “Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim
Dirasah Islamiyah dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang
merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:
1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh
al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang
tidak bertanggung-jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat.
Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-Quran:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan
terciptanya rahmatan lil’alamin, maka Allah SWT telah membuat peraturan-peraturan,
termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (QS
An-Nisaa [4]: 48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah
hukum qishash yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang
telah membunuh orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang
lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah menyakiti orang lain, akan
disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut melakukan
kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:
“Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan
kepadamu qishash (pembalasan) pada orang-orang yang dibunuh…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang
bersangkutan, atau daiat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat
Al-Quran menerangkan hal ini:
“Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya,
hendaklah mengikuti cara yang baik dan hendaklah (orang yang diberi maaf)
membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para
calon pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai
taruhannya. Dengan begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.
3. Memelihara akal (Hifzh al-‘aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia
dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah
(sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam
memelihara akan adalah dengan menghindari khamar (minuman keras) dan judi.
Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai
khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar
dari manfaatnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan
dosa perjudian.
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh
al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam
Syariat Islam telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa
saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 221).
“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan
emosional (dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta
benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong
tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha
Bijaksana”
(QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan
alasan yang sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri
dengan serta merta dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa
yang dicurinya serta kadarnya. Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil
beberapa butir buah untuk mengganjal laparnya, tentunya tidak akan dipotong
tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja memperkaya diri dengan
menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti buatnya. Dengan
demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib
masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.
3. Ruang Lingkup Syariah Islam
Syariah Islam adalah
aturan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Hukum-hukum Islam
yang diatur dalam Al Qur’an dan As Sunah meliputi :
1. Aspek aqidah.
2. Aspek akhlaq.
3. Aspek hukum-hukum ‘amaliyah (praktis).
Aspek ini terbagi lagi menjadi dua,
yaitu aspek ibadah yang mengatur hubungan hamba dengan Kholiq seperti sholat,
zakat, shoum , haji dan seterusnya, serta aspek mu’amalah yang mengatur
hubungan sesama hamba. Dalam istilah kontemporer, aspek mu’amalah ini meliputi
aturan hidup yang sangat luas, yaitu :
a. Ahkamul
Akhwal Syakhsiah yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan
rumah tangga, Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 70 ayat yang membahas masalah
ini.
b. Al Ahkamul
Madaniyah yaitu hukum-hukum yang mengatur transaksi ekonomi
sesama anggota masyarakat, seperti jual beli, pegadaian, sewa menyewa, hutang
piutang, syirkah dan seterusnya. Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 70 ayat yang
membahas masalah ini.
c. Al Ahkamul
Jinaiyah (hukum-hukum pidana), mengatur segala hal yang
berkaitan dengan tindak pidana kejahatan serta hukumannya. Dalam Al Qur’an
terdapat sekitar 30 ayat yang membahas masalah ini.
d. Al Ahkamul
Dusturiyah (hukum ketatanegaraan): mengatur mekanisme
penyelenggaraan negara berikut hubungan antara penguasa dan rakyat. Dalam Al
Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang membahas masalah ini.
e. Ahkamul
Murafa’at (hukum perdata): mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan dunia peradilan, kesaksian dan sumpah. Dalam Al Qur’an terdapat sekitar
13 ayat yang membahas ini.
f. Al Ahkamul
Iqtishodiyah wal Maliyah (ekonomi dan moneter) ; mengatur
pendapatan dan belanja negara serta interaksi antara kaum kaya dan miskin
sertanegara dan warga negara dalam masalah ekonomi. Dalam Al Qur’an terdapat
sekitar 10 ayat yang membahas masalah ini.
g. Al Ahkam
Ad Duwaliyah : mengatur hubungan antara negara Islam
dengan negara lain dan hubungan negara dengan warga negara kafir dzimmi dalam
negara Islam. Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang membahas masalah
ini.
[Tarikhu Al Tasyri' Al
Islami hal. 84-86, Al Madkhal Ila Dirasati Syari'ah Islamiyah hal. 49-53 dan
156-158, Ilmu Ushulil Fiqhi hal. 32-33 ].
Hukum-hukum ini dibukukan dan diatur
lagi secara detail dalam As Sunah An Nabawiyah yang jumlahnya sangatlah banyak.
Demikianlah, syariah Islam merupakan aturan hidup dan perundangundangan paling
lengkap dan sempurna yang Allah Ta’ala turunkan untuk umat manusia sampai akhir
zaman nanti.
Komentar
Posting Komentar