BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi
Hipertensi atau tekanan
darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan
suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan
tubuh yang membutuhkannya (Sustrani,2006). Hipertensi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan
atau morbiditas dan angka kematian
atau mortalitas. Hipertensi
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis dalam waktu
yang lama( Saraswati,2009).
Hipertensi atau darah
tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan
tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg. Batasan ini tidak membedakan antara
usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastolik di atas 90 mmHg.
2. Penyebab
Hipertensi
Penyebab hipertensi
dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial (primer) merupakan
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada kemungkinan karena faktor
keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang
merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor ini juga erat hubungannya
dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor makanan yang sangat
berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur yang tinggi, merokok dan
minum alkohol.
5
Apabila riwayat
hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka kemungkinan menderita
hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya
hipertensi antara lain stress, kegemukan
(obesitas), pola makan, merokok (M.Adib,2009).
3. Patofisiologi
Hipertensi
Mekanisme yang
mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor,
pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi.
Pada saat bersamaan
dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin
II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008).
4. Penggolongan
Hipertensi
Hipertensi dapat
didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih sering dijumpai
terkait dengan penyakit lain, misalnya obesitas, dan diabetes melitus. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya (Gunawan, 2001). Sebanyak
90-95 persen kasus hipertensi
yang terjadi tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar menunjuk
stress sebagai tuduhan utama, setelah itu banyak faktor lain yang mempengaruhi,
dan para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita
hipertensi (genetik) dengan resiko untuk menderita penyakit ini. Onset
hipertensi essensial biasanya muncul pada usia antara 25-55 tahun, sedangkan
usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan.
Patogenesis hipertensi
essensial adalah multifaktorial. Faktor-faktor yang terlibat dalam pathogenesis
hipertensi essensial antara lain faktor genetik, hiperaktivitas sistem saraf
simpatis, sistem renin angiotensin, defek natriuresis, natrium dan kalsium
intraseluler, serta konsumsi alkohol secara berlebihan.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Yaitu hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit lain (Gunawan, 2001). Pada 5-10 persen kasus sisanya ,
penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu gangguan hormonal, penyakit
jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah atau berhubungan dengan
kehamilan.
Garam dapur akan memperburuk
hipertensi, tapi bukan faktor penyebab. Hipertensi sekunder memiliki
patogenesis yang spesifik. Hipertensi sekunder dapat terjadi pada individu
dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam keluarga.
Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan sindroma cushing,
feokromsitoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obatobatan.
5. Gejala Hipertensi
Hipertensi sulit disadari
oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Menurut Sutanto
(2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain yaitu : gejala ringan
seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk
terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak napas, rasa
berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah dari
hidung).
6. Faktor
Resiko Terjadinya Hipertensi
Menurut Elsanti (2009),
faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat dan tidak dapat
dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
1) Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak
terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak
menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah
wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormone estrogen setelah menopause. (Marliani,2007). Peran
hormone estrogen adalah meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung
dalam pencegahan terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan hormone
estrogen dianggap sebagai adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause,
wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama
ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
terjadi perubahan kuantitas hormon estrogen sesuai dengan umur wanita secara
alami. Umumnya, proses ini mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun
(Kumar,2005).
2) Umur
Semakin tinggi umur
seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung
mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.. Hal
ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu
dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus
, hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering
terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
hormon sesudah menopause. Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk
samping dari keausan arteriosclerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta,
dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini
dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian
diri. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan
berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan. Dengan bertambahnya umur,
dapat meningkatkan resiko hipertensi (Elsanti,2009). Prevalensi di kalangan usia
lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur
60 tahun.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik
pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita
hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler
dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua
dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat
hipertensi dalam keluarga . Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).
Menurut Rohaendi (2008),
mengatakan bahwa Tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya.
Jika salah seorang dari orang tua ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka
akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda. Jika
kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka peluang untuk terkena
penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1).Merokok
Fakta otentik menunjukan
bahwa merokok dapat menyebabkan tekanan darah
tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan kandungan nikotin. Asap
rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan
menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah merah pembawa
oksigen ke jantung dan jaringan lainnya.
Laporan dari Amerika
Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan kebiasaan merokok dalam jangka
waktu 10 tahun dapat menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK) sekitar
24.4% (Karyadi 2002). Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin mengganggu sistem
saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard.
Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan frekuensi
denyut jantung, tekanan darah, dan kebutuhan oksigen jantung, merangsang
pelepasan adrenalin, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga
mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya.
2).Status Gizi
Masalah kekurangan atau
kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting karena selain
mempunyai resiko penyakitpenyakit tertentu juga dapat mempengaruhi
produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu
dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan
berat badan yang ideal atau normal. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu
cara untuk mengukur status gizi seseorang. Seseorang dikatakan kegemukan atau
obesitas jika memiliki nilai IMT≥25.0. Obesitas merupakan faktor risiko
munculnya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, penyakit jantung
koroner dan diabetes mellitus.
Data dari studi Farmingham
(AS) yang diacu dalam Khomsan (2004) menunjukkan bahwa kenaikan berat badan
sebesar 10% pada pria akan meningkatkan tekanan darah 6.6 mmHg, gula darah 2
mg/dl, dan kolesterol darah 11 mg/dl. Prevalensi hipertensi pada seseorang yang
memiliki IMT>30 pada laki-laki sebesar 38% dan wanita 32%, dibanding dengan
18% laki-laki dan 17% perampuan yang memiliki IMT<25 (Krummel 2004).
3). Konsumsi Na (Natrium)
Pengaruh asupan garam
terhadap terjadinya hipertensi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung
dan tekanan darah. Faktor lain yang ikut berperan yaitu sistem renin
angiotensin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Produksi
rennin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis.
Renin berperan dalam proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan menyimpan
garam dalam air. Keadaan ini yang berperan pada
timbulnya hipertensi
(Susalit dkk,2001).
4).Stres
Hubungan antara stress dan
hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat
menaikkan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stres yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah yang menetap tinggi. Walaupun
hal ini belum terbukti tetapi angka kejadian masyarakat di perkotaan lebih
tinggi dari pada di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stres
yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Roehandi, 2008). Menurut
Anggraini (2009) mengatakan stres akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
7. Klasifikasi
Hipertensi
Menurut Salma Elsanti
(2009), klasifikasi penyakit hipertensi terdiri dari:
Tabel 1
Kategori
Hipertensi
Kategori stadium |
Tekanan
sistolik |
Tekanan
diastolic |
Stadium 1 (hipertensi ringan) |
140-159 mmHg |
90-99 mmHg |
Stadium 2 (hipertensi sedang) |
160-179 mmHg |
100-109 mmHg |
Stadium 3 (hipertensi berat) |
180-209 mmHg |
110-119mmHg |
8. Komplikasi
Hipertensi
Kondisi hipertensi
yang berkepanjangan sangat
berpotensi menyebabkan gangguan pembuluh darah di seluruh organ tubuh. Secara
umum kondisi darah tinggi tidak bisa diprediksi secara dini akan menyerang
organ bagian mana, tergantung organ mana
yang terlebih dahulu merespon tekanan yang abnormal. Angka kematian yang tinggi
pada penderita darah tinggi terutama disebabkan oleh gangguan jantung.
a. Organ Jantung
Kompensasi jantung
terhadap kerja yang keras akibat hipertensi berupa penebalan pada otot jantung
kiri. Kondisi ini akan memperkecil rongga jantung untuk memompa, sehingga
jantung akan semakin membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya gangguan
pembuluh darah jantung sendiri (koroner) akan menimbulkan kekurangan oksigen
dari otot jantung dan berakibat rasa nyeri. Apabila kondisi dibiarkan terus
menerus akan menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa dan menimbulkan
kematian.
b. Sistem Saraf
Gangguan dari sistem
saraf terjadi pada sistem retina (mata bagian dalam) dan sistem saraf pusat
(otak). Didalam retina terdapat pembuluh-pembuluh darah tipis yang akan menjadi
lebar saat terjadi hipertensi, dan memungkinkan terjadinya pecah pembuluh darah
yang akan menyebabkan gangguan pada organ pengelihatan.
c. Sistem Ginjal
Hipertensi yang
berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari pembuluh darah pada organ ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai pembuang
zat-zat racun bagi tubuh
tidak berfungsi dengan baik. Akibat dari gagalnya sistem ginjal akan
terjadi penumpukan zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat merusak organ tubuh
lain terutama otak.
B.Penilaian Status Gizi dengan
Antropometri 1.Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari
kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros
artinya ukuran. Jadi Antropometri adalah ukuran tubuh manusia.
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi
(Supariasa,2002).
Antropometri secara umum digunakan
untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak,
otot dan jumlah air dalam tubuh.
Beberapa cara pengukuran lemak tubuh antara lain triceps skinfold, biceps skinfold, LLA, lingkar pinggang dan
panggul. Pengukuran BB/TB sering disebut
Body Mass Indek atau BMI, di Indonesia dikenal dengan Indeks Massa Tubuh atau
IMT.
Keunggulan antropometri,
yaitu :
a.
Prosedur
sederhana, aman dan dapat dilakukan
dalam jumlah sampel yang cukup besar.
b.
Relatif tidak
membutuhkan tenaga ahli.
c.
Alat
murah, mudah dibawa, tahan lama,
dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat.
d.
Metode ini
tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
e.
Dapat mendeteksi
atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
f.
Umumnya dapat
mengidentifikasi status gizi buruk, kurang dan baik, karena sudah ada ambang
batas yang jelas.
g.
Dapat mengevaluasi
perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
h.
Dapat
digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap
gizi.
Kelemahan antropometri,
yaitu :
a.
Tidak
sensitif, tidak dapat mendeteksi status
gizi dalam waktu singkat, tidak dapat
membedakan kekurangan zat gizi tertentu, missal Fe dan Zn.
b.
Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat
menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
c.
Kesalahan
yang terjadi pada saat pengukuran dapat
mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran.
d.
Kesalahan
terjadi karena : pengukuran, perubahan
hasil pengukuran (fisik dan komposisi jaringan), analisis dan asumsi yang keliru.
e.
Sumber
kesalahan biasanya berhubungan dengan : latihan petugas yang
tidak cukup, kesalahan alat, kesulitan
pengukuran.
a) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
atau Body Mass Indeks (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa, khususnya
yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan
berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit
infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang panjang.
Pedoman ini
bertujuan memberikan penjelasan
tentang cara – cara yang
dianjurkan untuk mencapai
berat badan normal berdasarkan
IMT . Untuk memantau indeks massa tubuh
orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. IMT
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
Obesitas beresiko terhadap
munculnya berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah. Dikatakan obesitas
apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI untuk
orang Indonesia adalah 25. BMI memberikan gambaran tentang resiko kesehatan
yang berhubungan dengan berat badan. Marliani (2007) juga mengemukakan bahwa
penderita hipertensi sebagian besar mempunyai berat badan berlebih, tetapi
tidak menutup kemungkinan orang yang berat badannya normal (tidak obesitas)
dapat menderita hipertensi.
Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang
dinyatakan normal kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur >18 tahun
dan tidak dapat diterapkan pada bayi,
anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
Berat badan (kg)
IMT : --------------------------------------------------------
Tinggi badan(m) x tinggi badan (m)
Keterangan :
IMT : Indeks Massa Tubuh
(kg/m²)
BB : Berat badan (kg)
TB :Tinggi badan (cm)
Batas ambang batas IMT
ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk
laki-laki dan
perempuan.Batas ambang normal laki-laki
20,1-25,0 dan untuk perempuan 18,7-23,8. Menurut WHO WPR / IASO / IOTF untuk
wilayah Asia
Pasifik, klasifikasi berat badan lebih dan
obesitas berdasarkan IMT terbagi menjadi berat badan kurang, kisaran normal,
dan berat badan lebih dengan derajat beresiko, obes I, dan obes II (Sugondo
S.2006).
Tabel 2
KATEGORI AMBANG BATAS IMT
Kategori |
IMT
(kg/m²) |
Berat badan kurang |
<18,5 |
Berat badan normal |
18,5-22,9 |
Berat badan lebih |
≥ 23,0 |
Beresiko |
23,0 - 24,9 |
Obes I |
25,0 - 29,9 |
Obes II |
≥ 30,0 |
(Menurut Kriteria Asia
Pasifik)
b) Rasio Lingkar Pinggang Panggul
Ukuran antropometri untuk
mengetahui distribusi lemak tubuh adalah rasio lingkar pinggang pinggul. Resiko
meningkat bila lingkar pinggang lebih dari 90 cm untuk pria dan lebih dari 80
cm untuk wanita. Pada wanita penumpukan jaringan lemak, biasanya berada di
sekitar pinggul, paha, lengan, pinggang dan perut kemudian meluas keseluruh
tubuh sampai ke wajah .
Banyaknya lemak dalam perut menunjukan ada beberapa
perubahan
metabolisme termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam
lemak bebas dibanding dengan banyaknya
lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme memberikan
gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan
distribusi lemak tubuh. Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh, untuk
mengetahui timbunan lemak pada rongga perut dapat diketahui melalui
perbandingan antara ukuran lingkar pinggang
dengan lingkar pinggul atau lebih dikenal sebagai nilai rasio lingkar
pinggang dan pinggul .
Tabel 3
KATEGORI
AMBANG BATAS RLPP
Jenis Pengukuran |
Laki-laki |
Peremp |
uan |
|
beresiko Tidak beresiko |
beresiko |
Tidak
beresiko |
RLPP |
≥ 0,9 <0,9 |
≥0,77 |
<0,77 |
Sumber : Penilaian Status
Gizi, Oleh Supariasa Dkk,2002.
Penumpukan lemak di perut (abdominal
obesity) mempunyai
pengaruh pada peningkatan tekanan darah, LDL,
kolesterol, trigliserida dan gula darah serta menurunkan HDL kolesterol. Selain
itu lemak tubuh juga sebagai cerminan terjadinya kelebihan berat
badan/overweight atau kegemukan/obesitas.
C. Hubungan IMT dan RLPP dengan tekanan darah pasien hipertensi
Studi epidemiologi
menunjukkan hubungan erat antara tekanan darah dan berat badan. Penelitian
longitudinal membuktikan bahwa individu yang berat badannya bertambah akan
menunjukkan kenaikan tekanan darah yang lebih besar. Sebaliknya, penurunan
berat badan akan diikuti dengan turunnya tekanan darah. Berdasarkan National Health and Nutrition Examination
Survey (NHANES) III, prevalensi hipertensi pada orang yang memiliki IMT
>30 kg/m² adalah 42% pada pria dan 38% pada wanita dibandingkan dengan
prevalensi hipertensi pada orang yang memiliki IMT normal <25 kg/m² adalah
15% pada pria dan wanita (Brown,2000).
Penelitian Framingham
menunjukkan bahwa orang yang obesitas (kelebihan 20% dari berat badan normal)
akan mengalami peluang hipertensi 10 kali lebih besar . Hal ini ditunjukkan
dari adanya produksi molekul aktif jaringan adipose secara metabolik dari
sistem reninangiotensin (RAS) yang berperan didalam terjadinya hipertensi pada
orang obesitas. RAS berperan penting didalam pengaturan tekanan darah dengan
mempengaruhi homeostatic garam-air dan tekanan vascular. Obesitas menyebabkan
curah jantung dan sirkulasi volume darah tinggi, resistensi perifer berkurang
atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meningkat dengan aktivitas
rennin plasma yang rendah, akibatnya terjadinya hipertensi (Larquemin,2004).
Saat ini dugaan yang
mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas adalah peningkatan hormon leptin.
Menurut Silbernagl Florian (2007) leptin sendiri merupakan asam amoni yang disekresi terutama
oleh jaringan adipose dan dihasilkan oleh gen ob/ob. Fungsi utamanya adalah
pengaturan nafsu makan dan pengeluaran energi tubuh melalui pengaturan pada
susunan saraf pusat selain itu leptin juga berperan pada perangsangan saraf simpatis,
meningkatkan sensitivitas insulin, natriuresis, diuresis, dan angiogenesis.
Normal leptin disekresi kedalam sirkulasi darah dalam kadar yang rendah, akan
tetapi pada obesitas umumnya didapatkan peningkatan kadar leptin dan diduga
peningkatan ini berhubungan dengan
hiperinsulinemia
(Kapojos,2008).
D. Kerangka Teori
E.Kerangka Konsep
|
|
F. HIPOTESIS
• Ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT)
dengan tekanan darah
pasien hipertensi .
• Ada hubungan antara Rasio Lingkar Pinggang Panggul
(RLPP) dengan tekanan darah pasien hipertensi .
Komentar
Posting Komentar