BAB
I
PENDAHULUAN
Manusia secara utuh adalah
manusia sebagai pribadi yang merupakan pengejawantahan manunggalnya berbagai
ciri atau karakter hakiki atau sifat kodrati manusia yang seimbang antar berbagai
segi yaitu antara segi (i) individu dan social (ii) jasmani dan rokhani
(iii)dunia dan akhirat. Individu itu sendiri dalam kamus Ekhols & Shadaly
memiliki makna kata benda dari individual yang berarti orang, perorangan,
oknum.
Individu berarti tidak
dapat dipisahkan (undivided), tidak dapat dipisahkan, dan keberadaannya sebagai
mahluk yang pilah, tunggal dan khas. Seseorang berbeda dari orang lain
karena ciri-ciri yang khusus itu (Webster’s 743) Setiap individu memiliki
ciri dan sifat atu karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang
diperoleh dari pengaruh lingkungan. Perbedaan inilah yang menyebabkan individu
itu unik, karena adanya perbedaan baik dalam ciri, dan sifat atau karakteristik
bawaan bahkan karena adanya pengaruh lingkungan di dalam perkembangannya.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini membahas lebih mendalam tentang :
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penyakit
Genetik
Genetika (dari bahasa Yunani genno yang berarti
"melahirkan") merupakan cabang biologi yang penting saat ini. Ilmu ini mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan
variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Ada
pula yang dengan singkat mengatakan, genetika adalah ilmu tentang gen.
Penyakit genetika merupakan penyakit yang disebabkan
oleh adanya kelainan gen yang diturunkan saat terjadinya pembuahan sel sperma
terhadap ovum. Penyakit genetika bisa saja diturunkan dari orang tua yang sehat,
namun memiliki gen yang rusak sehingga si anak akan memiliki gen yang rusakjuga.
Selain itu, bisa juga disebabkan oleh adanya ketidaknormalan jumlah kromosom
antara kromosom X dan Y. Juga bisa karena kerapuhan sindrom X yang disebabkan
adanya mutasi gen berulang.
Ketidaknormalan jumlah kromosom dapat dilihat dari standardisasi jumlah
kromosom pada manusia. Pada manusia, formula kromosom kaum
pria yakni 46, XY atau dapat ditulis 44 + XY, sedangkan kaum wanita
yakni 46, XX atau dapat ditulis 44 + XX. Kelebihan atau kekurangan jumlah
kromosom, bisa menyebabkan penyakit genetika. Beberapa penyebab penyakit
genetik antara lain:
- Ketidaknormalan
jumlah kromosom seperti dalam sindrom Down (adanya ekstra kromosom 21) dan
sindrom Klinefelter (laki-laki dengan 2 kromosom X).
- Mutasi
gen berulang yang dapat menyebabkan sindrom X rapuh atau penyakit
Huntington.
- Gen rusak yang diturunkan dari orang tua. Dalam kasus ini, penyakit
genetik juga dikenal dengan istilah penyakit keturunan . Kondisi ini
terjadi ketika individu lahir dari dua individu sehat pembawa gen rusak
tersebut, tetapi dapat juga terjadi ketika gen yang rusak tersebut
merupakan gen yang dominan. Sekarang ini ada sekitar 4.000 penyakit genetik yang sudah
diidentifikasi. Kebanyakan penyakit genetik adalah langka dengan hanya
terjadi pada 1 individu dari sekitar ribuan atau bahkan jutaan individu.
- Struktur Gen
Gen adalah susunan DNA yang mengkode protein. Gen terbentuk dari ekson,
intron, dan promotor. Ekson adalah DNA yang diterjemahkan (translasi) menjadi
protein. Sebaliknya, intron tidak diterjemahkan. Promotor berfungsi seperti
saklar on/off yang menentukan kapan gen akan diekspresikan. DNA tersusun dari 3
komponen utama yaitu gula, fosfat, dan basa. Ada 4 basa yang dikenal yaitu adenine (A), guanine (G), cytosine (C), dan
thymine (T). A berpasangan dengan T, sedangkan
G dengan C.
Seperti diketahui kromosom ada
dua jenis yaitu AUTOSOM dan GONOSOM Determinasi seks pada manusia
juga ditentukan oleh kromosom X dan Y. Jumlah kromosom manusia adalah khas
yaitu:46 buah (23 pasang) = 22 pasang autosom, 1 pasang
gonosom .
Formula kromosom manusia adalah:
- Untuk
laki-laki adalah 46, XY atau dapat ditulis 44 + XY.
- Untuk
wanita adalah 46, XX atau dapat ditulis 44 + XX.
Lingkup Penyakit Genetik
diklasifikasikan menjadi 4 yaitu :
1. Kelainan kromosomal
Timbul akibat penyimpangan kromosom, dapat mengenai
autosom maupun gonosom (kromosom
kelamin), dapat berupa kelainan jumlah atau struktur. Beberapa contoh :
Yang disebabkan kelainan autosom,
misalnya:
·
Sindroma
Down / MONGOLID syndrom (TRISOMI 21) ==> + autosom no.21
·
SIindroma
Patau (TRISOMI 13) ==> + autosom no.13
·
Sindroma
Edwards (TRISOMI 18) ==> + autosom no.18
·
Sindroma
"CRI-DU-CHAT" ==> delesi no. 5
yang disebabkan kelainan gonosom : misalnya: ,
- Sindroma
Turner (45,XO).
- Sindroma
Klinefelter (47,XXY; 48,XXXY).
- Sindroma
Superfemale / Triple -X atau Trisomi X (47,XXX).
- Supermale
(47,XYY).
2. Single-gene atau kelainan Mendel
atau
monogenetic disorders adalah : terjadinya mutasi pada satu gen saja
namun sudah menimbulkan penyakit. contohnya : Cystic fibrosis & Huntington
disease. k elainan ini lebih jarang ditemui.
3. Kelainan
multifaktorial
dikatakan multifaktorial karena tidak hanya
melibatkan beberapa gen tetapi juga lingkungan, dan bagaimana interaksi antara
gen dan lingkungan tersebut. seringkali peranan gen yang terlibat hanya kecil
dampaknya terhadap manifestasi suatu penyakit tetapi ketika ada interaksi
dengan lingkungan, manifestasi itu berdampak besar. paling sering dijumpai di
populasi contoh kasus : kardiovaskular, diabetes, asma, obesitas, demensia,
osteoporosis, asam urat dan lain-lain.
beberapa contoh :
Ø Pengelompokan
penyakit genetik
Secara klinis, penyakit genetik terbagi atas 2
kelompok yang berhubungan dengan:
a. Kelainan kromosom
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh kelainan
kromosom adalah sebagai berikut:
Sindrom Jacobs (47, XYY atau 44A +
XYY)
Penderita
mempunyai 44 Autosom dan 3 kromosom kelamin (XYY). Kelainan ini ditemukan oleh
P.A. Jacobs pada tahun 1965 dengan ciri – ciri pria bertubuh normal,
berperawakan tinggi, bersifat antisosial, perilaku kasar dan agresif, wajah
menakutkan, memperlihatkan watak kriminal, IQ dibawah normal.
Sindrom Klinefelter (47, XXY atau
44A + XXY)
Penderita
mempunyai 44 Autosom dan 3 kromosom kelamin (XXY). Kelainan ini ditemukan oleh
H.F. Klinefelter tahun 1942. Penderita berjenis kelamin laki – laki tetapi
cenderung bersifat kewanitaan, testis mengecil dan mandul, payudara membesar,
dada sempit, pinggul lebar, rambut badan tidak tumbuh, tubuhnya cenderung
tinggi (lengan dan kakinya panjang), mental terbelakang.
Sindrom Turner (45, XO atau 44A + X)
Penderita
mempunyai 44 Autosom dan hanya 1 kromosom kelamin yaitu X. Kelainan ini
ditemukan oleh H.H. Turner tahun 1938. Penderita Sindrom Turner berkelamin
wanita, namun tidak memiliki ovarium, alat kelamin bagian dalam terlambat
perkembangannya (infatil) dan tidak sempurna, steril, kedua puting susu
berjarak melebar, payudara tidak berkembang, badan cenderung pendek (kurang
lebih 120 cm), dada lebar , leher pendek, mempunyai gelambir pada leher, dan
mengalami keterbelakangan mental.
Sindrom Cri du chat
Anak yang
dilahirkan dengan delesi pada kromosom nomor 5 ini mempunyai mental
terbelakang, memiliki kepala yang kecil dengan penampakan wajah yang tidak
biasa, dan memiliki tangisan yang suaranya seperti suara kucing. Penderita
biasanya meninggal ketika masih bayi atau anak – anak.
Ø Mengenal
Penyakit-Penyakit Genetika
Kita sering
mendengar atau menemui seseorang yang menderita
sejak lahir. Ada juga seseorang yang ketika sudah dewasa mendapat suatu
penyakit tertentu yang tidak disebabkan oleh virus yang menyerang dirinya. Juga
tidak disebabkan oleh pola hidup dan kesehatan yang dijalankannya. Seseorang
bisa saja terkena penyakit yang disebabkan karena turunan.
Klasifikasi Penyakit Genetika
Penyakit genetika dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yakni karena kelainan kromosomal, single gene atau kelainan
mendel, kelainan multifaktorial, dan mitokondrial.
·
Kelainan Kromosomal
Kelainan
kromosomal ditandai dengan kelainan jumlah atau struktur kromosom, bisa pada autosom maupun gonosom (kromosom
kelamin). Penyakit genetika yang disebabkan kelainan autosom ialah Sindroma
Down (Mongolid syndrome), SIindroma Patau, Sindroma Edwards, dan Sindroma
"Cri-du-chat".
Sementara yang disebabkan kelainan gonosom ialah Sindroma Turner, Sindroma
Klinefelter, Sindroma Superfemale/Triple -X atau Trisomi X, dan Supermale.
Kelainan gonosom inilah yang saat ini banyak menjadi pemberitaan di media, dengan dieksposnya seseorang yang dianggap memiliki
kelamin ganda.
- Single
Gene
Kelainan
genetika lainnya yakni single gene atau monogenetic
disorders. Kelainan genetika ini bisa menyebabkan penyakit Huntington dan
Cystic fibrosis. Hanya saja, jenis penyakit ini memang agak jarang ditemui
meskipun ada juga beberapa manusia yang menderita penyakit Huntington.
- Kelainan
Multifaktoral
Kelainan
genetika multifaktorial disebabkan bukan hanya oleh kelainan gen saja,
melainkan melibatkan juga lingkungan dan interaksi antara gen dengan lingkungan
tersebut. Pada kelainan multifaktorial ini, meski kecilnya peranan gen terhadap
timbul dan berkembangnya penyakit, interaksi dengan lingkungan bisa menyebabkan penyakit yang diderita menjadi lebih
berpotensial.
Penyakit genetika yang disebabkan kelainan multifaktorial ini di antaranya diabetes, asma, asam urat, osteoporosis, demensia, obesitas, dan berbagai penyakit lainnya
yang memiliki interaksi dengan lingkungan.
- Kelainan
Mitokondrial
Kelainan ini
disebabkan adanya mutasi pada kromosom sitoplasma mitokondria. Penurunan
kelainan mitokondria diturunkan secara maternal. Pada saat
pembuahan sperma terhadap ovum, mitokondria sperma tidak melebur ke dalam ovum.
Penyakit genetika yang disebabkan kelainan mitokondrial yakni Leber Hereditary
Optic Neuropathy (LHON).
B.
Uji Diagnosik pemeriksaan penapisan fenotipe
Banyak gangguan genetik dapat didiagnosa
berdasarkan fenotipe yang dihasilkan (misalnya : manifestasi klinik penyakit).
Fibrosiskistik dapat didiagnosa dengan menggunakan uji klorida dalam keringat
(konfirmasi genetik adanya gen CFTR yang bermutasi juga dilakukan), dan
feniketonuria dapat didiagnosis dengan menentukan kadar fenilalanin dalam darah
neonatus.
Beberapa gangguan dapat
didiagnosis secara pranatal. Sebagai contoh,neural tube defect sering
menyebabkan peningkatan kadar alfafetoprotein (AFP). AFP adalah suatu protein
yang hanya dijumpai pada jaringan janin. Neural tube defect menyebabkan
organ-organ internal jsnin berada dekat dengan cairan amnion sehingga kadar
protein ini meningkat. Dalam keadaan normal, kadar AFP di dalam cairan amnion
meningkat sampai usia gestasi 14 minggu dan kemudian turun dengan cepat. AFP
berdisfusi menembus plasenta untuk masuk ke dalam serum ibu; karena itu, kadar
AFP dan AFP serum ibu (MSAFP) sebanding. MSAFP dapat diukur untuk menentukan
status janin dengan tingkat invasivitas uang minimal dibandingkan dengan
pengambilan sampel cairan amnion.
Nilai prediksi positif MSAFP
rendah, yang berarti bahwa peningkatan kadar tidak 100% akurat untuk
mendiagnosis neural tube defect. MSAFP dapat meningkat oleh sebab lain,
termasuk kembar, kematian janin, trisomi 13, dan kelainan kromosom lainnya.
Sebaliknya, MSAFP sering rendah dengan pasien yang Sindrom Down.
Ultrasonografi adalah metode
lain untuk melihat kelainan perkembangan. Banyak gangguan struktural, seperti
anensefalus(tidak adanya otak) dan cacat jantung kongenital secara umum dapat
dilihat pada trimester kedua.
C. Uji
Diagnosik Pengambilan Sampel Sel Janin
Salah
satu dari beberapa metode yang tersedia untuk diagnosis pranatal adalah adalah
amniosentesis. Amniosentesis adalah pengguanaan jarum untuk menyedot (aspirasi)
sekitar 20-30 ml cairan dari kantong amnion perempuan hamil, biasanya pada
trimester kedua. Cairan amnion mengandung sel-sel yang berasal dari janin dan
urin janin. Pemeriksaan sitogenetik (yaitu, penentuan kariotipe) dilakukan pada
sel-sel ini dan memerlukan waktu sekitar 2- 3 minggu untuk memperoleh hasil.
Amnionsentesis dianjurkan bagi perempuan hamil berusia lebih dari 35 tahun,
perempuan yang perna melahirkan anak dengan kelainan kromosom, dan perempuan
dengan riwayat cacat genetik dalam keluarganya. Amnionsentesis bukan tidak
memiliki resiko; prosedur ini menyebabkan kematian janin dengan angka sekitar
0,5%.
Pengambilan
sampelvilus korionik (CVS) adalah pengambilan langsung sel-sel trofoblastik
janin (vitus korionik bantalan plasenta). CVS dilakukan pada akhir trimester
pertama sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini dibandingkan amniosentesis. CVS dilakukan dengan memasukan
sebuah jarum melalui abdemen atau sebuah kateter melalui serviks. Sel-sel yang
diambil dengan CVS cepat mengalami pembelahan, dan pada sebagian kasus
kariotipe sudah dapat diketahui dalam 48 jam sementara pada kasus yang lain
dapat mencapai 2 minggu. CVS memiliki resiko angka kematian janin yang lebih
tinggi dibandingkan dengan amniosentesis, yaitu 1% sampai 1,5%.
Pengambilan
sampel darah umbilikus pertikus (PUBS) adalah suatu metode untuk mengakses
aliran darah janin. Darah janin diambil dari tali pusat dibawah tuntunan
ultrasonografi. PUBS dilakukan setelah usia gestasi 16 minggu dan digunakan
untuk menganalisis secara cepat sitogenetika janin. Hasilnya tersedia dala 2 –
3 hari,.
Suatu
teknik yang masih eksperimental adalah analisis mudigah praplantasi. Dalam
teknik ini, diambil beberapa sel dari embrio/mudigah 8-sel yang dihasilkan
melalui pembuahan in vitro, sel-sel ini dianalisis untuk defect genetik,
termasuk gangguan gen-tunggal dan aneuploidi. Apabila terbukti bebas dari
penyakit genetik, maka sel tersebut di tanam di uterus perempuan sehingga
kemudian dapat berkembang menjadi janin.
Untuk mengetahui
adanya kelainan kromosom yang menyebabkan sindrom Down dan kecacatan fisik
janin, umumnya pelaksanaan Diagnostik Prenatal (DP)
dilaksanakan pada usia kehamilan 11-13 minggu. Di usia kehamilan ini juga dapat
dilakukan pemeriksaan jaringan plasenta (chorionic villus sampling). Kemudian,
masuk kehamilan 15 minggu dapat dilakukan pemeriksaan cairan ketuban
(amniocentesis). Sedangkan pada kehamilan 20-24 minggu, dengan pemeriksaan USG
dapat diketahui penyakit bawaan lain seperti penyakit jantung bawaan.
Kromosom
diwariskan oleh sperma dan sel telur orangtua kepada bayi mereka. Tiap manusia
dalam kondisi normal memiliki 46 kromosom, tapi ada kalanya terjadi situasi
ketika bayi menerima kromosom dalam jumlah yang lebih banyak atau lebih
sedikit. Misalnya pada anak dengan sindrom Down yang memiliki 47 kromosom.
Risiko terjadinya kelainan
pada genetika bayi makin meningkat seiring bertambahnya usia ibu hamil.
Kelainan kromosom juga telah menyebabkan setidaknya 50 persen keguguran di masa awal kehamilan.
Memeriksakan kehamilan sejak dini dengan tes-tes tertentu dapat membantu mendeteksi
kelainan tersebut.
Tes Diagnosis
Tes
diagnosis yang didahului dengan pemeriksaan awal pada umumnya dapat dilakukan
di usia kehamilan 11-20 minggu. Dengan mengetahui kemungkinan ada atau tidak
adanya kelainan pada bayi yang akan lahir, tes ini akan memberi Anda waktu
untuk mempersiapkan kelahiran bayi berkebutuhan khusus. Pilihan pemeriksaan
awal yang dapat diambil ibu hamil meliputi: USG awal (nuchal translucency screening),
tes darah, atau kombinasi keduanya.
Setelah pemeriksaan awal, terdapat
beberapa alternatif tes diagnosis untuk memastikan apakah bayi berpotensi
mengidap kelainan tertentu. Antara lain:
Ø Amniosentesis
Amniosentesis adalah pemeriksaan
kelainan kromosom bayi dengan pengambilan sampel cairan ketuban. Pemeriksaan
yang dilakukan saat usia kehamilan sekitar 16-20 minggu ini memiliki tingkat
keakuratan 99 persen dalam mendeteksi hampir semua jenis kelainan kromosom
seperti sindrom Down dan Turner. Dengan mendeteksi kadar alpha-fetoprotein (AFP) di
dalam cairan ketuban, dapat juga diketahui keberadaan cacat tabung saraf pada
bayi.
Ø Chorionic
villus sampling (CVS)
Chorionic villus merupakan bagian dari
plasenta di mana terdapat perbatasan antara jaringan pembuluh
darah ibu
dan janin. Komposisi genetika yang terdapat di sel-sel chorionic villus sama
dengan komposisi genetika sel-sel janin. CVS dilakukan dengan mengambil sampel
substansi chorionic villus yang
identik dengan sel-sel bayi untuk dibiopsi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
pada usia kehamilan sekitar 11-14minggu. Risiko keguguran setelah CVS sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan risiko keguguran akibat amniosentesis.
Ø Fetal
blood sampling
(FBS)
Tes untuk mendeteksi kelainan kromosom
atau genetika ini dilakukan dengan mengambil sampel darah bayi langsung dari
tali umbilikus atau janin. FBS juga dilakukan untuk memeriksa keberadaan
infeksi pada janin, anemia, dan kadar oksigen darah janin.
Tes-tes
di atas umumnya memiliki 0,5–2 persen kemungkinan keguguran. Oleh karena itu,
tes-tes tersebut hanya dianjurkan bagi wanita hamil yang berisiko tinggi, yaitu
mereka yang sebelumnya memiliki anak dengan kelainan kromosom atau genetik, ibu
hamil berusia 35 tahun ke atas, dan wanita yang memiliki riwayat anggota
keluarga pengidap kelainan kromosom.
Jenis-jenis Kelainan Umum pada Bayi
Kelainan
kromosom dapat menyebabkan gangguan spesifik yang diidap bayi. Jenis kelainan
tersebut ada berbagai macam. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang paling
umum terjadi. Semuanya dapat dideteksi dengan tes-tes di atas.
Ø Sindrom
Down: kelainan
jumlah kromosom yang menyebabkan gangguan kemampuan belajar dan perbedaan
tampilan fisik dari manusia pada umumnya.
Ø Spina
bifida:
kelainan
dalam perkembangan tulang belakang dan saraf tulang belakang yang mengakibatkan
adanya celah pada tulang belakang serta gangguan pada otak.
Ø Talasemia:
kelainan
darah
yang bersifat turunan yang menyebabkan sel-sel darah merah tidak dapat
berfungsi secara normal, sehingga mengakibatkan anemia.
D. Uji Diagnosik Analisis Genetik Molekuler
PCR (Era Uji Diagnoistik Molekuler Terkini)
UJI DIAGNOSTIK
MOLEKULER
Dalam bidang kedokteran (manusia maupun hewan),
uji-uji diagnostik merupakan salah satu metode untuk menangani kasus penyakit.
Berbagai uji diagnostik telah dikembangkan, baik yang didasarkan pada teknik
kultur agen penyakit, reraksi kimia/biokimia maupun reaksi imunologik. Dengan
berkembangnya teknologi dalam bidang biologi molekuler, maka pengembangan
uji-uji diagnostik mulai diarahkan kepada teknologi tersebut yang menggunakan
materi genetik sebagai dasar pengujiannya.
Materi genetik yang berupa asam nukleat baik DNA (Deoxy-ribose Nucleic Acid)
maupun RNA (Ribo Nucleic Acid) mengandung tiga komponen, yaitu: 1) basa (purin
dan pirimidin); 2) gula (deoksiribosa untuk DNA dan ribosa untuk RNA); dan 3)
fosfat. Basa purin yang terdapat pada DNA maupun RNA adalah sama, yaitu Adenine
[A] dan Guanine [G] sedangkan basa pirimidin berbeda, untuk DNA adalah Cytocine
[C] dan Thymine [T] dan untuk RNA kedudukan Thymine digantikan oleh Uracil [U]
Kedua unsur basa tersebut (purin dan pirimidin) akan berpasangan membentuk
kode-kode genetik pada DNA maupun RNA melalui ikatan hidrogen (A akan
berpasangan dengan T [pada DNA] atau A dengan U [pada RNA]; dan G dengan C).
Unsur gula dan fosfat akan membentuk struktur DNA dan RNA. DNA memiliki
struktur rantai ganda sedangkan RNA memiliki rantai tunggal. Struktur DNA lebih
stabil bila dibandingkan dengan RNA. Berdasarkan materi genetik tersebut,
uji-uji diagnostik dikembangkan melalui teknik-teknik molekuler seperti
hibridisasi dengan probe asam nukleat; polymerase chain reaction (PCR), restriction
fragment length polymorphism (RFLP )dan sekuensing asam nukleat.
Reaksi Rantai Polimerase
Salah satu perkembangan teknik biologi molekuler yang
sangat membantu dalam pengembangan
uji-uji diagnostik adalah PCR. PCR dapat mengamplifikasi DNA dan jumlah yang
sedikit menjadi jumlah yang dapat dideteksi/banyak. Adanya penemuan DNA
polymerase (Taq polymerase) yang stabil pada temperatur tinggi dan pengembangan
alat yang mengatur temperatur proses PCR secara otornatis, telah membuat PCR
dapat digunakan untuk uji-uji diagnostik secara praktis. DNA polymerase adalah
enzim yang dapat mensintesis rantai DNA yang baru dan DNA yang sudah ada.
Penemuan enzim yang tahan panas sangat membantu untuk mensintesis DNA baru,
karena tahap awal proses PCR dilakukan dengan cara pemanasan rantai DNA yang
sudah ada pada temperatur 90°C.
Reaksi Rantai Polimerase atau Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu
teknik sintesis untuk mengamplifikasi atau melipatgandakan fragmen DNA target
secara invitro dengan eksponensial yang menggunakan primer atau pemula DNA yang
tepat. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA in vivo. Berbeda
dengan proses replikasi yang berlangsung secara diskrit untuk sepanjang rantai
DNA, maka pada proses PCR reaksi ini berjalan kontinu, tetapi hanya untuk satu
segmen tertentu saja dari suatu DNA.
Teknik PCR ditemukan pertama kali oleh Kary, B. Mullis pada tahun 1985. Impian
Mullis dimulai ketika di bulan April, malam Jumat, 1983, saat membawa
kendaraannya keluar kota pada bulan purnama menuju ke Negara bagian utara
California dimana Mullis mendapatkan inpirasi yang bermakna dengan menemukan
cara baru untuk mendeteksi urutan basa yang spesifik dari DNA. Penemuan yang
mempesonakan itu dipublikasi pada American Scientific, 1990, yang memberiny peluang
pada tahun 1993 mendapatkan hadiah Nobel dalam kimia atas penemuan PCR. Semula
Mullis menggunakan enzim Klenow fragmen E.coli DNA Polymerase I untuk memicu
perpanjangan potongan DNA yang spesifik. Namun, enzim ini tidak dapat bertahan
pada saat tahapan denaturasi dari PCR, sehingga mengharuskan penambahan enzim
yang baru lagi pada setiap siklus PCR. Kondisi ini merupakan suatu hambatan
yang kritis, khususnya pada teknik yang diharapkan berlangsung secara
automatis. Klenow enzim dapat bekerja baik pada potongan DNA yang pendek
(<200bp), tetapi tetapi tidak bis bekerja pada potongan DNA yang lebih
besar, karena hasilnya yang memberikan sensitifitas yang rendah dan
memperlihatkan hasil yang heterogen. Hal ini disebabkan karena tahapan
annealing yang rendah dan perubahan temperatur (37’C) yang harus disesuaikan
untuk mengaktifkan enzim Klenow. Situasi yang sangat memperihatinkan pada awal
dimulainya PCR ini ialah bahwa teknik ini dilakukan secara manual dari satu
waterbath ke waterbath lainnya sesuai tahapan dari PCR. Setelah beberapa tahun
berikutnya didapatkan enzim thermostable DNA Polymerase yaitu Taq DNA
Polymerase, PCR menjadi sangat populer dalam penelitian. Penemuan enzim ini
juga memberi peluang untuk dilakukannya setiap tahapan PCR secara automatis, sehingga
PCR sekarang telah dapat dikerjakan dengan mesin. Untuk mendeteksi potongan DNA
yang spesifik dengan PCR diperlukan informasi dari tiap mikroorganisme yang
memiliki potongan DNA yang spesifik untuk golongannya. Dengan merancang
komplementer potongan DNA yang spesifik dari mikroorganisme tersebut, maka
dapat dihasilkan pemula DNA atau disebut juga primer. Potongan DNA yang
spesifik ini akan berikatan dengan pasangan yang komplementer dengannya, dan
inilah yang dilipatgandakan atau diamplifikasi sampai jutaan dalam waktu
sekitar 4 jam pada mesin PCR. Untuk mendukung amplifikasi tersebut diperlukan
berbagai zat lainnya, kemudian divisualisasikan melalui elektroforesis dan
proses hibridisasi. Keseluruhan proses PCR membutuhkan waktu hanya 2 hari. Pada
perkembangan penggunaan PCR dilakukan pemurnian terhadap sampel yang akan di
tes. Permunian sampel DNA dilakukan dengan memakai metode Boom (1990). Metode
ini menggunakan Chaotropic agent guanidium thiocyanate (GuSCN) dan diatom.
GuSCN dan diatom menghilangkan hambatan secara efisien terhadap berbagai macam
sampel dari rumah sakit. GuSCN berfungsi untuk lisis dan menginaktifkan asam
nukleat, sedangkan partikel silica ataupun diatom berfungsi mengikat asam
nukleat. Untuk mengamplifikasi DNA dilakukan 30-40 kali siklus proses PCR. Satu
siklus terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap denaturasi pada temperatur 95°C, tahap
hibridisasi primer pada temperatur 37° sampai 56°C dan tahap polimerisasi pada
temperatur 72°C. Secara umum, DNA yang akan diamplifikasi diapit oleh sepasang
primer sintetik yang merupakan potongan pendek dari DNA yang
spesifik/komplementer yang berfungsi sebagai template dari DNA yang akan
diamplifikasi. DNA target yang akan diamplifikasi didenaturasi terlebih dahulu
dengan pemanasan, kemudian primer ditambahkan pada DNA target dan temperatur
diturunkan agan terjadi proses hibridisasi. Bila tahap polimerisasi dimulai,
maka rantai DNA target yang terdapat di antara primer akan diperbanyak menjadi
dua rantai dengan panjang yang sama seperti DNA target. Dengan adanya
pengulangan tahap-tahap denaturasi, hibridisasi dan polimerisasi beberapa kali,
maka DNA target akan diperbanyak secana efektif. Bila enzim reverse
transcriptase yang mensintesis DNA dan template RNA, digunakan pada tahap awal
proses PCR, maka RNA ribosom dan genomik dan virus RNAjuga dapat diamplifikasi.
Prinsip dasar suatu PCR adalah : pasangan primer menghibridisasi sekuens
komplemen terget pada rantai DNA yang sebelumnya telah terdenaturasi. Sintesis
DNA kemudian berlangsung dengan bantuan enzim polimerase di sepanjang daerah
diantara primer. PCR dilaksanakan dengan cara menginkubasi sample pada
temperatur yang berbeda pada tahap, dalam suatu siklus PCR, yaitu tahap : 1.
Denaturasi Dengan pemanasan 95 oC rantai DNA akan berpisah, karena panas dapat
merusak ikatan hidroksi antara basa-basa yang komplementar. 2. Annealing (
penempatan / pemasangan primer ) Primer dipasangakan pada tempat yang sesuai (
berkomplementer dengan rantai tunggal DNA ) melalui proses pembentukan iktan
hidroksi.Untuk proses pemasangan primer ini dibutuhkan temperature yang berbeda
dari setiap primer. 3. Extension ( Perpanjangan) Setelah primer ditempatkan
pada posisi yang tepat, dimulailah proses pemanjangan rantai baru DNA yang
berkomplementar, dengan bantuan enzim DNA polymerase sehingga terbentuk suatu
fragmen rantai ganda DNA yang spesifik. Enzim yang stabil pada temperatur
tinggi ini akan membantu proses penempaan nukleotida yang dibutuhkan sampai
terbentuknya suatu rantai ganda DNA, temperatur optimal yang dibutuhkan untuk
proses ini adalah 72o C. PCR dapat digunakan dalam uji-uji diagnostik untuk
mengamplifikasi asam nukleat dan agen-agen penyakit yang ada dalam jumlah
sedikit sehingga sensitifitas uji dapat ditingkatkan. DNA yang telah
diamplifikasi selanjutnya diidentifikasi dengan teknik hibridisasi yang
rnenggunakan probe asam nukleat yang spesifik, atau dengan analisis restriction
fragment length polymorphism (RFLP) dan elektroforesis pada gel agarose atau
dengan cara sekuensing. Perkembangan selanjutnya terhadap pemanfaatan mesin
PCR, dibedakan antara PCR unipleks dan PCR multipleks. Bila digunakan hanya
satu pasang primer disebut PCR unipleks, sedangkan PCR yang menggunakan lebih
dari satu pasang disebut PCR multipleks tak ada perbedaan pada tahapan
denaturasi, annealing dan elongation, terkecuali pada kandungan PCR-miks, waktu
tahapan dan jumlah sikling temperatur. PCR Unipleks dapat dipakai untuk
diagnosis terhadap penyebab penyakit infeksi, termasuk M. tuberkulosis dan
mikobakterium lain, sedangkan PCR multipleks selain digunakan untuk diagnosis,
juga untuk tes resistensi terhadap OAT.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Genetika adalah ilmu yang
mempelajari sifat keturunan (pewarisan sifat) dari orang tua atau induknya
kepada keturunannya. Genetika dapat disebut juga sebagai ilmu gen dan segala
aspeknya. gen merupakan uraian unik asam deogsiribonukleat (DNA) yang merupakan
kode untuk protein tertentu . gen kita di turunkan dari orang tua kita , gen inilah
yang menentukan rupa kita dan bagaiman reaksi kita terhadap keadaan tertentu .
beberapa gangguan atau penyakit diketahui merupakan keturunan suatu gen tunggal
. beberapa penyakit lainnya tergantung dalam penurunan kelompok gen atau
kromosom defektif .
Kelainan genetika (genetic
abnormally) adalah
sebuah kondisi kelainan oleh satu atau lebih gen yang menyebabkan sebuah
kondisi fenotipe klinis atau merupakan penyimpangan dari sifat umum/sifat
rata-rata manusia.
Penyakit Genetika (genetic disorder) adalah penyakit yang muncul
karena tidak berfungsinya faktor-faktor genetik yang tidak mengatur struktur
dan
fungsi fisiologi tubuh manusia
penyakit genetika disebabkan oleh adanya kelainan gen
yang di turunkan saat terjadinya pembuahan sel sperma terhadap ovum . penyakit
genetika bisa saja diturunkan dari orang tua yang sehat , namun memiliki gen
yang rusak sehingga si anak memiliki gen yang rusak juga .
Genetika
berusaha menjelaskan material pembawa informasi untuk diwariskan (bahan
genetik), bagaimana informasi itu diekspresikan (ekspresi genetik), dan
bagaimana informasi itu dipindahkan dari satu individu ke individu lain
(pewarisan genetik).
Daftar
Pusaka
Price,
Sylvia, dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi
KonsepKlinik Proses-Proses Penyakit. EGC : Jakarta
Pringgoutomo,
S., Sutisna H., dan Achmad T. 2002. Patologi I (Umum) Edisi 1. Sagung
Seto, Jakarta.
S.
A. Price & L. M. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit
Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Robbins, S.L., et
al. 1994. Dasar Patologik Penyakit, Binarupa Aksara, Jakarta.
Harris,
Harry. 1994. Dasar-Dasar Genetika Biokemis Manusia Edisi 3. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Harris,
Harry. 1994. Dasar-Dasar Genetika Biokemis Manusia Edisi 3. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar