Langsung ke konten utama

Farmakologi atau ilmu khasiat obat. Susunan saraf otonom

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang  mempelajari kemampuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasipnya didalam organisme hidup. Untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaan pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetik dan farmakodinamika, toksikologi dan farmakoterapi.

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek teraupetis obat berhubungan erat dengan efek dosisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“sola dosis facit venenum” yang artinya hanya dosis membuat racun.

Dalam dunia farmasi, sistem saraf otonom ini sangat erat hubungannya dengan farmakologi dan toksikologi karena kita dapat mengetahui mekanisme kerja obat yang akan mempengaruhi sistem saraf otonom itu sendiri.

B.  Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami efek farmakologi dan mekanisme kerja dari obat yang ditimbulkan dari golongan obat-obat sistem saraf otonom.

 

C.   Tujuan Percobaan

1.    Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami efek farmokologi yang ditimbulkan dari golongan obat-obat sistem saraf otonom.

2.    Tujuan Percobaan

Mengetahui efek farmakologi dan mekanisme kerja obat dari obat SSO (sistem saraf otonom) yaitu efedrin dan atropine sulfat, dengan melihat respon yang ditunjukkan hewan coba setelah pemberian obat secara peroral.

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Teori Umum

Sistem saraf kita terdiri dari dua kelompok yakni susunan saraf pusat (SSP) yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang, dan sistem saraf perifer denga saraf-saraf yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya dengan SSP. Saraf perifer ini terbagi lagi dalam dua bagian yaitu susunan saraf motoris yang bekerja sekehendak kita misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan dan sebagaianya) serta sistem saraf otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri (Tjay dan Rahardja.2002)

Susunan saraf otonom (SSO) juga disebut susunan saraf vegetatif meliputi antara lain saraf-saraf dan ganglia (majemuk dari ganglion yang artinya simpul saraf) yang merupakan persarafan ke otot polos dari berbagai organ (bronchia, lambung, usus, pembuluh darah dan lain-lain). Termasuk kelompok ini pula adalah otot jantung (lurik) serta beberapa kelenjar (ludah, keringat dan pencernaan). Dengan demikian sistem saraf otonom tersebar luas diseluruh tubuh dan fungsinya adalah mengatur secara otonom keadaan fisiologi yang konstan seperti suhu badan, tekanan dan peredaran darah serta pernapasan (Tjay dan Rahardja.2002)

Susunan saraf otonom (SSO) dapat dipecahkan lagi dalam dua cabang yaitu susunan (Ortho) simpatik (SO) dan susunan parasimpatis (SP). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja antagonis bila suatu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru menstimulasinya. Tetapi, dalam beberapa hal khasiatnya berlainan sama sekali bahkan bersifat sinergis (Tjay dan Rahardja.2002).

Susunan saraf motoris mengatur otot-otot lurik dengan implus listrik (ransangan) yang secara langsung dikirim dari SSP melalui saraf motoris keotot tersebut (Tjay dan Rahardja.2002).

Pada susunan saraf otonom, implus disalurkan keorgan tujuan (efektor dan organ ujung) secara tak salung. Saraf otonom dibeberapa tempat terkumpul disel-sel ganglion dimana terdapat sinaps yaitu sela diantara dua neuron (sel saraf). Saraf yang meneruskan implus dari SSP keganglia dinamakan neuron preganglioner, sedangkan saraf antara ganglia dan organ ujung disebut neuron post-ganglioner. Implus dari SSP dalam sinaps dialihkan dari satu neuron kepada yang lain secara kimiawi dengan jalan neurotransmiter (juga disebut neurohormon). Bila dalam suatu neuron implus tiba disinaps maka pada saat itu juga neuron tersebut membebaskan suatu neurohormon diujungnya yang melintasi sinaps dan merangsang neuron berikutnya. Pada sinaps yang berikutnya dibebaskan pula neurohormon dan seterusnya hingga implus tiba diorgan efektor Tjay dan Rahardja.2002).

Saraf kolinergik semua neuron preganglioner baik dari So maupun dari SP, menghasilkan neuhormon asetilkolin, begitu pula neuron post-ganglioner dari SP. Saraf-saraf ini disebut saraf kolihnergik. Asetilkolin (ACh) merupakan transmitter pula untuk saraf motoris pada penerusan implus keotot-otot lurik (Tjay dan Rahardja.2002).

Saraf adrenergik. Sabaliknya neuron post-ganglioner dari SO meneruskan implus dari SSP dengan melepaskan neurohormon adrenalin atau non-adrenalin (NA) pada ujungnya. Neuron ini dinamakan saraf adrenegik. Adrenalin juga dihasilkan oleh bagian dalam (medula) dari anak ginjal (Tjay dan Rahardja.2002).

Guna menghindari kumulasi neurohormon dan terangsangnya saraf secara kontinu, maka terdapat suatu mekanisme inaktivasi. Setelah meneruskan implus, transmitter diuraikan oleh enzim yang terdapat dalam darah dan jaringan. Asetilkolin diuraikan oleh sepasang enzim koinesterase. Non-adrenalin dalam darah mengalami metilasi oleh metiltransferase (COMT) dan deaminasi oleh monoamin-oksidase (MAO) dalam hati serta di jung neuron (setelah diresorpsi kembali). Enzim MAO ini juga bertanggung jawab atas penguraian neurohormon lain dari kelompok kimiawi catecholamin yang aktif dalam SSP, misalnya serotonin dan dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).

Obat-obat otonom adalah obat-obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam susunan saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau mempengaruhi kerjanya atas atas reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung, dan kelenjar dopamin (Tjay dan Rahardja, 2002: 452).

Menurut khasiatnya obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut:

1.  Zat-zat yang bekerja terhadap SO, yakni:

a.  Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru  efek dan perangsangan SO oleh misalnya non-adrenalin, efedrin, isoprenalin, dan amfetamin.

b.  Simpatolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatik atau melawan efek adrenergika, umpamanya alkaloida sekale dan propranolol.

2.  Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni:

a.  Parasipatomimetika (kolinergika) yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan asetilkolin, misalnya pilokarpin dan fisostigmin.

b.  Parasimpatolitika (antikolinergika) yang justru melawan efek-efek parasimpatomimetika, misalnya alkaloida belladona, propantelin, dan mepenzolat.

3.  Zat-zat perintang ganglion, yang merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglionik simpatik dan parasimpatik. Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatik dopamin (Tjay dan Rahardja.2002)

Efinefrin adalah satu dari empat katekolamin-efinefrin, norefinefrin, dopamin dan dobutamin- yang sering digunakan dalam terapi. Tiga katekolamin yang disebut pertama bersifat alamiah didalam tubuh sebagai neurotransmiter, katekolamin yang terakhir adalah senyawa sintetik. Efinefrin disintesis dari tirosin dalam medula adrenal dan dilepaskan, bersama dengan sejumlah kecil norefinefrin kedalam aliran darah. Efinefrin berinteraksi dengan reseptor α maupun β. Pada dosis kecil efek β (vasodilatasi) pada sistem vaskular mendominasi sedangkan efek α (vasokontriksi) paling kuat pada dosis tinggi (Mycek, Mary.2001).

Efek samping yang biasa ditimbulkan seperti ansietas, rasa takut, cemas, sakit kepala dan tremor (Mycek, Mary.2001).

Farmakokinetik dari obat efinefrin yaitu memiliki awitan yang cepat, tetapi berdurasi kerja singkat (karena degradasi yang cepat). Dalam situasi darurat, efinefrin diberikan secara intravena agar awitan kerja sangat cepat. Obat ini juga diberikan secara subkutan, selang endotrakeal, inhasi ataupun topikal pada mata. Pemberian oral tidak efektif karena efinefrin dan katekolamin lainnya dinaktifkan oleh enzim pencernaan. Hanya metabolit yang diekskresikan kedalam urine                         (Mycek, Mary.2001).

Indikasi obat dari obat efinefrin yaitu Efeknya  yang  cukup  kuat,  mampu  menanggulangi  keadaan  dyspneu  akibat bronkhospasme  dan  juga  merupakan  obat  pilihan  untuk  kasus  syok  anafilaktik. Dalam  oftalmologi,  epinefrin  seringkali  digunakan    secara  topikal  sebagai  terapi glaukoma.  Obat  ini  mampu  mengurangi  produksi  aquaeous  humor  dengan  cara pengkonstriksian  pembuluh  darah  badan  siliaris.  Sehingga,  tekanan  intraokular pun  akan  berkurang.  Di  samping  itu,  epinefrin  juga  digunakan  dalam  pemberian obat  lokal  anestetik  untuk  memperpanjang  (duration  of  action)  DOA  efek anestetik obat tersebut.

Modifikasi Farmakologik  pada Fungsi  Otonom. Obat  adrenergik  adalah  obat  yang  mempengaruhi  sistem  adrenergik, termasuk  simpatomimetik  yang  efeknya  menyerupai  aksi  system  simpatis  dan simpatolitik yang efeknya menghambat atau menekan aksi sistem simpatis (Katzung  BG, 2004).

Mekanisme  kerja  obat simpatomimetik (Agonis adrenergik) : (Craig  CR, 2004). 

1.  Memfasilitasi pelepasan  neurotransmitter (  amfetamin)

2.  Menghambat re-uptake  (reserpin)

3.  Agonis reseptor (fenilefrin)

 

Mekanisme  kerja  obat simpatolitik (Antagonis adrenergik):

1.      Menghambat sintesa  neurotransmitter (carbidopa)

2.      Mengganggu penyimpanan di dalam vesikel (guanetidin)

3.      Antagonis reseptor (femtolamin)

B. Klasifikasi Hewan Uji

Mencit (Mus Musculus)

Kingdom               : Animalia

Filum                     : Chordata

Subfilum               : Vertebrata

Kelas                     : Mamalia

Ordo                       : Rodentia

Familia                  : Muridae

Genus                   : Mus

Spesies                 : Mus musculus

C. Uraian bahan

1.  Adrenalin (Dirjen POM, 1979: 238)

Nama Resmi               : EPINEPHRINUM

Nama Lain                   : Epinefrin, Adrenalin

Pemerian                                 : Serbuk hablur renik, putih atau putih kuning    

 gading.

Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup rapat, berisi dosis

 ganda dan terlindung dari cahaya.

Kegunaan                   : Sebagai simpatomimetikum

2.  Aqua Pro Injeksi (Dirjen POM, 1979: 112)

Nama Resmi               : AQUA STERILE PRO INJECTION

Nama Lain                   : Air steril untuk injeksi

Pemerian                     : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau.

Penyimpanan             : Dalam wadah dosis tunggal dari kaca atau

 plastik

Kegunaan                   : Sebagai pelarut

3.  Atropin Sulfat (Dirjen POM, 1979: 98)

Nama Resmi               : ATROPINI SULFAS

Nama Lain                   : Atropin Sulfat

Pemerian                     : Hablur tidak berwarna, serbuk putih, tidak

 berbau, tidak pahit, sangat beracun.

Kelarutan                     : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan

 dalam lebih kurang 3 bagian etanol (90%) P,

 sukar larut dalam klorofom P, praktis tidak

 larut dalam eter P dan dalam benzene P.

Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari

 cahaya matahari

Kegunaan                   : Sebagai parasimpatolitik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB  III

METODE  PERCOBAAN

A.  Alat Dan Bahan

Adapun alat-alat  yang  digunakan pada praktikum ini yaitu kanula, lab kasar, stopwatch dan spoit 1 ml.

Adapun bahan-bahan  yang  digunakan  dalam  praktikum ini  yaitu alkohol, atropin sulfat, aqua pro injeksi dan efinefrin.

B. Prosedur percobaan

1.  Disiapkan alat dan bahan

2.  Disiapkan empat ekor mencit

3.  Dilakukan perhitungan dosis

4.  Untuk mencit 1 digunakan efinefrin secara oral sebanyak 0,5 ml

Untuk mencit 2 digunakan atropin sulfat secara oral sebanyak 0,5 ml

Untuk mencit 3 digunakan efinefrin secara oral sebanyak 0,5 ml

Untuk mencit 4 digunakan atropin sulfat secara oral sebanyak 0,5 ml

5.    Dilakukan pengamatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A.   Tabel hasil pengamatan

Tabel hasil pengamatan obat epinefrin

Efek

0’

30’

60’

90’

Ket

Midriasis

 

 

 

 

 

Miosis

 

 

 

 

 

Vasokontriksi

 

+++

+++

+++

 

Vasodilatasi

 

 

 

 

 

Bronkokontriksi

 

 

 

 

 

Bronkodilatasi

 

 

 

 

 

Diare

 

 

+

 

 

Urinasi

 

 

++

 

 

Saliva

 

 

 

 

 

Tremor

 

+++

+

 

 

Grooming

 

+++

++

+++

 

Straub

 

+

+

+

 

Keterangan :

+++ : banyak sekali

++    : banyak

+      : ada

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B. Perhitungan dan pengenceran

1.    Perhitungan dosis

Jadi     =

2.    Pengenceran

Pengenceran Epinefrin (dosis 1 ml)

            1ml         4 ml

 

                            0,4          5 ml

                        (0,1)

        0,5              5 ml

                              (0,01)

    0,5 (IP)

                                                                (0,001)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam percobaan ini bahan yang digunakan adalah obat epinefrin yang diberikan secara oral terhadap hewan uji mencit . Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 9 0 menit diperoleh data  menimbulkan berbagai efek dari obat-obat tersebut seperti grooming (mengusap-usap wajah dan mulut), ada diare, tremor, vasokontriksi yang dapat dilihat dari pucatnya telinga hewan coba mencit, dan ada urinasi.

            Jika dilihat dari efek yang ditimbulkan vasokontriksi telah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa efek farmakologi epinefrin  pada efek kardiovaskular ini mempunyai kemampuan meningkatkan kekuatan kontraktilitas otot jantung dan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung. Selain itu, epinefrin juga mampu mengakibatkan vasokontriksi arteriola yang terdapat di kulit, membran mukosa dan viscera (Mycek, M.J. Harve y, R.A and Champe, P.C. 2000). Sedangkan efek tremor dan adanya urinasi   terjadi karena efek samping yang dihasilkan dari obat epinefrin tersebut hal ini telah sesuai dengan literatur bahwa efek samping dari epinefrin adalah tremor dan pengeluaran urin berkurang, nyeri kepala dan k etakutan (Mycek, M.J. Harvey, R.A and Champe, P.C. 2004). Untuk efek adanya diare yang terjadi sekali saja merupakan efek farmakonidamik yang ditimbulkan dari obat-obat simpatik sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa efek farmakodinamik yang dihasilkan adalah feses kurang dan hal tersebut kurang diamati dan memang diare terjadi hanya satu kali saja. Begitu pula dengan efek grooming dan pucatnya telinga hewan coba mencit karena vasokontriksi, efek tersebut merupakan salah satu efek farmakodinamik dari obat-obat simpatik bahwa efek farmakodinamik pada mencit/tikus salah satunya adalah grooming (mengusap-usap muka) (Dipiro, T J., Talbert, L R., Yee, G C., Matzke, GR Wells., BG Posoy.,LM., 2008).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

.

 

BAB IV

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan  mekanisme kerja dari obat epinefrin sebagai obat simpatomimetik (Agonis adrenergik) yaitu :

1)  Memfasilitasi pelepasan  neurotransmitter (amfetamin)

2)  Menghambat re-uptake  (reserpin)

3)  Agonis reseptor (fenilefrin)

Dan efek obat epinefrin yang ditimbulkan yaitu vasokontriksi, ada diare,grooming, tremor, telinga hewan coba menjadi pucat, dan ada urinasi. Efek yang ditimbulkan tersebut merupakan suatu efek obat simpatik itu sendiri baik efek farmakodinamik dan efek samping.

B.   Saran

Semoga dengan adanya laporan ini bisa membantu para pembaca  dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR  PUSTAKA

 

Dipiro, T J., Talbert, L R., Yee, G C., Matzke, GR Wells., BG Posoy.,LM., 2008. Pharmacotherapy, A Pathofhysiologic Approach, seventh edition, Mc Grow Hill Companies : USA.

 

Dirjen POM, 1979.  Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Mycek, Mary. J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2.

Jakarta: Widya medika

Mycek,  M.  J.  Harvey,  R.A.  and  Champe,P.C.  Lippincott’S  Illustrated Reviews:  Pharmacology  2nd  edition.  2000.  Lippincott  Williams  &  Wilkins, Philadelphia, pp. 27-34, 55-79

 

Mycek,  M.  J.  Harvey,  R.A.  and  Champe,P.C.  Lippincott’S  Illustrated Reviews:  Pharmacology  2nd  edition.  2004.

 

Sitti,fauziah.2017. Penuntun Praktikum Farmakologi dan Toksikologi. UI-Makassar :

Makassar

 

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002.  Obat-Obat Penting.  Jakarta: PT Elex

Media Kompoitindo Gramedia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

Text Box: Perlakuan :  pengamatan efek yang ditimbulkan dari obat epinefrinDescription: Screenshot_2017-07-13-21-57-30.jpgText Box: Perlakuan :  Pemberian obat Epinefrin pada hewan uji MencitDescription: Screenshot_2017-07-13-22-11-19.jpg 

 

 

              

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uraian Bahan Laporan Analisis Farmasi

B.   Uraian Bahan 1.   Aquadest ( FI . III ; 96) Nama resmi           :   AQUA DESTILLATA Nama lain             :   Air suling R M /B M                   :   H 2 O / 18.02 Pemerian   ....... : .. Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,   tidak   mempunyai rasa Kelarutan               :   Larut dengan semua jenis larutan Penyimpanan      :   Dalam wadah tertutup baik Kegunaan                         :   Sebagai pelarut 2.   H Cl ( FI. III ; 53 ) Nama resmi             : ACI...

Uraian Sampel Aquadest ( Ditjen POM, 1995)

  B. Uraian Sampel 1.     Aquadest ( D itjen POM , 1995) Nama resmi                            : AQUADESTILLATA Nama lain                               : air suling RM/BM                                    : H 2 O / 18,02 R B                                           : H – O - H   Pemeria n      ...

Ayat-ayat Al-Qur’an mengenai ilmu kimia/farmasi

  BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Di dalam Al-Qur’an terdapat kandungan yang merujuk pada fenomena-fenomena alamiah yang dapat dijumpai manusia dalam kehidupan sehari-hari. Al-Quran merupakan Kalamullah (Perkataan/Firman Allah S.w.t) yang bagi kita ummat muslim sudah tidak ada keraguan padanya. Al-Quran banyak sekali menyimpan rahasia dan seiring dengan perkembangan zaman, berjalanya waktu maka semakin membuktikan kebenaran Kitab Allah S.w.t. Di dalam Al-Quran tentunya sangat menganjurkan kita untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan nya dengan sebaik-baiknya. Terkhusus kali ini kita akan memperluas khasanah pengetuhuan kita tentang ilmu kimia atau farmasi serta pentingnya memelihara kebersihan bagi seorang muslim, yang tentunya semakin membuktikan keben a ran dan InsyaAllah akan men am bah keimanan kita akan kitabullah Al-quran al kariim. B.      Rumusan Masalah 1.       Apa itu ilmu kimia/...