BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Teori umum
Antibiotik
adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki
banyak khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman. Sedangkan
toksisitasnya pada manusia relative kecil. Turunan zat tersebut yang dibuat
secara semi sintesis dengan khasiat antibakteri lazimnya disebut antibiotika
(Tjay T.H , 2013 ).
Pada
umumnya, antibiotika dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiarkan dalam
tangki-tangki besar bersamaan dengan zat-zat gizi khusus. Oksigen atau udara
steril disalurkan kedalam cairan pembiakan untuk mempercepat pertumbuhan fungi
dan meningkatkan produksi antibiotikannya. Setelah disolasi dari cairan hablur,
antibiotika ini selanjutnya dimurnikan dan aktivitasnya ditentukan (Tjay, T.H,
2013).
-
Antibitika semisintetik. Apabila pada
persemaian (culture substrate) dibubuhi zat-zat pelopor tertentu, maka zat-zat
ini diinkerporasi kedalam antibotika dasarnya. Hasilnya disebut senyawa semi
sintetik, misalnya penisilin-V.
-
Antibiotika sintetik kini tidak lagi dibuat
secara biosintetik, melainkan dengan seluruhnya
melalui sintesis kimiawi, misalnya kloramfenikol (Tjay, T.H, 2013).
Antimikroba
digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk
prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan dasar. Secara profilaktik juga
diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut
gigi (Tjay, T.H, 2013).
Pemusnahan mikroba dengan
antimikroba yang bersifat bakteriostatik masih tergantung dari kesanggupan
reaksi daya tahan tubuh hospes. Peranan lamanya kontak antara mikroba dengan
antimikroba dalam kadar efektif juga sangat menentukan untuk mendapatkan suatu efek ;
khususnya pada penyakiy tuberkulostatik
(Departemen F dan T, 2007).
Berdasarkan mekanisme
kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok (Departemen F dan T, 2007) :
1. Antimikroba
yang menghambat metabolism sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam
kelompok ini adalah sulfonamide, trimetropin, asam p. amino salisilat (PAS) dan
sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.
Mikroba membutuhkan asam folat
untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendpatkan asam folat
dari luar, kuman patogen harus mensitesis sendiri asam folat dari asam amino benzoate
(PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabla sulfonamide atau sulfon menang bersaing
dengan PABA untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk
analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, kehidupan mikaroba akan
terganggu. Berdasarkan sifat kompetisi efek sulfonamide dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar PABA.
2. Antimikroba
yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Obat yang termasuk dalam kelompok
ini adalah penisilin, vankomisin dan sikloserin. Dinding sel bakteri, terdiri dari
polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida).
Sikloserin menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis dinding
sel, diikuti berturut-turut oleh basitrasin, vankomisin dan diakhiri oleh
penisilin dan sefalosforin, yang menghambat reaksi terakhir (transpeptidasi)
dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman
lebih tinggi daripada luar sel maka kerusakan dinding sel kuman akan
menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman
yang peka.
3. Antimikroba
yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba
Obat yang termasuk dalam
kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba
kemoterapeutik, umpamanya antiseptic surface active agents. Polimiksin sebagai
senyawa ammonium-kuartener dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan
fosfat pada fosfilipid membran sel mikroba. Polimiksin tidak efektif terhadap
kuman Gram-positif karena jumlah fosfor bakteri ini rendah. Kuman Gram-negatif
yang menjadi resisten terhadap pilimksin, ternyata jumlah fosfornya menurun.
Antibiotik polien bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat pada membran
sel fungus sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif membran tersebut.
Bakteri tidak sensitif terhadap antibiotik polien, karena tidak memiliki
struktur sterol pada membran selnya. Antiseptik yang mengubah tekanan permukaan
(surface active agents), dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel
mikroba.
4. Antimikroba
yang menghambat sintesis protein sel mikroba
Obat yang termasuk dalam
kelompok ini adalah golongan aminoglikosid, linkomisin, tetrasiklin dan
kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA.
Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta
sedimentasinya dinyatakan sebagai ribosom 30s dan 50s. untuk berfungsi pada
sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribosom 80s. penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai
cara.
Streptomisin berikatan dengan
komponen ribosom 30s dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada
waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan
nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik aminoglikosid lainnya yaitu
gentamisin, kanamisin dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama, namun
potensinya berbeda.
5. Antimikroba
yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam
kelompok ini ialah rifampisin, dan golongan kuinolon. Yang lainnya walaupun
bersifat antimikroba, karena sifat sitotoksisitasnya, antikanker, pada umumnya
hanya digunakan sebagai obat antikanker; tetapi beberapa obat dalam kelompok
terakhir ini dapat pula digunakan sebagai antivirus. Yang akan dikemukakan
disini hanya kerja obat yang berguna sebagai antimikroba, yaitu rifampisin dan
golongan kuinolon.
Rifampisin, salah satu derivat rifamisin,
berikatan dengan enzim polimerase-RNA (pada sub unit) sehingga menghambat
sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim
DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang
menjadi bentuk spiral sehingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil.
Senyawa
tetrasiklin semula (1948) diperoleh dari Streptomyces
aureofaciens (Klortetrasiklin) dan Streptomyces
rimosus (oxytetrasiklin). Setelah tahun 1960 zat induk tetrasiklin mulai
dibuat seluruhnya secara sintetis, yang kemudian disusul oleh derivat -oksi dan
–klor serta senyawa long-acting doksisiklin dan minosiklin. Khasiatnya bersifat
bakteriostatik, hanya melalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang
bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein
kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram positif dan
gram negatif serta kebanyakan bacilli. Tidak efektif terhadap Pseudomonas dan
proteus, tetapi aktif terhada mikroba khusus seperti Clamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit
kelamin), Rickettsiae (scrubtyphus),
spirokheta (sifilis, framboesia), leptospirae (penyakit weil), Actinomyces dan beberapa protozoa (amuba) (Tjay T.H , 2007 ).
Kimia.
Semua tetrasiklin berwarna kuning dan bersifat amfoter, garamnya dengan
klorida/fosfat paling banyak digunakan. Larutan garam tersebut hanya stabil
pada pH < 2 dan terurai pesat pada pH lebih tinggi. Begitu pula dengan
kapsul yang disimpan ditempat panas dan lembab mudah terurai, terutama dibawah
pengaruh cahaya. Produk penguraiannya epi- dan anhidrotetrasiklin bersifat
sangat toksik bagi ginjsl. Oleh karena itu, suspensi atau kapsul tetrasiklin
yang sudah tersimpan lama atau sudah berwarna kuning tua sampai coklat tidak
boleh diminum lagi (Tjay
T.H , 2007 ).
Penggunaan.
Berhubungan kegiatan antibakterinya yang luas, tetrasiklin lama sekali
merupakan obat terpilih untuk banyak infeksi akibat bemacam-macam kuman,
terutama infeksi campuran. Akan tetapi, karena perkembangan resistensi dan efek
sampingnya pada penggunaan selama kehamilan dan pada anak lecil, maka dewasa
ini hanya dicadangkan untuk infeksi tertentu dan bila terdapat intoleransi bagi
antibiotika pilihan pertama. Antara lain digunakan pada infeksi saluran napas
dan paru-paru, saluran kemih, kulit dan mata. Penggunaannya pada acne hebat berkat
daya penghambatnya terhadap aktivitas enzim lipase dari kuman yang memegang
peranan penting pada acne (propionibacter acnes). Pada bronchitis kronis
adakalanya tetrasiklin digunakan sebagai profiaksis serangan akut (Tjay T.H , 2007 ).
Kinetik.
Resorpsi tetrasikloin dari usus pada perut kosong adalah lebih kurang 75 % dan
agak lambat. Baru setelah 3-4 jam tercapai kadar puncak dalam darah.
Pengecualian adalah doksisiklin dan minosiklin yang diserap baik sekali
(90-100%), juga bila diminum bersamaan dengan makanan. PP paling tinggi adalah
pada doksisiklin (k.i 90%), lalu minosiklin (75%), disusul oleh oksitetrasiklin
(35%). Plasma t ½ TC dan OTC berkisar
antara 9 jam, rata-rata 18 jam untuk minosiklin dan 23 jam untuk doksisiklin.
Daya penetrasi kedalam jaringan agak baik berkat sifat lipofiliknya dengan
afinitas khusus untuk tulang, gigi, kuku, kulit meradang, mata dan proistat.
Difusinya kedalam CCS buruk, kecuali mungkin minosiklin. Ekskresi tetrasiklin
terutama secara utuh melalui ginjal, maka kadarnya dalam kemih tinggi.
Doksisikli dan aminosiklin terutama diekskresi melalui empedu dan tinja. Berkat
siklus enterohepatis ini, kadarnya dalam empedu tinggi sekali (Tjay T.H , 2007 ).
Efek samping. Pada
umunya antibiotika golongan tetrasiklin merupakan obat yang aman, walaupun
dapat memperburuk kondisi ginjal yang suddah ada. Dalam hal ini doksisilin
lebih aman dari pada senyawa-senyawa lain dalam kelompoknya (Tjay T.H , 2007 ).
Pada
penggunaan oral sering kali terjadi gangguan lambung-usus (mual, muntah,
diare). Penyebabnya adalah rangsangan kimiawi terhadap mukosa lambung dan
perubahan flora-usus oleh bagian obat yang tak diserap, terutama pada
tetrasiklin. Hal terakhir dapat menimbulkan pula supra-infeksi oleh antara lain jamur Candida albicans (dengan geala mulut dan tenggorokan nyeri, gatal
sekitaran anus dan diare) (Tjay
T.H , 2007 ).
Efek
samping yang lebih serius adalah sifat penyerapannya pada jaringan tulang dan
gigi yang sedang tumbuh pada janin dan anak-anak. Pembentukan kompleks tetrasiklin-kalsium fosfat dapat
menimbulkan gangguan pada struktur Kristal dari gigi serta pewarnaan dengan
titik-titik kuning-coklat yang lebih mudah berlubang (caries). Efek samping
lain adalah fotosensitasi , yaitu
kulit menjadi peka terhadap cahaya, menjadi kemerah-merahan dan gatal-gatal.
Oleh karena ini selama terapi dengan tetrasiklin, hendaknya jangan terkena
sinar matahari (Tjay T.H , 2007 ).
Kehamilan. Karena
penghambatan pembentukan tulang yang mengakibatkan tulang menjadi lebih rapuh
dan klasifikasi gigi terpengaruh secara buruk, semua tetrasiklin tidak boleh
diberikan setelah bulan keempat ari kehamilan. Begitu pula tidak bagi wanita
yang
menyusui dan pada anak-anak sampai usia 8 tahun (Tjay T.H , 2007 ).
Interaksi. Tetrasiklin membentuk kompleks tak larut
dengan sediaan besi, aluminium, magnesium dan kalsium, sehingga resopsinya dari
susu gagal. Oleh karena itu, zat tetrasiklin, terkecuali doksisilin dan
minosiklin, tidak boleh diminum bersamaan dengan makanan (khususnya susu) atau
antasida. TC, OTC dan minosiklin dapat menghambat hidrolisa dari conjugated
esterogen dalam usus. Turunnya kadar esterogen dalam darah dapat menimbulkan
“setelah penggunaan antikonseptiva yang mengandung etinilestradiol atau
mestranol (Tjay T.H , 2007 ).
Resistensi. Semakin
sering teradi melalui R-plasmid (ekstrakromosomal). Banyak stailokok dan
steptokok sudah menjadi resisten, begitu pula kebanyakan kuman Gram-negatif
(Pseudomonas, Priteus, Klebsiella, Enterobacter, Serratia). Antara
masing-masing derivate tetrasiklin terdapat resistensi-silang, kecuali
minosiklin terhadap Staphylococcus aureus (Tjay
T.H , 2007 ).
Tetrasiklin : TC, Achomycin Hostacycline, Steclin. Digunakan per oral dan juga
parenteral. Absorbsinya dari saluran cerna dihambat oleh a.l. ion-ion kalsium
(susu), magnesium (antasida), makanan dan sediaan-sediaan yang mengandung besi.
Merupakan obat pilihan terhadap infeksi-infeksi yang di akibatkan oleh
organisme intraseluler, karena dapat menembus makrofag dengan baik, mis.
Infeksi dengan chlamydia (trachoma, urethritis), rickettsia (demam Q) dan terhadap Lyme disease. Penggunaan yang meluas akhir-akhir ini menyebabkan
timbulnya banyak kuman resisten seperti stafilokoki, streptokoki, pneumokoki
dan kuman coliform (Tjay T.H , 2007 ).
Selain pada infeksi
saluran nafas dan acne, tetrasilkin juga digunakan pada infeksi saluran kemih
berhubung kadarnya yang tinggi dalam kemih (sampai 60 %). Pada eradikasi
Helicobacter pylori (pembangkit borok usus/lambung), tetrasiklin merupakan
salah satu obatnya bersama obat-obat lain seperti bismutsitrat, metronidazol
dan omeprasol. Adakalanya tetrasiklin digunakan pada malaria, bersama kinin.
Juga digunakan pada disentri basiler, tetapi untuk disentri ameba bukan
merupakan pilihan pertama (Tjay T.H , 2007 ).
Pada infeksi berat dapat
diberikan secara i.v atau i.m. Secara topikal digunakan sebagai salep kulit 3%,
salep mata 1% dan tetes mata 0,5%. Dosis: infeksi umum 4 dd 250-500 mg (garam
HCl/fosfat) 1 jam a.c. atau 2 jam p.c. Infeksi Chlamydia : 4 dd 500 mg selama 7 hari, acne 3-4 dd 250 mg selama 1 bulan, setiap minggu dikurangi dengan
250 mg sampai tercapai stabilitas (selama 3-6 bulan). Malaria : 4 dd 250-500 mg
selama 7-10 hari dikombinasi dengan kinin. Infeksi H.pylory : 4 dd 500 mg selama 1-2 minggu (Tjay
T.H , 2007 ).
Oksitetrasilkin (OTC, Terramycin) adalah derivat-oksi (1950)
dengan sifat dan penggunaan yang sama. Dosis : 4 dd 250-500 mg (garam HCl) 1
jam a.c atau 2 jam p.c (Tjay T.H , 2007 ).
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, 1979. “ Farmakope Indonesia edisi III” Depkes RI : Jakarta
Dirjen POM, 1995. “ Farmakope Indonesia edisi IV” Depkes RI : Jakarta
Departemen
Farmakologi dan Terapeutik, 2016. “ Farmakologi dan Terapi edisi 6 “ FKUI :
Jakarta
Tjay. TH dan
Raharja. 2007 “Obat-Obat Penting” PT
Alex Media Kompetindo : Jakarta
Tjay. TH dan
Raharja. 2013 “Obat-Obat Penting” PT
Alex Media Kompetindo : Jakarta
Komentar
Posting Komentar