BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam
sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian dan kontemplasi tentang
eksistensi Tuhan menempati tempat yang khusus dalam bidang pemikiran filsafat.
Contoh yang paling nyata dari usaha kajian filosofis tentang eksistensi Tuhan
dapat dilihat bagaimana filosof Aristoteles menggunakan gerak-gerak yang nampak
di alam dalam membuktikan adanya penggerak yang tak terlihat (baca: wujud
Tuhan).
Tradisi argumentasi
filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini kemudian secara
berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke dalam dunia keimanan Islam. Tapi
tradisi ini, mewujudkan semangat baru di bawah pengaruh doktrin-doktrin suci
Islam dan kemudian secara spektakuler melahirkan filosof-filosof seperti
Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan secara riil, tradisi ini juga mempengaruhi warna
pemikiran teologi dan tasawuf (irfan) dalam penafsiran Islam.
Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek
permasalahan filsafat. Ketika kita membahas tentang hakikat alam maka
sesungguhnya kita pun membahas tentang eksistensi Tuhan. Secara hakiki, wujud
Tuhan tak terpisahkan dari eksistensi alam, begitu pula sebaliknya, wujud alam
mustahil terpisah dari keberadaan Tuhan. Filsafat tidak mengkaji suatu realitas
yang dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah satu faktor dari ribuan faktor
yang berpengaruh atas alam. Pencarian kita tentang Tuhan dalam koridor filsafat
bukan seperti penelitian terhadap satu fenomena khusus yang dipengaruhi oleh
faktor tertentu.
Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para
Nabi dan Rasul yakni, Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di
atas langit, bukan di alam, tetapi Dia meliputi semua tempat dan segala
realitas wujud.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Beriman Kepada Allah
Allah swt adalah Tuhan yang wajib dipercayai oleh
setiap muslim, Dialah yang menciptakan semua makhluk, mematikannya, lalu
membangkitkannya kembali. dia pemberi rizeki kepada setiap makhluk, mengirimkan
angin dan menurunkan hujan, menciptakan siang dan malam, menundukkan matahari
dan bulan sehingga keduanya berjalan menurut waktu yang ditentukan.
Di dalam
Al-Qur'an disebutkan kata "Allah" sebanyak 2.697 kali. Penyebutnya
itu selalu menerangkan tentang keesaan Allah swt yang merupakan salah satu
sifat-Nya dari beberapa nama-Nya yang indah. Semuanya menjelaskan suatu
kepercayaan yang tertanam dalam hati tentang keberadaan Allah swt dan merupakan
rukun iman yang pertama.
2.2.
Metode pembuktian adanya Allah
Rasa manis bisa diketahui dengan
perantaraan pengecap, akan tetapi
pengecap tidak mampu mengetahui sesuatu yang mengeluarkan bau harum dan yang menampilkan warna. Dengan perantaran alat peraba diketahui material yang dingin dan yang panas, tetapi alat peraba tidak mampu mengetahui adanya suara- suara yang jauh.Daya tangkap manusia yang lebih jauh dan itu adalah pendengaran, tetapi apa yang mampu ditangkap dan diketahui hanyalah suara- suara yang memasuki liang telinganya.Pendengaran tidak dapat menangkap dan mengetahui selain dari itu. Demikian pula penglihatan ada bidang tugas yang terbatas yakni dapat melihat sesuatu dengan perantaraan mata. Penglihatan yang jelas bisa membedakan mana yang putih dan mana yang hitam, mana yang jelek dan mana yang bagus. Penglihatan tidak bisa mengerti bunyi suara, walaupun
suara tersebut sangat jelas, karena bukan bidang tugasnya.Demikian juga zat
Allah SWT. tidak dapat dijangkau dengan panca indera karena Dia tidak bisa
diraba dan diketahui dengan panca indera.Tuhan dapat diketahui dan dilihat
melalui akal pikiran yang sehat.Imam Abu Hanifah membuktikan kekuasaan Allah dengan adanya bermacam-macam ragam kehendak manusia, tetapi kadang-kadang kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang direncanakan.Hal ini membuktikan adanya kekuasaan yang Maha Tinggi,yang menguasai diri kita.
Imam Malik membuktikan kekuasaan Allah dengan adanya manusia yang
beragam-ragam bentuk, rupa, kulit, suara, kemauan dan lain-lain.Namun tidak
ada yang serupa. Kalau dipikirkan tentu ada yang mengaturnya di luar batas
kemampuan manusia, yaitu Zat Yang Maha Kuasa, yakni Allah SWT.
Imam Syafi’i membuktikan kekuasaan Allah dengan memperhatikan dari
sebuah jenis daun tumbuh-tumbuhan yang dapat berubah menjadi bermacam-macam benda, umpamanya: apabila daun dimakan oleh ulat sutera, maka akan menjadi bahan kain yang halus (sutera) yang indah dipakai. Kalau daun tadi dimakan oleh seekor lembu, maka ia akan menjadi susu yang enak diminum dan besar manfaatnya untuk kesehatan kita Imam Hambali membuktikan ada Zat Yang Maha Kuasa itu dengan kejadian makhluk-makhluk terutama manusia, yang asalnya dari setitik sperma, akhirnya setelah mengalami proses yang ditentukan, maka jadilah manusia yang sempurna (M. Noor Matdawam, 1984).
pengecap tidak mampu mengetahui sesuatu yang mengeluarkan bau harum dan yang menampilkan warna. Dengan perantaran alat peraba diketahui material yang dingin dan yang panas, tetapi alat peraba tidak mampu mengetahui adanya suara- suara yang jauh.Daya tangkap manusia yang lebih jauh dan itu adalah pendengaran, tetapi apa yang mampu ditangkap dan diketahui hanyalah suara- suara yang memasuki liang telinganya.Pendengaran tidak dapat menangkap dan mengetahui selain dari itu. Demikian pula penglihatan ada bidang tugas yang terbatas yakni dapat melihat sesuatu dengan perantaraan mata. Penglihatan yang jelas bisa membedakan mana yang putih dan mana yang hitam, mana yang jelek dan mana yang bagus. Penglihatan tidak bisa mengerti bunyi suara, walaupun
suara tersebut sangat jelas, karena bukan bidang tugasnya.Demikian juga zat
Allah SWT. tidak dapat dijangkau dengan panca indera karena Dia tidak bisa
diraba dan diketahui dengan panca indera.Tuhan dapat diketahui dan dilihat
melalui akal pikiran yang sehat.Imam Abu Hanifah membuktikan kekuasaan Allah dengan adanya bermacam-macam ragam kehendak manusia, tetapi kadang-kadang kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang direncanakan.Hal ini membuktikan adanya kekuasaan yang Maha Tinggi,yang menguasai diri kita.
Imam Malik membuktikan kekuasaan Allah dengan adanya manusia yang
beragam-ragam bentuk, rupa, kulit, suara, kemauan dan lain-lain.Namun tidak
ada yang serupa. Kalau dipikirkan tentu ada yang mengaturnya di luar batas
kemampuan manusia, yaitu Zat Yang Maha Kuasa, yakni Allah SWT.
Imam Syafi’i membuktikan kekuasaan Allah dengan memperhatikan dari
sebuah jenis daun tumbuh-tumbuhan yang dapat berubah menjadi bermacam-macam benda, umpamanya: apabila daun dimakan oleh ulat sutera, maka akan menjadi bahan kain yang halus (sutera) yang indah dipakai. Kalau daun tadi dimakan oleh seekor lembu, maka ia akan menjadi susu yang enak diminum dan besar manfaatnya untuk kesehatan kita Imam Hambali membuktikan ada Zat Yang Maha Kuasa itu dengan kejadian makhluk-makhluk terutama manusia, yang asalnya dari setitik sperma, akhirnya setelah mengalami proses yang ditentukan, maka jadilah manusia yang sempurna (M. Noor Matdawam, 1984).
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan
penghayatankeserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil
ikhtira”. Disamping itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu “dalil
‘inayah”. Dalil ‘inayah adalah metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman
dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah Daradjat, 1996).
Beberapa
argumen/dalil yang dapat membuktikan eksistensi Tuhan antara lain:
2.1.1
Pembuktian
Adanya Tuhan dengan Pendekatan Astonomi
Benda
alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi
sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan meyelesaikan setiap
edar-nya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi yang
terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada poros-nya dengan
kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis edarn-ya sepanjang 190.000.000
mil setiap setahun sekali. Di samping bumi terdapat gugus delapan planet tata
surya, termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari
tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama
dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edar-nya dengan kecepatan
600.000 mil per jam. Di samping itu masih ada ribuan sistem selai “sistem tata
surya” kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri.
Galaxy-galaxy terebut juga beredar pada garis edar-nya. Galaxy dimana terletak
sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali
dalam 200.000.000 tahun cahaya.
Logika
manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti,
akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya,
bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar
yang membuat dan mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha
besar tersebut adalah Tuhan.
Metode
pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam
tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah “dalil ikhtira”. Disamping itu Ibnu
Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu “dalil ‘inayah”. Dalil ‘inayah adalah
metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam
bagi kehidupan manusia.
2.1.2 Pembuktian
Melalui Pendekatan Klasik
a)
Kemungkinan Ada dan
Tiadanya Alam (Contingency)
Adanya
alam semesta serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik,
tidak boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah
menciptakannya. Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus
percaya tentang adanya Pencipta Alam.Berdasarkan logika yang sama tentang
adanya alam dalam membuktikan adanya Sang Pencipta, maka ketika alam serta
organisasinya yang menakjubkan tersebut kemudian mejadi tidak ada, ketiadaan
tersebut secara logis juga membuktikan adanya satu Dzat yang meniadakannya.
b)
Rangkaian Sebab
Akibat (Cosmological)
Prof.
Dr. H. M Rasjidi memberikan perumpamaan dalam bukunya : Kalau dua batang
pohon berdiri berdampingan satu sama lain dalam hutan, bila yang satu mati
dan yang satu tetap hidup, orang akan beranggapan bahwa ada sebab-sebab
dan faktor-faktor yang menimbulkan adanya keadaan yang berlainan itu.
Jika
kita amati dengan seksama apa yang dikemukakan oleh beliau kita akan menemukan
satu bukti besar bahwa Allah itu ada. Pohon yang mati sebab mendapat
penyakit, dan penyakit timbul juga karena sebab dan begitulah seterusnya.
2.1.3 Pembuktian
Melalui Pendekatan Kontemporer
a)
Peraturan
Thermodynamics yang kedua
Hukum
yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan energi
membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali. Bertitik tolak dari
kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus berlangsung serta
kehidupan tetap berjalan. Maka hal ini membuktikan secara pasti bahwa alam
bukan bersifat azali.
Jika
demikian maka kita dapat mengambil konklusi bahwa dunia ini akan berakhir dan
dunia ini mempunyai permulaan. Satu hal yang kemudian menjadi menarik bahwa
dunia ini tidak dapat terwujud dengan sendirinya, kecuali dengan pertolongan
adanya Dzat yang berada di luar alam. Oleh karena itu pasti ada yang
menciptakan alam yaitu Tuhan.
b)
Purposive Order.
Segala jenis planet dan
bintang yang tersusun dalam tatasurya berjalan sesuai rotasinya. Matahari dan
bulan, siang dan malam bergerak secara teratur dan mengikuti aturan yang pasti.
Semua itu tidak akan mungkin terjadi secara serasi bila tidak ada yang
mengaturnya. Jika dalam pergerakan dan perputarannya mereka bebas, niscaya
malam akan menjadi siang dan siang akan menjadi malam.
Metode
pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam oleh
Ibnu Rusyd diberi istilah “Dalil Ikhtira”. Disamping itu, Ibnu Rusyd juga
menggunakan metode lain yaitu “Dalil Inayah”. Dalil Inayah adalah metode
pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi
kehidupan manusia.
2.3.
Makna La ilaha illallah
Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam
Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau
dipentingkan manusia, misalnya dalam QS : 45 (Al-Jatsiiyah) : 23, yaitu:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ
هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ
يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّه أَفَلا تَذَكَّرُونَ (٢٣)
Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Dalam QS : 28 (Al-Qashash)
: 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:
وَقَالَ
فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ
غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي
صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ مِنَ
الْكَاذِبِينَ (٣٨)
dan
berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu
selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah
untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan
Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang
pendusta".
Contoh
ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung
arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda
nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam
Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini),
dan banyak (jama’: aalihatun). Derifasi makna dari kata ilah tersebut
mengandung makna bahwa ‘bertuhan nol’ atau atheisme adalah tidak mungkin.
Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan
logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (Ilah) ialah sesuatu
yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga
manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan
hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai,
diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan,
dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah
sebagai berikut:
Al-Ilah
ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan
diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah
ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk
kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan
ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M. Imaduddin, 1989
: 56).Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan
manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak
ber-tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang
dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-tuhan
juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam
ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan
penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada
dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.Untuk lebih jelas memahami
tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa menjelaskan dalam makalahnya yang
berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibn Sina wa Ibnu Rusyd” yang
telah di edit oleh DR. Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi Pemikiran
Falsafi dalam Islam. Beliau mengatakan :
Dalam
ajaran Islam, Allah adalah pencipta segala sesuatu ; tidak ada sesuatu yang
terjadi tanpa kehendak-Nya, serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa
pemeliharaan-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang paling kecil dan paling
halus sekali pun. Ia yang menciptakan alam ini, dari tidak ada kepada ada,
tanpa perantara dari siapa pun. Ia memiliki berbagai sifat yang maha indah dan
agung.
2.4.
Sifat-sifat Allah
Setiap yang wujud pasti memiliki sifat sesuai dengan
tingkatan keadaan yang memiliki sifat itu sendiri. Secara garis besar
sifat-sifat Allah swt itu terbagi menjadi 3 yaitu:
1.
Sifat Wajib dan Sifat Mustahil Sifat wajib adalah sifat yang
pasti dimiliki oleh Allah swt dan mustahil tidak dimiliki oleh-Nya.
Menurut Imam Abu Hasan Al-Asy’ari sifat wajib bagi
Allah swt berjumlah tiga belas, diantaranya adalah:
a.
Wujud artinya ada.
Maksudnya, adanya Allah swt itu terjadi dengan
sendirinya, tidak karena diadakan oleh yang lain. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa
alam dan segala isinya diciptakan oleh Allah swt sudah sesuai dengan kebutuhan
hidup manusia dan makhluk yang lain. Alam semesta ini ada tentulah ada yang
membuatnya, mustahil sesuatu itu terjadi dengan sendirinya. Seperti adanya
hewan, tumbuh-tumbuhan, pergantian musim, siang dan malam, bulan dan bintang
tentunya semua itu ada yang mencipta yaitu sang Khalik. Semuanya itu berjalan begitu
teratur sesuai dengan hukum Allah swt yang berlaku bagi alam. Kesesuaian
tersebut tentunya tidak terjadi dengan sendirinya melainkan ada yang
menciptakannya yaitu Allah swt sebagi yang wujud dan mustahil Allah swt
bersifat adam.
b.
Qidam Alam semesta ini merupakan hasil ciptaan Allah swt.
Pada awalnya alam ini tidak ada, kemudian menjadi ada
dan akan berakhir. Adanya alam ini membuktikan akan adanya yang membuat yanitu
Allah Ynag Maha Pencipta. Adanya Allah swt tentulah lebih dulu dari alam
semesta ini. Seperti adanya rumah tentu ada yang membuat dan ornag yang membuat
rumah tersebut tentulah ada lkebih dulu dari rumah yang dibuat. Demikian juga
adanya Allah swt lebih dulu dari alam yang diciptakan dan mustahil Allah swt
bersifat hudust atau baru.
c.
Baqo’
Baqo’ artinya kekal. Adanya Allah swt itu adalah untuk
selama-lamanya, mustahil Allah swt itu rusak (fana). Berbeda dengan sifat
makhluk yang dulunya tidak ada kemudian ada karena diciptakan dan kemudian akan
mengalami kerusakan. Tidak demikian dengan Allah swt, Dia adalah Yang Maha
Kekal. Bagaimana jadinya alam ini tidak ada yang mengurusnya.
d.
Mukhalafatu Lil Hawadisti
Diantara sifat-sifat Aallah
swt yang lain adalah bahwa Allah swt tidak serupa dengan sesuatu apa pun,
berbeda dengan makhluknya. Perbedaan di sini meliputi segala hal, baik itu
berbeda dalam zat, sifat, maupun perbuatan.
Perhatiakn contoh berikut
ini: Kejadian (zat)manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu air, darah,
tulang dan daging, yang masing-masing unsur memiliki kelemahan dan mudah rusak.
Sifat manusia sangat tergantung pada organ yang terdapat dalam tubuhnya
misalnya otak, hati, jantung, dan sebaginya yang semuanya memiliki kelemahan.
Perbuatan manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan yang dimilikinya, baik itu
kemampuan lahir atau kemampuan batin.
Dengan demikian, terjadi
kesamaan antara Tuhan Sang Pencipta dan makhluknya yang diciptakan. Sifat
mustahilnya adalah mukhalafatu lil hawadisti (serupa dengan makhluknya).
e.
Qiyamuhu Binafsihi
Adanya Allah swt itu sendiri, terjadi dengan
sendirinya, tidak ada yang menjadikan, tidak diangkat oleh siapapun. Wujud
Allah swt ditentukan oleh dirinya sendiir, bukan oleh orang lain yang ada
diluar dirinya. Dia tidak memerlukan bantuan di luar zat-Nya sebab memerlukan
namanya, bukan Tuhan. Oleh sebab itu, mustahil Aallah swt bersifat muhtajun
lighoiriki yang artinya membutuhkan yang lain.
f.
Wahdaniyah
Allah swt adalah Maha Esa, artinya Allah swt tidak
berbilang, tidak dua, tiga dan sebagainya. Ke-Esaan Allah swt adalah mutlak,
esadalam zat, sifat dan perbuatan. Esa dalam zat, maksudnya zat Allah swt tidak
tersusun dalam substansi-substansi, tidak tersusun dari beberapa bagian yang
terpotong-potong seperti layaknya manusia. Allah swt tidak berputra. Jika
berputra maka akan ada susunan. Padahal yang demikian itu mustahil untuk
dijadikan sifat Allah swt. Esa dalam sifat maksudnya bahwa sifat-sifat
kesempurnaan Allah swt tidak dapat dipersamakan dengan sifat-sifat yang ada
pada makhluknya.
Sifat Allah swt mutlak
adanya sedangkan sifat makhluk sangat terbatas seperti sifat mengetahui
pengetahuan Allah swt meliputi langit dan bumi sedangkan pengetahuan manusia
hanya terbatas ilmu yang dimilikinya. Esa dalam perbuatan artinya tidak
seorangpun yang mempunyai perbuatan sebagaimana perbuatan yang dimiliki
oleh-nya. Misalnya dalam menciptakan, mengatur, dan memelihara alam semesta ini
dilakukan oleh Allah swt sendiri dan menurut kehendak-Nya tanpa adanya campur
tangan yang lain. Allah swt perkasa dalam mengatur alam semesta, tanpa ada
bantuan dari siapapun. Andaikata didunia inia da lebih dari satu Tuhan yang
mengatur, tentulah mereka akan saling mengalahkan, tunduk menundukkan, dan
berebut kekuasaan,. Sekiranya hal itu terjadi maka tidak lain akan terjadilah
kerusakan di alam semesta ini. Dengan demikian, mustahil Allah bersifat
ta’addud atau terbilang.
g.
Qudrat Allah swt adalah Maha Kuasa.
Artinya Allah swt dapat berbuat apa saja menurut yang
dikehendaki-Nya. Dia tidak lemah sedikitpun untuk melaksanakan kehendak
tersebut. Apa yang kita lihat di alam semesta ini tidak lain merupakan
perwujudan atau manifaistasi dari sifat kuasa Allah swt. Kekuasaanya tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu mutlak, absolut dalam arti yang sebenar-benarnya,
meliputi langit dan bumi. Dia berkuasa untuk mewujudkan atau melenyapkan sesuatu
yang dikehendakiNya. Adanya siang-malam, hidup, atau mati, kenikmatan atau
bencana atuapun kejadian-kejadian lain di alam ini dalam setiap detiknya
merupakan bukti sifat qodrat Allah swt yang amat jelas.
h.
Iradat Allah swt adalah Maha Berkehendak.
Maksudnya ialah bahwa Dia dibuat sesuatu apa saja untuk
menentukan sesuatu yang maujud ini telah sesuai menurut apa yang menjadi
kehendak dan kemauan-Nya. Selain itu, perbuatan yang dikerjakan oleh Allah swt
pastilah dikerjakan tidak karena keterpaksaan. Jadi, perbuatan Tuhan berupa
apapun, baik yang bersifat penciptaan, pemeliharaan atupun pembinasaan tentulah
dilakukan menurut suatu rencana yang telah ditetapkan didalam kemauan atau
kehendak-Nya. Berlain halnya dengan manusia, ia hanya dapat mempunyai keinginan
dan denagn keinginannya itu ia hanya mampu berikhtiar. Berhasil tidaknya
ikhtiar manusia tergantung dari kehendak Allah swt.
i.
Ilmu artinya mengetahui.
Allah swt adalah Maha Mengetahui segala sesuatu dan
memang apa saja yang maujud sebagai makhluknya ini diliputi oleh
pengetahuannya, baik sesuatu yang telah terjadi ataupun sesuatu yang akan
terjadi nanti. Pengetahuan Allah swt meliputi segalanya tidak terbatas dari hal
yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-besarnya, dari yang berada di udara,
di bumi, dilaut, didaratan, gelap atau terang, lahir ataupun mati. Sifat
mengetahuinya Allah swt tidak pernah didahului oleh ketidaktahuan (kebodohan),
Allah swt juga tidak pernah dihinggapi oleh kelupaan. Pengetahuan Allah swt
tidak dibatasi oleh masa atau tempat. Pengetahuan Allah swt mencakup
keseluruhannya,. Jika kita perhatikan alam semesta ini begitu indah susunannya,
indah tata tertibnya, kokoh buatannya, dan elok serta sedap dipandnagnya. Semua
ini merupakan bukti yang terang dan jelas betapa agung pengetahuan Allah swt
serta betapa besar kebijaksanaan-Nay. Untuk itu, mustahil apabila Allah swt
memiliki sifat bodoh (jahlun).
j.
Hayat
Kehidupan makhluk dialam ini ditentukan oleh masa dan
ruang yang sudah ditentukan habitatnya, misalnya binatang atau tumbuh-tumbuhan
yang hidup didaerah kutub dengan suhu yang dingin. Binatang dan tumbuhan ini
dapat bertahan selam bertahun-tahun disalju. Ternyata kehidupan binatang dan
tumbuh-tumbuhan itu dibatasi oleh ruang dan waktu. Lain halnya dengan Allah swt
yang kekal abadi dan tidak dibatasi oleh runag dan waktu, tidak diawali oleh
waktu lahir, dan tidak diakhiri oleh waktu mati. Dia hidup selama-lamanya
dengan tidak berkesudahan. Karena Allah swt itu hidup, maka Dia memiliki sifat
kuasa, berkehendak, mengetahui,mendengar dan melihat. Andaikan Allah swt itu
tidak hidup sudah pasti Allah swt tidak memiliki sifat-sifat tersebut.
Kehidupan Allah swt adalah kehidupan yang sempurna sekali. Tidak ada suatu
kehidupan yang sempurna kehidupan yang dimiliki oleh-Nya. Bagaimana pula jika
Allah swt itu mati, padahal yang mati tidak dapat berbuat apa-apa pastilah ia
lemah.
k.
Sama’ Allah swt adalah Maha Mendengar.
Allah swt dapat mendengar segala sesuatu dari yang
maujud ini, baik itu yang dilahirkan secara keras atau perlahan atau bahkan suara
batin dari makhluknya dengan bahasa apapun.
Pendengaran Allah swt tidak
dapat dikalahkan oleh hiruk pukulnya suara di dunia. Allah swt mendengar
sesuatu itu tidaklah dengan menggunakan alat penagkap suara, perkakas, telinga,
ataupun alat pendengaran lainnya yang digunakan oleh manusia.
l.
Bashar
Sebagaimana halnya dapat mendenagar, maka Allah swt pun
dapat melihat semua ciptaan-Nya dengan menggunakan penglihatan-Nya, penglihatan
yang mengandung makna seluas-luasnya. Penglihatan Allah swt tidak lah menggunakan
mata sebagaimana penglihatan manusia yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Allah
swt melihat yang tampak maupun yang tersembunyi. Semua yang ada di alam ini tak
luput dari penglihatan Allah swt. Kita sebagi orang yang beriman, maka kita
harus berhati-hati didalam mengerjakan sesuatu. Apa yang kita kerjakan baik itu
perbuatan yang baik ataupun yang buruk tak luput dari penglihatan Allah swt.
Oleh karena itu, mustahil bagi Allah swt itu bersifat umyun (buta).
m. Kalam
Kalam artinya Allah swt berkata-kata atau berfirman,
mustahil Allah swt bersifat bukmun. Allah swt berbeda dengan kata-katanya
manusia atau makhluk yang lain. cara berfirman Allah swt tidak menggunakan
huruf atau suara. Sifat kalam ini ditetapkan oleh Allah swt untuk diri-Nya sendiri.
2.
Sifat Jaiz bagi Allah swt Sifat Jaiz bagi Allah swt hanya
satu yaitu Allah swt bebas berbuat atau tidak berbuat. Berbuat atau tidak
berbuat menjadi wewenang sepenuhnya bagi Allah swt untuk menentukannya sendiri.
Allah swt menjadikan alam ini tidak wajib, tetapi semata-mata boleh saja
hukumnya. Seandainya Allah swt wajib menjadikan alam, berarti semua makhluk
menjadi suatu hal yang wajib adanya.Padahal yang wajib ada hanya Allah swt
semata. Sebaliknya, Allah swt boleh saja tidka menjadikan alam dan segala
isinya ini. Dan, tidak mustahil jika Allah swt tidak menjadikan alam ini.
3.
Menghayati sifat-sifat Allah swt Ada tiga hikmah dalam
menghayati sifat-sifat Allah swt, yaitu:
1)
Menyedari sepenuhnya bahwa apa yang terjadi di dunia ini
merupakan ketetapan Allah swt yang berlaku bagi hamba-Nya.
2)
Berhati-hati dalam menyikapi hidup di dalam dunia yang fana
ini, karena kita menyadari bahwa apa yang kita kerjakan didunia ini akan
diminta pertanggungjawabannya kelak.
3)
Merasa bahwa seseornag harus dilihat oleh Allah swt yang maha
melihat. Apapun yang kita kerjakan baik perbuatan baik atau perbuatan buruk,
sembunyi atau terang-teranagn, pasti akan dilihat oleh Allah swt.
2.5
Al-asma Ul-husna
Rasulullah bersabda:
“ Sesungguhnya hati itu berkarat sebagaimana besi berkarat. Cara
membersihkannya adalah dengan mengingat Allah [dzikrullah] ”
“ Qalbu berkarat karena dua hal yaitu lalai dan dosa. Dan
pembersihnyapun dengan dua hal yaitu istighfar dan dzikrullah” [HR.Ibnu Ab’id
dun ya Al-Baihaqi]
Firman Allah SWT:
“[yaitu] Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan dzikir hati menjadi
tentram.” [Ar-Ra’d : 28]
“ Karena itu ingatlah kepadaKu, niscaya Aku akan ingat
kepadamu.. [Al-Baqarah : 152] “Maka apabila kamu telah selesai shalat, ingatlah
Allah di waktu berdiri,duduk dan di kala berbaring.”[An-Nisa:103]
“Katakanlah olehmu,” Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman.
Dengan nama yang mana saja kalian seru, Dia mempunyai Al-Asmaul Husna
(nama-nama yang terbaik).. [Al-Isra : 110]
“Katakanlah
olehmu,” Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja
kalian seru, Dia mempunyai Al-Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik). [Al-Isra :
110]
"Allah
mempunyai asmaul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaul husna
itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan". [Al-Araf : 180].
Berikut ini adalah
99 nama Allah SWT beserta artinya :
1. Ar-Rahman (Ar
Rahman) Artinya Yang Maha Pemurah
2. Ar-Rahim (Ar
Rahim) Artinya Yang Maha Mengasihi
3. Al-Malik (Al
Malik) Artinya Yang Maha Menguasai / Maharaja Teragung
4. Al-Quddus (Al
Quddus) Artinya Yang Maha Suci
5. Al-Salam (Al
Salam) Artinya Yang Maha Selamat Sejahtera
6. Al-Mu'min (Al
Mukmin) Artinya Yang Maha Melimpahkan Keamanan
7. Al-Muhaimin (Al
Muhaimin) Artinya Yang Maha Pengawal serta Pengawas
8. Al-Aziz (Al
Aziz) Artinya Yang Maha Berkuasa
9. Al-Jabbar (Al
Jabbar) Artinya Yang Maha Kuat Yang Menundukkan Segalanya
10. Al-Mutakabbir
(Al Mutakabbir) Artinya Yang Melengkapi Segala kebesaranNya
11. Al-Khaliq (Al
Khaliq) Artinya Yang Maha Pencipta
12. Al-Bari (Al
Bari) Artinya Yang Maha Menjadikan
13. Al-Musawwir (Al
Musawwir) Artinya Yang Maha Pembentuk
14. Al-Ghaffar (Al
Ghaffar) Artinya Yang Maha Pengampun
15. Al-Qahhar (Al
Qahhar) Artinya Yang Maha Perkasa
16. Al-Wahhab (Al
Wahhab) Artinya Yang Maha Penganugerah
17. Al-Razzaq (Al
Razzaq) Artinya Yang Maha Pemberi Rezeki
18. Al-Fattah (Al
Fattah) Artinya Yang Maha Pembuka
19. Al-'Alim (Al
Alim) Artinya Yang Maha Mengetahui
20. Al-Qabidh (Al
Qabidh) Artinya Yang Maha Pengekang
21. Al-Basit (Al
Basit) Artinya Yang Maha Melimpah Nikmat
22. Al-Khafidh (Al
Khafidh) Artinya Yang Maha Perendah / Pengurang
23. Ar-Rafi' (Ar
Rafik) Artinya Yang Maha Peninggi
24. Al-Mu'izz (Al
Mu'izz) Artinya Yang Maha Menghormati / Memuliakan
25. Al-Muzill (Al
Muzill) Artinya Yang Maha Menghina
26. As-Sami' (As
Sami) Artinya Yang Maha Mendengar
27. Al-Basir (Al
Basir) Artinya Yang Maha Melihat
28. Al-Hakam (Al
Hakam) Artinya Yang Maha Mengadili
29. Al-'Adl (Al
Adil) Artinya Yang Maha Adil
30. Al-Latif (Al
Latif) Artinya Yang Maha Lembut serta Halus
31. Al-Khabir (Al
Khabir) Artinya Yang Maha Mengetahui
32. Al-Halim (Al
Halim) Artinya Yang Maha Penyabar
33. Al-'Azim (Al
Azim) Artinya Yang Maha Agung
34. Al-Ghafur (Al
Ghafur) Artinya Yang Maha Pengampun
35. Asy-Syakur (Asy
Syakur) Artinya Yang Maha Bersyukur
36. Al-'Aliy (Al
Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia
37. Al-Kabir (Al
Kabir) Artinya Yang Maha Besar
38. Al-Hafiz (Al
Hafiz) Artinya Yang Maha Memelihara
39. Al-Muqit (Al
Muqit) Artinya Yang Maha Menjaga
40. Al-Hasib (Al
Hasib) Artinya Yang Maha Penghitung
41. Al-Jalil (Al
Jalil) Artinya Yang Maha Besar serta Mulia
42. Al-Karim (Al
Karim) Artinya Yang Maha Pemurah
43. Ar-Raqib (Ar
Raqib) Artinya Yang Maha Waspada
44. Al-Mujib (Al
Mujib) Artinya Yang Maha Pengkabul
45. Al-Wasi' (Al
Wasik) Artinya Yang Maha Luas
46. Al-Hakim (Al
Hakim) Artinya Yang Maha Bijaksana
47. Al-Wadud (Al
Wadud) Artinya Yang Maha Penyayang
48. Al-Majid (Al
Majid) Artinya Yang Maha Mulia
49. Al-Ba'ith (Al
Baith) Artinya Yang Maha Membangkitkan Semula
50. Asy-Syahid (Asy
Syahid) Artinya Yang Maha Menyaksikan
51. Al-Haqq (Al
Haqq) Artinya Yang Maha Benar
52. Al-Wakil (Al
Wakil) Artinya Yang Maha Pentadbir
53. Al-Qawiy (Al
Qawiy) Artinya Yang Maha Kuat
54. Al-Matin (Al
Matin) Artinya Yang Maha Teguh
55. Al-Waliy (Al
Waliy) Artinya Yang Maha Melindungi
56. Al-Hamid (Al
Hamid) Artinya Yang Maha Terpuji
57. Al-Muhsi (Al
Muhsi) Artinya Yang Maha Penghitung
58. Al-Mubdi (Al
Mubdi) Artinya Yang Maha Pencipta dari Asal
59. Al-Mu'id (Al
Muid) Artinya Yang Maha Mengembali dan Memulihkan
60. Al-Muhyi (Al
Muhyi) Artinya Yang Maha Menghidupkan
61. Al-Mumit (Al
Mumit) Artinya Yang Mematikan
62. Al-Hayy (Al
Hayy) Artinya Yang Senantiasa Hidup
63. Al-Qayyum (Al
Qayyum) Artinya Yang Hidup serta Berdiri Sendiri
64. Al-Wajid (Al
Wajid) Artinya Yang Maha Penemu
65. Al-Majid (Al
Majid) Artinya Yang Maha Mulia
66. Al-Wahid (Al
Wahid) Artinya Yang Maha Esa
67. Al-Ahad (Al
Ahad) Artinya Yang Tunggal
68. As-Samad (As
Samad) Artinya Yang Menjadi Tumpuan
69. Al-Qadir (Al
Qadir) Artinya Yang Maha Berupaya
70. Al-Muqtadir (Al
Muqtadir) Artinya Yang Maha Berkuasa
71. Al-Muqaddim (Al
Muqaddim) Artinya Yang Maha Menyegera
72. Al-Mu'akhkhir
(Al Muakhir) Artinya Yang Maha Penangguh
73. Al-Awwal (Al
Awwal) Artinya Yang Pertama
74. Al-Akhir (Al
Akhir) Artinya Yang Akhir
75. Az-Zahir (Az
Zahir) Artinya Yang Zahir
76. Al-Batin (Al
Batin) Artinya Yang Batin
77. Al-Wali (Al
Wali) Artinya Yang Wali / Yang Memerintah
78. Al-Muta'ali (Al
Muta Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia
79. Al-Barr (Al
Barr) Artinya Yang banyak membuat kebajikan
80. At-Tawwab (At
Tawwab) Artinya Yang Menerima Taubat
81. Al-Muntaqim (Al
Muntaqim) Artinya Yang Menghukum Yang Bersalah
82. Al-'Afuw (Al
Afuw) Artinya Yang Maha Pengampun
83. Ar-Ra'uf (Ar Rauf)
Artinya Yang Maha Pengasih serta Penyayang
84. Malik-ul-Mulk
(Malikul Mulk) Artinya Pemilik Kedaulatan Yang Kekal
85.
Dzul-Jalal-Wal-Ikram (Dzul Jalal Wal Ikram) Artinya Yang Mempunyai Kebesaran
dan Kemuliaan
86. Al-Muqsit (Al
Muqsit) Artinya Yang Maha Saksama
87. Al-Jami' (Al
Jami) Artinya Yang Maha Pengumpul
88. Al-Ghaniy (Al
Ghaniy) Artinya Yang Maha Kaya Dan Lengkap
89. Al-Mughni (Al
Mughni) Artinya Yang Maha Mengkayakan dan Memakmurkan
90. Al-Mani' (Al
Mani) Artinya Yang Maha Pencegah
91. Al-Darr (Al
Darr) Artinya Yang Mendatangkan Mudharat
92. Al-Nafi' (Al
Nafi) Artinya Yang Memberi Manfaat
93. Al-Nur (Al Nur)
Artinya Cahaya
94. Al-Hadi (Al
Hadi) Artinya Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk
95. Al-Badi' (Al
Badi) Artinya Yang Maha Pencipta Yang Tiada BandinganNya
96. Al-Baqi (Al
Baqi) Artinya Yang Maha Kekal
97. Al-Warith (Al
Warith) Artinya Yang Maha Mewarisi
98. Ar-Rasyid (Ar
Rasyid) Artinya Yang Memimpin Kepada Kebenaran
99. As-Sabur (As
Sabur) Artinya Yang Maha Penyabar / Sabar
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Tuhan
(ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam
ajaran Islam diajarkan kalimat “la illaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan. Yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan
penegasan “melainkan Allah”. Hal ini berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada
dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.Umat Islam yang memilih aliran
mana saja (yang ada dalam agama Islam) sebagai teologi mana yang dianutnya,
tidak menyebabkan ia keluar dari Islam.
Manusia tidak mungkin
atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap
manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau
angan-angan (utopia) mereka.
3.2.
Kritik dan Saran
Pendidikan
modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan pengaruhnya yang
telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai membina
jiwa generasi mendatang, maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh negatif
pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam sisi
spiritualitasnya dan berusaha menyempurnakan dari sumber-sumber lain. Bila ini
terjadi, maka perlu segera diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang
terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan berasal dari ajaran spiritualitas
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2012. Pembuktian Wujud Tuhan Menurut Ilmu http://blog-supercoolzz.blogspot.co.id/2012/09/pembuktian-wujud-tuhan-menurut-ilmu.html
Agung
Sukses, Konsep Ketuhanan Dalam Islam,
http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam/
diakses pada 9 April 2016.
Diecipto,2013.Pembuktian Adanya Tuhan Dengan Pendekatan Astronomi. http://iwandicipto.blogspot.co.id/2013/02/pembuktian-adanya-tuhan-dengan_9717.htm. diakses pada 9 April 2016
Kamal, Konsep
Ketuhanan Dalam Filsafat Shadrian,
http://eurekamal.wordpress.com/2007/06/25/konsep-ketuhanan-dalam-filsafat-shadrian/
diakses pada diakses pada 9 April2016.
Meynie
Dhedhe,Tanpa tahun. Hakikat dan Pembuktian Adanya Tuhan serta Konsep Tauhidhttps://web.facebook.com/dhedhe.meynie/posts/594285957291558?_rdr
diakses pada diakses pada 9 April 2016
M. Yusuf Musa, 1984, Segi-segi
Pemikiran Falsafi dalam Islam (editor : DR. Ahmad Daudy, MA) Jakarta :
Bulan Bintang.
M
Rasjidi, 1978, Cetakan keempat, Filsafat Agama, Jakarta :
Bulan Bintang.
M
Rasjidi, 1978, Filsafat Agama, Cetakan keempat, Jakarta :
Bulan Bintang
Pringgabaya, Konsep
Ketuhanan,
diakses pada diakses pada 9 April 2016.
Sayyid Mujtaba Musawwi
Lari, 1989. God and His Attributes: Lessons on Islamic Doctrine. Cet.
1. (Terj. Ilham Mashuri dan Mufid Ashfahani). Mengenal Tuhan dan
Sifat-SifatNya. Jakarta: PT. Lentera Basritama.
Komentar
Posting Komentar