TUGAS
HASIL RESUME PAI
III CLUB 1 ( KAPSUL)
HAKIKAT SYARIAT ISLAM
A.
Pengertian Syariah
Syari’at,
bisa disebut syir’ah, artinya
secara bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi
manusia atau binatang untuk minum. Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air
mengalir atau datang pada syari’ah. Kemudian kata tersebut digunakan untuk
pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia. Sedangkan arti syari’at menurut istilah adalah hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah
swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari
kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Jadi Syariat
islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan
umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi
penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam,
syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan
hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Syariat
Islam yakni berisi hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan
umat manusia, baik Muslim maupun non Muslim. Selain berisi hukum dan aturan,
Syariat Islam juga berisi problem solving (penyelesaian masalah) seluruh
kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, Syariat Islam merupakan
panduan integral/menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan
kehidupan dunia ini.
Sebagaimana tersebut dalam Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36,
bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat
Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara
implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan
RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri
ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah
QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah
dimaafkan Allah.
Pengertian Syariat Menurut para Pakar, Sebagai berikut :
Menurut Abdul Karim Zaidan, Pengertian Syariat adalah hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT yang ditujukan
untuk hamba-Nya, baik melalui Alquran ataupun dengan Sunnah Nabi Saw yang
berupa perkataan, perbuatan dan pengakuan.
Menurut Yusuf Qardhawi, Pengertian Syariat ialah apa saja ketentuan Allah yang dapat dibuktikan melalui
dalil-dalil Alquran maupun Sunnah atau juga melalui dalil-dalil ikutan lainnya
seperti ijma, qiyas dan lain sebagainya.
Dari kedua pendapat diatas mengenai pengertian syariat, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Syariat adalah hukum atau peraturan yang datang dari Allah SWT, baik
melalui Alquran, Sunnah Nabi-Nya, maupun ikutan dari keduanya berupa Ijma dan
Qiyas. Jika aturan itu bukan datang dari Allah SWT, maka ia tidaklah disebut
syariat.
Pembagian
Syari’at Islam
Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad
saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.
Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam,
yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita.
Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan Dzat dan Sifat Allah swt. yang
harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di dalamnya kenikmatan dan
siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk. Ilmu tauhid ini dinamakan juga
Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
b.
Ilmu Akhlak, yaitu
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa.
Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan
mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi
janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.
c.
Ilmu Fiqh, yaitu
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan
manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama, ibadah,
yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan ibadah tidak sah
(tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh ibadah misalnya shalat,
zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang
hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh dapat juga
disebut Qanun (undang-undang).
Sumber-Sumber Syariah
a.
Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, dan merupakan Undang-Undang yang sebagian besar berisi
hukum-hukum pokok.
b.
Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang
memberikan penjelasan dan rincian terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat
umum.
c.
Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji
Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan hukum yang belum ditetapkan secara
pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Klasifikasi Syariah
Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut
:
a.
Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang
menurut pelaksanaannya, apabiladikerjakan mendapat pahala, dan apabila
ditinggalkan mendapat dosa.
b.
Haram, yaitu suatu ketentuan apabila
ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat dosa. Contohnya :
zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka pada orang tua, dan
lain-lain.
c.
Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan
apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
d.
Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang
menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu perbuatan; apabila ditinggalkan
mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa. Contohnya : merokok, makan
bau-bauan, dan lain-lain.
B.
Ruang Lingkup syariah Islam
Syariah Islam adalah
aturan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Hukum-hukum Islam
yang diatur dalam Al Qur’an dan As Sunah meliputi :
1.
Aspek aqidah.
2.
Aspek akhlaq.
3.
Aspek hukum-hukum ‘amaliyah (praktis).
Aspek
ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu aspek ibadah yang mengatur hubungan hamba
dengan Kholiq seperti sholat, zakat, shoum , haji dan seterusnya, serta aspek
mu’amalah yang mengatur hubungan sesama hamba. Dalam istilah kontemporer, aspek
mu’amalah ini meliputi aturan hidup yang sangat luas, yaitu :
a.
Ahkamul Akhwal Syakhsiah yaitu
hukum-hukum yang mengatur hubungan rumah tangga, Dalam Al Qur’an terdapat
sekitar 70 ayat yang membahas masalah ini.
b.
Al Ahkamul Madaniyah yaitu
hukum-hukum yang mengatur transaksi ekonomi sesama anggota masyarakat, seperti
jual beli, pegadaian, sewa menyewa, hutang piutang, syirkah dan seterusnya.
Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 70 ayat yang membahas masalah ini.
c.
Al Ahkamul Jinaiyah (hukum-hukum
pidana), mengatur segala hal yang berkaitan dengan tindak pidana kejahatan
serta hukumannya. Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 30 ayat yang membahas
masalah ini.
d.
Al Ahkamul Dusturiyah (hukum
ketatanegaraan): mengatur mekanisme penyelenggaraan negara berikut hubungan
antara penguasa dan rakyat. Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang
membahas masalah ini.
e.
Ahkamul Murafa’at (hukum
perdata): mengatur hal-hal yang berkaitan dengan dunia peradilan, kesaksian dan
sumpah. Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 13 ayat yang membahas ini.
f.
Al Ahkamul Iqtishodiyah wal Maliyah (ekonomi
dan moneter) ; mengatur pendapatan dan belanja negara serta interaksi antara
kaum kaya dan miskin sertanegara dan warga negara dalam masalah ekonomi. Dalam
Al Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang membahas masalah ini.
g.
Al Ahkam Ad Duwaliyah : mengatur
hubungan antara negara Islam dengan negara lain dan hubungan negara dengan
warga negara kafir dzimmi dalam negara Islam. Dalam Al Qur’an terdapat sekitar
10 ayat yang membahas masalah ini.
[Tarikhu Al Tasyri' Al Islami hal. 84-86, Al
Madkhal Ila Dirasati Syari'ah Islamiyah hal. 49-53 dan 156-158, Ilmu Ushulil
Fiqhi hal. 32-33 ].
Hukum-hukum ini dibukukan dan diatur lagi
secara detail dalam As Sunah An Nabawiyah yang jumlahnya sangatlah banyak.
Demikianlah, syariah Islam merupakan aturan hidup dan perundangundangan paling
lengkap dan sempurna yang Allah Ta’ala turunkan untuk umat manusia sampai akhir
zaman nanti.
Ruang lingkup syariah lain mencakup
peraturan-peraturan sebagai berikut :
1.
Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual), yang terdiri dari :
a.
Rukun Islam : mengucapkan syahadat,
mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b.
Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun
Islam.
2.
Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi
wudlu, mandi, tayamum, pengaturan menghilangkan najis, peraturan air, istinja,
adzan, qomat, I’tikaf, do’a, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan,
pengurusan mayit, dan lain-lain.
3.
Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah,
alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.
4.
Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur
hubungan seseorang dengan yang lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli
dan yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja
sama dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang,
pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
5.
Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur
hubungan seseorang dengan orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan
yang berhubungan dengannya), diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan
nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin,
berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah,
wasiyat, dan lain-lain.
6.
Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut
pidana, diantaranya : qishsash, diyat, kifarat, pembunuhan, zinah, minuman
keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
7.
Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah
kemasyarakatan (politik), diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah
(persamaan), ‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi),
takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan
dan lain-lain.
8.
Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup
pribadi, diantaranya : syukur, sabar, tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal,
istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani), birrul walidain (berbuat baik pada
ayah ibu), dan lain-lain.
9.
Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan,
minuman, sembelihan, berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan
anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.
C. TUJUAN SYARIAH
Menurut buku
“Syariah dan Ibadah” (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah Islamiyah
dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan
utama dari Syariat Islam, yaitu:
1.
Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang
tidak bertanggung-jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat.
Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-Quran:
“Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam)…” (QS Al-Baqarah [2]:
256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan
terciptanya rahmatan lil’alamin, maka Allah SWT telah membuat
peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik)
itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempesekutukan Allah,
maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisaa [4]: 48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun
murtad akan ditumpas
2.
Memelihara jiwa (Hifzh
al-nafsi)
Agama Islam sangat
menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum qishash yang
merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang
lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai,
seseorang yang yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal.
Dengan demikian seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran
menegaskan:
“Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash
(pembalasan) pada orang-orang yang dibunuh…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku
dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau daiat (ganti rugi) telah dibayarkan
secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
“Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah
mengikuti cara yang baik dan hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat
kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan
tertanggulani karena para calon pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh
karena nyawanya sebagai taruhannya. Dengan begitu, jiwa orang beriman
akan terpelihara.
3.
Memelihara akal (Hifzh
al-‘aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah
penting. Akal manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran)
dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara yang paling
utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari khamar (minuman keras)
dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman
keras) dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari
manfaatnya.” (QS Al-Baqarah [2]:
219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa
bermabuk-mabukan dan dosa perjudian.
4.
Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan
zina. Didalam Syariat Islam telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh
dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Quran telah mengatur
hal-hal ini:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah [2]:
221).
“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]: 2).
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik
(dengan cambuk) dan emosional (dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina
bertaubat.
5.
Memelihara harta benda (Hifzh
al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta
benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong
tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”
(QS Al-Maidah [5]: 38).
(QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan
tertentu dan alasan yang sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti
orang mencuri dengan serta merta dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar
masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya. Jika ia mencuri karena lapar
dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk mengganjal laparnya, tentunya
tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja
memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah
pasti buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga
suasana tertib masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.
D.
Korelasi antara syariah dan Rahmatan Lil Alamin
Banyak yang mengatakan bahwa Islam adalah agama
yang rahmatan lil ‘alamin, karena itu
yang terpenting dalam Islam adalah mengimplementasikan kerahmatan Islam, yaitu
menciptakan kedamaian dan keharmonisan di tengah-tengah masyarakat, dan umat
Islam tidak perlu terjebak pada hingar bingar formalitas, seperti perjuangan
penerapan syariah Islam atau Khilafah Islam. Lalu mereka menguatkan pendapatnya
dengan mengutip firman Allah swt. dalam Surat al-Anbiya ayat 107, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Menurutnya, Islam akan menebarkan rahmat untuk alam
semesta jika umat Islam menciptakan hidup yang penuh dengan kedamaian,
toleransi, bersikap moderat, menjaga kerukunan antar umat beragama, tidak
merasa benar sendiri, menjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan konflik seperti
keinginan untuk memformalisasikan syariah Islam dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Menurutnya, berlaku semena-mena, itu bukan mencerminkan Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Perbuatan ini sangat dibenci oleh Islam. Jangankan kepada manusia, yang memang
telah ditakdirkan ada yang muslim dan ada yang non-Muslim, berlaku semena-mena
kepada binatang saja dilarang dengan tegas oleh Islam. Lalu mereka mengutip
hadits nabi: “Siapa yang dengan
sewenang-wenang membunuh burung, atau hewan lain yang lebih kecil darinya, maka
Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya” (HR. Al Hakim).
Allah SWT berfirman :
“Dan
Tiadalah Kami mengutus kamu(ya Muhammad, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam” (TQS.Al Anbiya 107)
Syaikh An Nawawi Al Jawi dalam
tafsir Marah Labid (Tafsir Munir) juz II/47 menafsiri ayat sebagai
berikut : Tidaklah kami utus engkau wahai makhluk yang paling mulia dengan
berbagai peraturan (bisyarai’) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam,
melainkan dalam rangka rahmat kam bagi seluruh alam dalam agama maupun dunia,
sebab manusia dalam kesesatan dan kebingungan. Maka Allah SWT mengutus
Sayyidina Muhammad saw sehingga beliau menjelaskan jalan menuju pahala,
menampilkan dan memenangkan hukum-hukum syariat islam, membedakan yang halal
dan haram. Dan setiap nabi sebelum beliau manakala didustakan oleh kaumnya,
maka Allah SWT membinasan mereka dengan berbagai siksa, namun bila kaum
Muhammad SAW mendustakannya, Allah SWT mengakhiri azab-Nya hingga datangnya
maut dan Allah SWT mencabut ketetapan-Nya dan membinasan kaum pendusta Rasul.
Inilah umumnya tafsiran para mufassirin.
Jelaslah bahwa rahmat Allah SWT ini
bukanlah berkaitan dengan pribadi Muhammad saw sebagai manusia, tapi diA
sebagai rasul yang diutus dengan membawa suatu syariat yang memang paling
unggul dibandingkan aturan-aturan atau agama yag ada di dunia, sebagaimana
firmanya :
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk
danagama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. dancukuplah Allah
sebagai saksi (TQS Al Fath : 28)
Dalam tafsir Showatut Tafasir Juz
II/253, Al Ustd Muhammad Ali As Shobuni memberikan catatan : Allah tidak
berfirman wama arsalnaka illa rahmatan lilmukminin, tetapi lil ‘alamin, sebaba
Allah SWT menyayangi seluruh makhluk-Nya dengan mengutus Muhammad. Kenapa
demikian ? Sebab, dia saw datang kepada mereka dengan membawa kebahagian yang
besar, keselamatan dari kesengsaraan tiada tara dan mereka mendapatkan dari
tangannya kebaikan baik di dunia maupun akhirat, dia mengajarkan mereka setelah
kebodohan mereka dan memberikan petunjuk atas kesesatan mereka dan itulah
rahmat bagi seluruh alam, bahkan orang yang menolak risalahnya sekalipun
(kuffar), masih dirahmati dengan kedatangannya lantaran Allah SWT mengakhirkan
siksaan atas mereka dan mereka tidak disapu bersih oleh adzab Allah sebagaimana
kaum terdahulu seperti ditimpa gempa, ditenggelamkan dll.
Karena itu penting bagi kita untuk
menjawab bagaiman cara mewujudkan Islam sehingga bennar-benar menjadi rahmat
bagi semua. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Kitab Asy Syakhsiyah Al Islamiyah
jilid III (hal 365), menjelaskan seluruh syariat Islam yang dating merupakan
rahmat bagi hamba-Nya. Lebih lanjut beliau menjelaskan rahmat tersebut
merupakan hasil dari penerapan syariah Islam. Karena itu rahmatan lil ‘alamin bukanlah
illat yang menjadi perkara yang memunculkan hukum. Dalam arti bahwa bukan
karena adanya mashlahat pada sesuatu lalu dikatakan disitu ada syariah.
Sebaliknya justru karena syariah dilaksanakan akan mendatangkan rahmat. Oleh
karena itu dalam hubungan manusia dengan Allah SWT pada aspek ibadah (shalat,
puasa, zakat, haji, dll) dan aqidah harus berdasarkan syariah dan setelah
dilaksanakan barulah diperoleh rahmat pada hubungan tersebut, demikian juga
hubungan sesame manusia meliputi muamalah (ekonomi, politik, pemerintahan,
pendidikan, budaya dl) dan sanksi (hudud, jinayat, ta’zir, mukhalafat) hal ini
juga setelah selesai dilaksanakan barulah dapat diperoleh rahmat pada hubungan
tersebut. Hubungan diri sendiri demikian juga adanya yang meliputi akhlak, makanan,
minuman dan pakaian. Intinya rahmat diperoleh adalah hasil (natijah) dari
pelaksanaan syariat Islam.
Hal senada terdapat dalam tafsir
Fathul Qadiir menj : Dan tiadalah kamu mengutus kamu (Muhammad), melainkan
untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (QS Al Anbiya : 107) adalah tidaklah
kami mengutus Engkau wahai Muhammad dengan syariah dan hukum kecuali menjadi
rahmat bagi seluruh manusia. Dengan demikian Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin
akan terwujud dengan penerapan syariah Islam, bukan yang lain. Penerapan
syariat islam yang dimaksud tentu saja harus totalitas bukan sepotong-sepotong.
Sebab terdapat celaan bagi si siapa saja yang mengambil sebagian dan
meninggalkan sebagian yang lain, sebagaiman Firman Allah “Apakah kalian
beriman kepada sebagian kitab atau ingkar kepada sebagian lainnya, Tidaklah
orang yang berbuat demikian melainkan kennistaan dalam kehidupan di dunia dan
pada hari kiamat akan dikembalikan pada azab yang amat keras.
Agar syariah Islam bias terwujud
secara totalitas, Negara menjadi institusi penting. Dalam konteks inilah
keberadaan khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh
menjadi penting. Tanpa Negara, tanpa khilafah yang secara formal menerapkan
syariah Islam, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin tidak akan terwujud.
Komentar
Posting Komentar