Tetrasiklin
Senyawa tetrasiklin semula (1948) diperoleh dari Streptomyces aureofaciens (Klortetrasiklin)
dan Streptomyces rimosus (oxytetrasiklin).
Setelah tahun 1960 zat induk tetrasiklin mulai dibuat seluruhnya secara
sintetis, yang kemudian disusul oleh derivat -oksi dan –klor serta senyawa
long-acting doksisiklin dan minosiklin. Khasiatnya bersifat bakteriostatik,
hanya melalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid
lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum
antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram positif dan gram negatif
serta kebanyakan bacilli. Tidak efektif terhadap Pseudomonas dan proteus,
tetapi aktif terhada mikroba khusus seperti Clamydia
trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit kelamin), Rickettsiae (scrubtyphus), spirokheta (sifilis, framboesia), leptospirae (penyakit weil), Actinomyces dan beberapa protozoa
(amuba).
Kimia. Semua tetrasiklin berwarna
kuning dan bersifat amfoter, garamnya dengan klorida/fosfat paling banyak
digunakan. Larutan garam tersebut hanya stabil pada pH < 2 dan terurai pesat
pada pH lebih tinggi. Begitu pula dengan kapsul yang disimpan ditempat panas
dan lembab mudah terurai, terutama dibawah pengaruh cahaya. Produk penguraiannya
epi- dan anhidrotetrasiklin bersifat sangat toksik bagi ginjsl. Oleh karena
itu, suspensi atau kapsul tetrasiklin yang sudah tersimpan lama atau sudah
berwarna kuning tua sampai coklat tidak boleh diminum lagi.
Penggunaan. Berhubungan kegiatan
antibakterinya yang luas, tetrasiklin lama sekali merupakan obat terpilih untuk
banyak infeksi akibat bemacam-macam kuman, terutama infeksi campuran. Akan
tetapi, karena perkembangan resistensi dan efek sampingnya pada penggunaan
selama kehamilan dan pada anak lecil, maka dewasa ini hanya dicadangkan untuk
infeksi tertentu dan bila terdapat intoleransi bagi antibiotika pilihan
pertama. Antara lain digunakan pada infeksi saluran napas dan paru-paru,
saluran kemih, kulit dan mata. Penggunaannya pada acne hebat berkat daya
penghambatnya terhadap aktivitas enzim lipase dari kuman yang memegang peranan
penting pada acne (propionibacter acnes). Pada bronchitis kronis adakalanya
tetrasiklin digunakan sebagai profiaksis serangan akut.
Kinetik. Resorpsi tetrasikloin dari
usus pada perut kosong adalah lebih kurang 75 % dan agak lambat. Baru setelah
3-4 jam tercapai kadar puncak dalam darah. Pengecualian adalah doksisiklin dan
minosiklin yang diserap baik sekali (90-100%), juga bila diminum bersamaan
dengan makanan. PP paling tinggi adalah pada doksisiklin (k.i 90%), lalu
minosiklin (75%), disusul oleh oksitetrasiklin (35%). Plasma t ½ TC dan OTC berkisar antara 9 jam, rata-rata
18 jam untuk minosiklin dan 23 jam untuk doksisiklin. Daya penetrasi kedalam
jaringan agak baik berkat sifat lipofiliknya dengan afinitas khusus untuk
tulang, gigi, kuku, kulit meradang, mata dan proistat. Difusinya kedalam CCS
buruk, kecuali mungkin minosiklin. Ekskresi tetrasiklin terutama secara utuh
melalui ginjal, maka kadarnya dalam kemih tinggi. Doksisikli dan aminosiklin
terutama diekskresi melalui empedu dan tinja. Berkat siklus enterohepatis ini,
kadarnya dalam empedu tinggi sekali.
Komentar
Posting Komentar