BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau
pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap
orang yang dipengaruhinya. Untuk menyembuhkan penyakit, orang-orang biasa
berkonsultasi dengan seorang dokter. Penyakit ini terbagi tiga yaitu penyakit
menular, penyakit tidak menular, dan penyakit kronis.
Penyakit
menular disebabkan oleh kuman yang menyerang tubuh manusia. Kuman dapat berupa
virus, bakteri,amuba, atau jamur. Sedangkan penyakit tidak menular adalah
penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman, tetapi disebabkan karena adanya
problem fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia.
Penyakit-penyakit tersebut contohnya ialah : batuk, sariawan, sakit perut, dan
sebagainya. Penyakit kronis adalah penyakit yang berlangsung sangat lama.
Beberapa penyakit kronis yang sering menyebabkan kematian kepada si penderita
antara lain : AIDS, serangan jantung, dan kanker.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hipertensi ?
2. Apa yang dimaksud dengan diabetes mellitus ?
3. Apa yang dimaksud dengan tuberkulosis ?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi dari
penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan tuberkulosis serta mengetahui
penyebab dan klasifikasi dari penyakit tersebut dan juga mengetahui regimen
pengobatan yang diberikan untuk setiap penyakit serta jika penyakit tersebut
komplikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Hipertensi
1.
Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah
meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik
lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit
dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi
didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140
/ 90 mmHg.
Hipertensi merupakan
penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang
dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat
dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat
dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola
konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh.
Hipertensi dapat
mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung
koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan
fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat
kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang
merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung
(cardiovascular).
2.
Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi
dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi
diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti
peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan
sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung
berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum
dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan
atas yang nilainya lebih besar.
Hipertensi
diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada
anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah
kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap
aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan
darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan
peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.
Berdasarkan
penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Hipertensi esensial atau hipertensi primer
yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat
sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin,
defek dalam ekskresi
Na, peningkatan Na dan
Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas,
alkohol, merokok, serta polisitemia.
Hipertensi
sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma,
koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.
Menurut
The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi
hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,
hipertensi derajat I dan derajat II (Tabel 2.)
Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII29
|
Klasifikasi Tekanan
Darah
|
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
|
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
|
|
Normal
|
< 120
|
< 80
|
|
Prehipertensi
|
120 – 139
|
80 – 89
|
|
Hipertensi derajat I
|
140 – 159
|
90 – 99
|
|
Hipertensi derajat II
|
≥ 160
|
≥ 100
|
Tabel
3. Klasifikasi
tekanan darah menurut WHO / ISH
|
Klasifikasi Tekanan
Darah
|
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
|
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
|
|
Hipertensi
berat
|
≥ 180
|
≥ 110
|
|
Hipertensi
sedang
|
160 – 179
|
100 – 109
|
|
Hipertensi
ringan
|
140 – 159
|
90 – 99
|
|
Hipertensi
perbatasan
|
120 – 149
|
90 – 94
|
|
Hipertensi
sistolik perbatasan
|
120 – 149
|
< 90
|
|
Hipertensi
sistolik terisolasi
|
> 140
|
< 90
|
|
Normotensi
|
< 140
|
< 90
|
|
Optimal
|
< 120
|
< 80
|
3.
Penatalaksanaan Terapi Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi dapat
dilakukan dengan:
1. Terapi
nonfarmakologi
2. Terapi
farmakologi
Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting
dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi
harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan
tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4 sesuai dengan rekomendasi dari JNC
VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,
modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke
hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat
menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes
atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)
yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol
sedikit saja. Pada sejumlah pasien
dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat
antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien
dari menggunakan obat.10 Program
diet yang mudah diterima adalah yang
didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai
pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke
pasien, dan dorongan moril.
Fakta-fakta
berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet :
a. Hipertensi
2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan
ideal
b. Lebih
dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)
c. Penurunan
berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5
kg) dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk
d. Obesitas
abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari
hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2,
dislipidemia, dan selanjutnya ke penyakit kardiovaskular.15
e. Diet
kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan
darah pada individu dengan hipertensi.16
f. Walaupun
ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien
mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium.
JNC VII menyarankan
pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu redah
lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah.
Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per
minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga
aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat
menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai
penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui
jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ
target.
Merokok merupakan faktor resiko utama
independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus
dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh
merokok. .
|
Modifikasi
|
Rekomendasi
|
Kira-kira penurunan tekanan darah, range
|
|
Penurunan berat badan (BB)
|
Pelihara berat badan normal
(BMI 18.5 – 24.9)
|
5-20 mmHg/10-kg
penurunan BB 13
|
|
Adopsi pola makan DASH
|
Diet kaya dengan
buah, sayur, dan produk susu rendah lemak
|
8-14 mm Hg16
|
|
Diet rendah sodium
|
Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari 100meq/L (2,4 g sodium atau 6 g
sodium klorida)
|
2-8 mm Hg
|
|
Aktifitas fisik
|
Regular aktifitas
fisik aerobik seperti jalan kaki 30 menit/hari, beberapa hari/minggu
|
4-9 mm Hg18
|
|
Minum alkohol sedikit saja
|
Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari (30
ml etanol [mis.720 ml beer, 300ml wine)
untuk laki-laki
dan 1/hari untuk perempuan
|
2-4 mm Hg
|
Singkatan:
BMI, body mass index, BB, berat badan, DASH, Dietary Approach to Stop
Hypertension
* Berhenti merokok, untuk mengurangi resiko
kardiovaskular secara keseluruhan
Terapi Farmakologi
Ada 9 kelas obat
antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin
(ACEI), penghambat reseptor angiotensin
(ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama
(tabel 5). Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk
mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan
keuntungan dengan kelas obat ini.
Evidence-based
medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti terbaik
yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar, jelas, dan
bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek evidence-based
untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu berdasarkan data yang
menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau kerusakan
target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadar
menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai
dalam seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini,
obat-obat yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi
angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis kalsium
(CCB). Terapi obat berdasarkan rekomendasi dari JNC 7 akan dibahas dalam buku
saku ini.
Mencapai Tekanan Darah pada masing-masing pasien
Kebanyakan pasien dengan hipertensi
memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan
darah yang diinginkan.
Terapi Kombinasi
Rasional
kombinasi obat antihipertensi:
Ada
6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1. Mempunyai
efek aditif
2. Mempunyai
efek sinergisme
3. Mempunyai
sifat saling mengisi
4. Penurunan
efek samping masing-masing obat
5. Mempunyai
cara kerja yang saling mengisi pada organ target tertentu
6. Adanya
“fixed dose combination” akan
meningkatkan kepatuhan pasien (adherence)
Fixed-dose
combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:
1. Penghambat
enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik
2. Penyekat
reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
3. Penyekat
beta dengan diuretik
4. Diuretik
dengan agen penahan kalium
5. Penghambat
enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium
6. Agonis
α-2 dengan diuretik
7. Penyekat
α-1 dengan diuretic
Menurut European Society of Hypertension 2003, kombinasi
dua obat untuk hipertensi ini dapat dilihat pada gambar 3 dimana kombinasi obat
yang dihubungkan dengan garis tebal adalah kombinasi yang paling efektif.
Gambar 3. Kombinasi yang memungkinkan
dari kelas yang berbeda untuk obat- obat
antihipertensi
Algoritma Pengobatan
B. Diabetes Mellitus
1. Definisi Diabetes
Mellitus
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan
sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid
dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
dan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel
beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin (WHO, 1999).
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Pada tahun
1980 WHO mengemukakan klasifikasi baru diabetes
melitus memperkuat rekomendasi National Diabetes Data Group pada tahun 1979 yang mengajukan 2 tipe
utama diabetes melitus, yaitu "Insulin- Dependent Diabetes Mellitus"
(IDDM) disebut juga
Diabetes Melitus Tipe 1 dan
"Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (NIDDM) yang disebut
juga Diabetes Melitus
Tipe 2. Klasifikasi Diabetes Melitus
berdasarkan etiologinya dapat dilihat pada tabel 1.
Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes
tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari
5-10% dari keseluruhan populasi penderita
diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β
pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi
otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie,
Rubella, CM Virus, Herpes, dan
lain sebagainya. Ada
beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell
Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid
decarboxylase).
Sebagaimana
diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar pancreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel
β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksi insulin,
sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel δ memproduksi hormon somatostatin. Namun demikian,
nampaknya serangan otoimun secara selektif
menghancurkan sel-sel β.
Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes
Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan
dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai
90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi
akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat.
Berbeda
dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat
dideteksi jumlah insulin yang cukup di
dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan
disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim
disebut sebagai “Resistensi Insulin”.
Disamping resistensi insulin, pada
penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan
sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi
pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun
sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada
penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak
memerlukan terapi pemberian
insulin.
Tabel
2. Perbandingan Perbedaan DM tipe 1 dan 2 DM Tipe 1 DM Tipe
Diabetes
Mellitus Gestasional
Diabetes
Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan diabetes atau
intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau
temporer. Sekitar 4-5%
wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua.
Diabetes
dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat
berakibat buruk terhadap bayi yang
dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan
berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya
risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar
risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa
depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.
Pra-diabetes
Pra-diabetes
adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan diabetes,
lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup
tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2..
Kondisi
pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak
dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu
5-10 tahun. Namun pengaturan
diet dan olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda timbulnya diabetes.
Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu:
Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125
mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal:
<100 mg/dl), atau
Impaired
Glucose Tolerance (IGT) atau
Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT), yaitu keadaan
dimana kadar glukosa darah seseorang pada
uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam kondisi
diabetes. Diagnosa IGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi
75 gram glukosa per oral berada
diantara 140-199 mg/dl
3. Penatalaksanaan Terapi Diabetes Mellitus
Terapi tanpa obat
a)
Pengaturan
Diet
Diet
yang baik merupakan kunci keberhasilan
penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein
dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
b)
Olah
Raga
Berolah
raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Prinsipnya, tidak
perlu olah raga berat, olah raga ringan asal
dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu
keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM
Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.
Sebagai penggantinya, maka penderita DM
Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolism karbohidrat di dalam tubuhnya dapat
berjalan normal. Walaupun sebagian besar
penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi
hipoglikemik oral.
Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk ke
dalam sel, insulin mempunyai
pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme
karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme protein dan mineral.insulin akan meningkatkan
lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan
transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi
transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan
pengaruh negative dan
komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh.
Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia,
yang terutama berbeda
dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration).
Sediaan insulin untuk terapi dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1.
Insulin
masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin regular
2.
Insulin
masa kerja sedang (Intermediate-acting)
3. Insulin masa kerja sedang dengan
mula kerja cepat
4. Insulin masa kerja panjang
(Long-acting insulin)
Keterangan dan contoh sediaan untuk
masing-masing kelompok disajikan
dalam tabel 6 (IONI, 2000 dan Soegondo, 1995b).
Terapi Obat
Obat-obat hipoglikemik oral terutama
ditujukan untuk membantu penanganan
pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi
diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan
penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu
jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.
Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan
diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan
pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.
C. Tuberculosis
1. Definisi Tuberculosis
Tuberkulosis
(TB) merupakan salah satu penyebab kematian utama yang diakibatkan oleh infeksi. Diperkirakan
pada tahun 2004 jumlah penderita baru TB akan
bertambah sekitar seperempat juta orang, yang sebagian besar dari penderita tersebut adalah penduduk
yang berusia produktif antara 15-55 tahun.
Tuberkulosis
merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu kunci keberhasilan pengobatannya adalah
kepatuhan dari penderita (adherence). Kemungkinan
ketidak patuhan penderita selama pengobatan TB sangatlah besar. Ketidak patuhan ini dapat
terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah pemakaian obat dalam jangka panjang, jumlah obat yang
diminum cukup banyak serta
kurangnya kesadaran dari penderita akan penyakitnya. Oleh karena itu perlu peran aktif dari tenaga
kesehatan sehingga keberhasilan terapinya dapat dicapai.
Tuberkulosis
adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang
paru-paru. Mycobacterium
tuberculosis termasuk
basil gram positif, berbentuk batang, dinding
selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang
paru dan sebagian kecil organ
tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk
identifikasi dahak secara mikroskopis.
Sehingga
disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul
berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak
diri di dalam sel-sel fagosit.
2.
Klasifikasi
Penyakit dan Tipe Penderita
Penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan suatu definisi kasus yang memberikan batasan
baku setiap klasifikasi dan tipe penderita.
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan OAT yang
sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
definisi-kasus, yaitu:
a) Organ
tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
b) Hasil pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung: BTA positif atau BTA negatif;
c) Riwayat pengobatan sebelumnya: baru
atau sudah pernah diobati;
Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
Berdasarkan
tempat/organ yang diserang oleh kuman, maka tuberculosis dibedakan menjadi Tuberkulosis Paru,
Tuberkulosis Ekstra Paru.
Tuberkulosis
paru adalah
tuberkulosis yang menyerang jaringan parenchyma paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak,
TB Paru dibagi dalam:
1) Tuberkulosis
Paru BTA Positif.
·
Sekurang-kurangnya
2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
·
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA
Negatif
Pemeriksaan
3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis
aktif. TB Paru BTA Negatif
Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen
dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses "far advanced" atau
millier), dan/atau keadaan umum penderita buruk.
Tuberkulosis
Ekstra Paru adalah
tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB Ekstra Paru Ringan
TB Ekstra Paru Ringan
·
Misalnya:
TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar
adrenal.
TB Ekstra-Paru Berat
·
Misalnya:
meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kencing dan alat kelamin.
3. Obat-obat Tuberculosis
Diuraikan paparan dari obat Anti TB :
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
ISONIAZIDA (H)
Identitas. Sediaan dasarnya adalah tablet dengan
nama generik Isoniazida 100
mg dan 300 mg / tablet Nama lain Isoniazida : Asam Nicotinathidrazida; Isonikotinilhidrazida; INH
Dosis. Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu
kali sehari, anak anak 10 mg per
berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi orang dewasa sesuai dengan petunjuk
dokter / petugas kesehatan lainnya. Umumnya
dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi biasa dipakai 300 mg satu
kali sehari, atau 15 mg
per kg berat badan sampai
dengan 900 mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak dengan dosis 10 20 mg per kg berat
badan. Atau 20 – 40 mg per kg berat badan
sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu.
Indikasi. Obat ini diindikasikan untuk terapi
semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan
kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan
tunggal atau bersama-sama dengan antituberkulosis
lain.
Kontraindikasi.
Kontra indikasinya
adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati,
kerusakan hati akut, tiap etiologi
: kehamilan(kecuali risiko terjamin).
Kerja Obat. Bersifat
bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Mekanisme kerja berdasarkan
terganggunya sintesa mycolic acid, yang
diperlukan untuk membangun dinding
bakteri.
RIFAMPISIN
Identitas.
Sediaan dasar yang
ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg, 600 mg
Dosis Untuk dewasa dan anak yang beranjak
dewasa 600 mg satu kali sehari, atau
600 mg 2 – 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lain. Bayi dan
anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga kesehatan
lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya
diberikan 7,5 – 15 mg per kg berat badan. Anjuran
Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg untuk 10 – 20 kg, dan 300 mg untuk 20
-33 kg.
Indikasi
Di Indikasikan untuk
obat antituberkulosis
yang dikombinasikan dengan
antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang
Kerja
Obat Bersifat
bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Mekanisme kerja, Berdasarkan
perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri Ribose Nukleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
PIRAZINAMIDA
Identitas. Sediaan dasar Pirazinamid adalah
Tablet 500 mg/tablet.
Dosis Dewasa dan anak sebanyak 15 – 30 mg
per kg berat badan, satu kali sehari.
Atau 50 – 70 mg per kg berat badan 2 – 3 kali seminggu. Obat ini dipakai bersamaan dengan obat anti
tuberkulosis lainnya.
Indikasi
Digunakan untuk
terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti tuberkulosis lain.
Kontraindikasi
terhadap gangguan
fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh
kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Mekanisme kerja,
berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa.
ETAMBUTOL
Identitas.
Sediaan dasarnya
adalah tablet dengan nama generik Etambutol-HCl 250 mg, 500 mg/tablet.
Dosis. Untuk dewasa dan anak berumur diatas
13 tahun, 15 -25 mg mg per kg berat
badan, satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat badan, dan pengobatan lanjutan 25 mg
per kg berat badan. Kadang kadang dokter
juga memberikan 50 mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua kali seminggu. Obat ini harus
diberikan bersama dengan obat anti tuberculosis lainnya. Tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan
bayi .
Indikasi.
Etambutol digunakan
sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada
resistensi. Jika risiko resistensi
rendah, obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun,
neuritis optik, gangguan visual.
Kontraindikasi.
Hipersensitivitas
terhadap etambutol seperti neuritis
optik.
Kerja
Obat. Bersifat bakteriostatik,
dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang
telah resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin. Mekanisme kerja, berdasarkan
penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang
membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel.
STREPTOMISIN
Identitas
Sediaan dasar serbuk
Streptomisin sulfat untuk Injeksi 1,5 gram / vial berupa serbuk untuk injeksi yang disediakan bersama
dengan Aqua Pro Injeksi dan
Spuit.
Dosis Obat ini hanya digunakan melalui
suntikan intra muskular, setelah dilakukan
uji sensitifitas.Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 15 mg per kg berat badan maksimum 1
gram setiap hari, atau 25 – 30 mg per kg berat
badan, maksimum 1,5 gram 2 – 3 kali seminggu. Untuk anak 20 – 40 mg per kg berat badan maksimum 1 gram
satu kali sehari, atau 25 – 30 mg per kg berat
badan 2 – 3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari 120 gram.
Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh
kuman yang sedang membelah.
Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA
ribosomal
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hipertensi
adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau
diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu
5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu
hipertensi sistolik, hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Berdasarkan
penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Hipertensi esensial atau hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik.
Diabetes
mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan
multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Klasifikasi
Diabetes Melitus berdasarkan
etiologinya di bagi menjadi 2 tipe yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, dan
DM tipe lain.
Tuberkulosis
adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang
paru-paru. Mycobacterium
tuberculosis termasuk
basil gram positif, berbentuk batang, dinding
selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang
paru dan sebagian kecil organ
tubuh lain. Berdasarkan tempat/organ yang diserang oleh kuman, maka
tuberculosis dibedakan menjadi
Tuberkulosis Paru, Tuberkulosis Ekstra Paru.
B. Saran
Dalam makalah ini kami menjelaskan
tentang hipertensi,
diabetes mellitus dan tuberculosis sehingga kita dapat mengetahui hal
apa yang akan dilakukan jika mendapatkan kasus seperti yang telah dijelaskan
diatas, sehingga tidak menimbulkan presepsi yang berbeda dari seharusnya.
Dalam penulisan kami mungkin masih
terdapat kesalahan, jika pembaca menemukan kesalahan mohon diberikan masukan
dan saran agar makalah ini lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI,
2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Tuberculosis Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan : Jakarta
Depkes RI,
2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Diabetes Mellitus Direktorat
Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan : Jakarta
Depkes RI,
2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Hipertensi Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan : Jakarta
Komentar
Posting Komentar